Seorang
isteri memiliki suami yang punya kebiasaan meletakan handuk basah begitu saja
di atas kasur.
Si isteri
sering ngomel-ngomel pada suaminya. Suaminya tak berubah.
Capek
marah-marah, si istri mulai ganti cara dengan menyindirnya. “Bagus sekali ada
handuk basah di tempat tidur!” ujarnya dengan suara sinis. Atau, “Kapan handuk bisa jalan sendiri ke
jemuran?”
Apakah
suaminya berubah? Big No! Bahkan makin sebel sama si isteri.
Akhirnya si
isteri merasa capek, marah sudah, nyindir sudah, tapi tak ada hasilnya.
Mengubah
orang lain susah, apalagi untuk hal yang sudah jadi kebiasaan sejak kecil.
akhirnya ia mengubah pikirannya sendiri.
“Baiklah,
handuk basah ini akan menjadi permadani di surga nanti. Makin banyak aku memindahkan
handuk basah ke jemuran, makin banyak permadani indahku di surga.”
Setiap
melihat handuk basah di kasur si isteri tersenyum dan bergegas menjemurnya.
Perasaannya bahagia.
Apakah
handuknya berubah? Tidak! Handuk basah tetap ada di kasur. Yang berubah cara
pandang dirinya terhadap handuk basah tersebut.
Waktu
berlalu…
Si isteri
kaget. Tak ada lagi handuk basah di kasurnya. Ia sudah lupa sejak kapan ia tak
lagi melakukannya.
Rupanya
melihat keikhlasan istrinya sang suami tergerak untuk melakukannya sendiri.
Kadang ada
hal yang sulit kita ubah pada orang lain. Jika ingin hasil yang lebih baik,
maka ubahlah diri kita lebih dulu.
Bahagia,
sedih, syukur, mengeluh, semua adalah tergantung diri kita. Kitalah yang
memilih.