السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rabu, 07 Desember 2016

Geger! Berbohong Mandul Pada Istrinya, Akhirnya Kebohongan Suami Ini Terbongkar! Alasannya Sangat Mengejutkan!



Hal yang tak dapat dipisahkan dari pernikahan adalah kesetiaan. Ini menjadi harga mati untuk melanggengkan keharmonisan negara cinta yang dibangun bersama. Terkadang banyak orang tidak bijak menyikapi deraan ujian dalam berumah tangga. Bukan hidup namanya kalau tak pernah diuji dengan beraneka ragam cobaan.

Termasuk juga ujian dalam pernikahan. Berbilang tahun mendapati pasangan hidup tak sesuai harapan terkadang menimbulkan irisan luka menganga yang tak mampu ditahan. Betapa banyak terjadi perceraian karena prahara rumah tangga yang tak tertahankan lagi.

Kesetiaanlah yang membuat keutuhan rumah tangga yang telah terbangun bertahan lama. Walau manusiawi kita menggerutu atau protes dengan kondisi rumah tangga yang tak sesuai dengan apa yang ada di bayangan.

Ketahuilah hidup tak selamanya sesuai dengan apa yang didambakan. Namun takdir hidup selalu menyediakan apa yang sebenarnya kita butuhkan.

Setia adalah perajut benang-benang perbedaan. Kesetiaan adalah cahaya yang menerangi gulitanya masalah kehidupan. Setia membuat pernikahan menjadi langgeng nan abadi. Jika tak ada setia maka takkan ada pernikahan yang bertahan lama. Setia menuntut adanya pengorbanan harta, biaya, waktu bahkan perasaan.

Kisah berikut menyadarkan kita dalam Islam selalu ada kisah inspirasi yang mungkin belum terselami mutiara inspirasinya.

Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik:

“Kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.


Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaan.

Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak ada peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.

Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman.

Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata:

“… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh."

Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai suamiku, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:

”Betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”.

"Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya."

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “Istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”.

Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.

Mendengar keterangan tersebut, jatuhlah psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya:

“Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …,” omel sang istri tiada henti.
Sang istri pun bad rest di rumah sakit. Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”.

“Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat," kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami macam apa dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.

Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tiada lain adalah sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syariah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Quran dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung tak tahan menerima kenyataan yang dibacanya.

Setelah agak reda, ia menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

Setia tidak akan dinikmati hasilnya oleh mereka yang main-main dalam membangun cintanya. Ketika telah memutuskan untuk menikah berarti juga harus tahu setia merupakan rukun yang tak bisa dihilangkan.

Ketahuilah pernikahan adalah seni mengelola kesetiaan dalam menerima pasangan apa-adanya bukan karena ada apanya

Yakinlah pasangan hidup yang Allah berikan adalah anugerah terbaikNya yang akan membawa kepada kehidupan surga sebelum surga sebenarnya. Selalu setialah agar kau temukan kebahagiaan dalam perjalanannya.

Sumber: Dakwatuna.com
Share:

Senin, 14 November 2016

DO’A APEL PAGI SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI



1. YA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG, JADIKANLAH APEL PAGI INI, UNTUK LEBIH MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA KAMI, MENINGKATKAN DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB SERTA PENGABDIAN KAMI, KEPADA NEGARA DAN BANGSA KHUSUS KEMENTERIAN DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI.

2.    YA ALLAH YANG MAHA PEMBIMBING,
JADIKANLAH HARI INI, LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN, DAN HARI ESOK MENJADI LEBIH BAIK DARI HARI INI. BIMBINGLAH KAMI UNTUK SELALU BERSYUKUR ATAS KARUNIA “MU”, TABAH DAN SABAR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS.

3.    TUNJUKKANLAH KEPADA KAMI YANG BENAR ITU BENAR, AGAR KAMI DAPAT MELAKSANAKANNYA, PERLIHATKANLAH KEPADA KAMI YANG SALAH ITU SALAH, AGAR KAMI DAPAT MENGHINDARINYA.

4.    YA ALLAH KABULKANLAH DO’A KAMI, “AAMIIN”

Share:

Rabu, 02 November 2016

MBAH JUM

Oleh : Irene Radjiman

Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.

Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, mbah Jum selalu bersenandung sholawat. Cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.

Saat kutanya : “kenapa begitu ?”

“karena kata simbah modal simbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya simbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan dimasjid mbak, makanya kalau dapet lebih dari 50 ribu, saya diminta simbah masukkin uang lebihnya kemasjid.”

“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi

“Nggak mbak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.
“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi

“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, simbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok mbah, ga ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian. Pernah suatu hari simbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” Begitu penjelasan sang cucu.

Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini mbah Jum…?? Aahhh…. Logikaku yang hidup di era kemoderenan jahiliyah ini memang belum sampai.

Sampai rumah pukul 10:00 pagi beliau langsung masak untuk makan siang dan malam. Ternyata mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah mbah Jum. Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya ! 100% ! anda kaget ? sama, saya juga kaget.

Ketika aku kembali bertanya : “kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?”

mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).

Lagi-lagi aku terdiam. Lurus menatap wajah keriputnya yang bersih. Ternyata manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan oleh peradaban sedekah tingkat tinggi macam ini. Dimana di era kapitalis orang sekarat saja masih bisa dijadikan lahan bisnis. Jangankan bicara GRATIS dengan menggunakan kartu BPJS saja sudah membuat beberapa oknum medis sinis.

Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).

Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah…!! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak dikampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkatnya ternyata semuanya sudah qatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (saya ini orang kampong. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya).

Itu kata-kata terakhir mbah Jum, sebelum aku pamit pulang. Kupeluk erat dia, kuamati wajahnya. Kurasa saat itu bidadari surga iri melihat mbah Jum, karena kelak para bidadari itu akan menjadi pelayan bagi mbah Jum.

Matur nuwun mbah Jum, atas pelajaran sedekah tingkat tinggi 5 tahun yang lalu yang sudah simbah ajarkan pada saya di pelosok desa Yogyakarta.

.
.
Kisah diatas bukan lah kisah seorang Ulama ataupun Waliyullah. Hanya kisah seorang perempuan biasa yg mampu membuat iri seluruh penghuni Alam.
😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Share:

Selasa, 13 September 2016

PASIR



Seorang anak kehilangan sepatunya di laut, lalu dia menulis di pinggir pantai ...
LAUT INI MALING ...

Tak lama datanglah nelayan yg membawa hasil tangkapan ikan begitu banyak, lalu dia menulis di pantai ...
LAUT INI BAIK HATI ...

Seorang anak tenggelam di lautan lalu ibunya menulis di pantai ...
LAUT INI PEMBUNUH ...

Seorang berperahu dan di hantam badai, lalu menulis dipantai ...
LAUT INI PENUH MARABAHAYA

Tak lama datanglah Seorang lelaki yg menemukan sebongkah mutiara di dalam lautan, lalu dia menulis di pantai ...
LAUT INI PENUH BERKAH ...

Sementara seisi lautan tak pernah mengeluh.
Kemudian datanglah ombak besar dan menghapus semua tulisan di pantai itu tanpa sisa.

MAKA.......
JANGAN RISAUKAN OMONGAN ORANG, KARENA SETIAP ORANG MEMBACA DUNIA DENGAN PEMAHAMAN DAN PENGALAMAN YANG BERBEDA.

Teruslah melangkah, selama engkau di jalan yang baik.
Meski terkadang kebaikan tidak senantiasa di hargai.

Tak usah repot repot mau menjelaskan tentang diri mu kepada siapa pun, Karena yang menyukai mu tidak butuh itu, Dan yang membenci mu tidak percaya itu.

Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi Siapa yang mau berbuat baik.

Jangan menghapus Persaudaraan hanya karena sebuah Kesalahan ...
Namun Hapuslah kesalahan demi lanjutnya Persaudaraan..

Share:

Jumat, 29 Juli 2016

DOA APEL PAGI


1.    YA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG, JADIKANLAH APEL PAGI INI, UNTUK LEBIH MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA KAMI, MENINGKATKAN DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB SERTA PENGABDIAN KAMI, KEPADA NEGARA DAN BANGSA KHUSUS KEMENTERIAN DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI.

 

2.    YA ALLAH YANG MAHA PEMBIMBING,

JADIKANLAH HARI INI, LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN, DAN HARI ESOK MENJADI LEBIH BAIK DARI HARI INI. BIMBINGLAH KAMI UNTUK SELALU BERSYUKUR ATAS KARUNIA “MU”, TABAH DAN SABAR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS.

 

3.    TUNJUKKANLAH KEPADA KAMI YANG BENAR ITU BENAR, AGAR KAMI DAPAT MELAKSANAKANNYA, PERLIHATKANLAH KEPADA KAMI YANG SALAH ITU SALAH, AGAR KAMI DAPAT MENGHINDARINYA.

 

4.    YA ALLAH KABULKANLAH DO’A KAMI, “AAMIIN”


Share:

Selasa, 26 April 2016

Abdullah bin Umar: Menghindari Jabatan Demi Kedamaian Umat

Abdullah bin Umar atau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Umar adalah putra dari khalifah Umar Ibn Khathab. Diriwayatkan dalam hadis, nabi mengatakan, “Dia (Abdullah bin Umar) orang yang shalih.” Pernah juga berkata, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar, jika dia mau mengerjakan sholat malam.”

Konon, setelah mendengar ucapan nabi melalui Hafshoh istri nabi yang juga kakak perempuannya, Ibn Umar sering menghabiskan sebagian malam-malamnya untuk menjalankan sholat malam dan sebagiannya untuk tidur.
Ibn Umar beberapa kali sempat dicalonkan sebagai khalifah.

Sepeninggal khalifah Usman bin Affan, sekelompok umat Islam memaksanya menjadi khalifah. Mereka berteriak di depan rumah Ibnu Umar, “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang berbai’at kepada anda.” Tapi Ibnu Umar menyahut, “Demi Allah, seandainya bisa, janganlah ada darah walau setetespun tertumpah disebabkan karena aku.” Orang di luarpun mengancam, “Anda harus keluar! Atau, kalau tidak kami bunuh di tempat tidurmu.” Ibnu Umar tidak bergeming sedikitpun. Akhirnya sekelompok orang tersebut bubar.

Kecintaannya akan kedamaian dan persatuan umat membuatnya menjauhi percaturan politik kala itu. Ia menolak dicalonkan sebagai kholifah lantaran takut akan terjadi pertumpahan darah di antara kaum muslimin.

Selain alasan tersebut, Ibn Umar menginginkan jabatan kekhalifahan terjadi secara damai seperti terjadi pada saat terpilihnya Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Meskipun pada masa Ali bin Abi Thalib inilah terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan perebutan kekuasaan. Namun bagaimanapun juga, Ali ibn Abi Thalib terpilih secara damai.

Dalam sebuah cerita, Ibn Umar pernah mengatakan, “Tiada sesuatupun yang aku sesali karena tidak aku peroleh, kecuali satu hal, aku amat menyesal tidak mendampingi Ali memerangi golongan pendurhaka.’”

Hal ini karena Ibnu Umar tidak mampu menghentikan peperangan, sehinggga ia menjahui semuanya. Bahkan ada seseorang menggugatnya. Mengapa ia tidak membela Ali dan pengikutnya jika merasa Ali di pihak yang benar, Abdullah bin Umar menjawab, “karena Allah telah mengharamkan atasku menumpahkan darah muslim.”

Pada 51 H, Muawiyyah I melaksanakan ibadah haji, dan mengambil baiat penduduk Mekkah untuk putranya yang bernama Yazid. Kemudian Muawiyyah memanggil Ibn Umar. Setelah Ibn Umar dating menemuinya, Muawiyyah mengatakan, “Wahai Abdullah bin Umar, Anda pernah mengatakan kepada saya, bahwa Anda tidak suka tidur satu malampun yang di dalamnya tidak ada seorang pemimpin. Saya ingatkan kepada Anda, jangan sampai Anda memecah belah kesatuan umat muslimin atau Anda berusaha merusak hubungan mereka.”

Mendengar itu, Ibn Umar membaca Hamdalah, lantas berkata, “Sesungguhnya sebelum Engkau sudah ada beberapa khalifah yang mempunyai beberapa anak, yang anakmu tidak lebih baik dari anak-anak mereka, namun mereka tidak memutuskan memberikan jabatan khalifah pada anak-anaknya, sebagaimana Engkau melakukan pada anakmu. Mereka memberikan kebebasan pada kaum muslimin untuk menentukan pilihan dalam mengangkat khalifah. Sedangkan Engkau memperingatkan aku agar tidak memecah belah kaum muslimin. Saya tidak akan pernah melakukan itu. Sesungguhnya saya adalah salah satu dari sekian banyak kaum muslimin. Jika mereka sepakat dalam satu perkara, maka saya akan bersama mereka. Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”

Setelah berkata demikian Ibn Umar pergi meninggalkan Muawiyyah I.
Ibn Umar pernah dicalonkan sebagai khalifah, namun beliau mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih seluruh kaum muslimin tanpa paksaan. Jika bai’at dipaksakan di bawah ancaman pedang, ia akan menolak. Sebenarnya Ibn Umar sudah memahami kondisi saat itu. Sudah pasti syarat yang dia ajukan tak akan terpenuhi. Kaum muslimin sudah terpecah menjadi beberapa kelompok.

Penalakan Ibnu Umar yang demikian halus, ternyata ada yang menanggapi dengan kesal. Sekelompok orang yang menginginkan Ibn Umar menjadi khalifah itupun, lantas mengatakan pada Ibnu Umar demikian, “Tak seorangpun lebih buruk perlakuannya terhadap umat manusia, kecuali kamu.” Ibn Umarpun menjawab, “Kenapa? Demi Allah aku tidak pernah menumpahkan darah mereka, tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah-belah persatuan mereka.”

Merekapun menjawab, “Seandainya kamu mau menjadi khalifah, tak seorangpun akan menentang.” Lagi-lagi Ibn Umar menjawab dengan halus, “Saya tak suka seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.’

Saat usianya 70 tahun, Marwan seorang gubernur Madinah menemuinya dan mintanya untuk menjadi khalifah. Ketika itu khalifah ada di tangan Muawiyyah II, cucu dari Muawiyyah I. Nama lengkapnya Muawiyyah bin Yazid bin Muawiyyah. Marwan mengatakan pada Ibnu Umar, “Ulurkan tangan Anda agar kami berbai’at. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpin.”

Lagi-lagi Ibn Umar menjawab, “lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang yang tidak mau?” Jawab Marwan, “Kita gempur mereka sampai mau berbai’at.” Ibn Umar pun secara tegas mengatakan, “Demi Allah aku tak sudi dalam umurku yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku.”

Mendengar jawaban ini, Marwanpun berlalu, dan melontarkan syair, “Api fitnah berkobar sepeninggal Abu Laila, dan kerajaan akan berada di tangan yang kuat lagi perkasa.” Abu laila yang dimaksudkannya ialah Muawiyah bin Yazid.

Pada kesempatan yang berbeda Ibn Umar menyatakan, “Siapa yang berkata marilah shalat, akan aku penuhi. Siapa yang berkata marilah menuju kebahagiaan, akan aku turuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan, marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya, maka saya katakan tidak!”

Ibnu Umar melanjutkan perkataannya, “Kita melakukan perang semata-mata hanya untuk agama kita dan semata bagi Allah. Tetapi sekarang, apa tujuan kita berperang? Aku sudah mulai berperang semenjak berhala berhala memenuhi Masjidil Haram dari pintu sampai ke sudut sudutnya, hingga akhirnya semua menghilang. Sekarang, apakah aku akan memerangi orang yang mengucapkan “la ilaha illa Allah”?

*) Sumber rujukan, Shahih

Share:

Al-Qur’an dan Tangis Seorang Pemuda Beriman

TERDENGAR kabar sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbali, bahwa ada seorang muridnya yang selalu bangun malam dan mengkhatamkan Al-Qur`an secara sempurna hingga terbit fajar. Kemudian dilanjutkan dengan sholat shubuh.

Imam Ahmad ingin mengajarkannya cara mentadabburi Al-Qur`an. Datanglah ia kepada muridnya itu, kemudian berkata: “Aku dengar kamu melakukan ini dan itu?

“Ya,” jawab murid tersebut.

“Kalau begitu, coba nanti malam kamu lakukan seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan, tapi saat membaca Al-Qur`an, bayangkan kamu membacanya di hadapanku. Atau seakan-akan aku mengawasi bacaanmu,” kata Imam Ahmad.

Keesokan harinya, datanglah si murid, dan Imam Ahmad bertanya hasilnya,

“Aku hanya bisa membaca 10 juz saja,” jawab sang murid.

“Coba nanti malam baca Al-Qur`an seakan-akan kamu membacanya di hadapan Rasulullah SAW,” kata Imam Ahmad kepada sang murid.

Keesokan harinya si murid datang lagi dan berkata, “Ya imam, aku hanya sanggup membaca juz ‘amma saja.”

“Nah sekarang, cobalah nanti malam kamu baca Al-Qur`an seakan-akan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla,” kata Imam Ahmad memerintahkan muridnya kembali.

Sang murid terkejut diperintahkan seperti ini.

Keesokan harinya, sang murid datang kepada Imam Ahmad dengan mata bengkak akibat menangis tadi malam.

Imam Ahmad pun bertanya,”Apa yang kamu lakukan anakku?”.

Sang murid menjawab sambil menangis, “Ya Imam, demi Allah, sepanjang malam aku tidak bisa menyempurnakan bacaan surat al-Fatihah,” kata sang murid. []

Redaktur: Eppi Permana Sari

tulisan ini disadur dari https://www.islampos.com/al-quran-dan-tangis-seorang-pemuda-6764/
Share:

Minggu, 10 April 2016

BAHAYA MENUDUH FASIQ ATAU KAFIR


bahaya memanggil dengan kafir atau fasiq

عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ

Dari Abu Dzar, dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada orang yang bukan bapaknya padahal ia tahu (kalau itu bukan bapaknya), kecuali dia telah kufur. Barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan haknya, berarti dia tidak termasuk golongan kami dan hendaklah ia menempati tempat duduknya dari api neraka. Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh. (HR. Imam Bukhari no. 3317, Imam Muslim no. 214)

Sabda Rasulullah yang artinya: Tidak ada seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada orang yang bukan bapaknya padahal ia tahu, kecuali dia telah kafir
.
Mengakui orang lain sebagai orang tua kandung, padahal bukan orang tuanya termasuk dosa besar. Kebiasaan seperti banyak dilakukan oleh orang kafir Quraisy pada zaman dulu untuk mencari popularitas. Kemudian kebiasaan ini dilarang oleh agama Islam. Bahkan dalam hadits di atas, perbuatan seperti ini dianggap sebuah kekufuran. Kata kufur disini mengandung dua makna. Pertama, kafir yang sebenarnya jika perbuatan ini dianggap halal. Dan makna kedua, yaitu kufur (tidak bersyukur) terhadap nikmat, kebaikan, hak Allah dan hak orang tua.

Kekufuran yang disebutkan dalam hadits ini bukanlah kekufuran yang mengakibatkan seseorang murtad dari agama ini. Kata kufur disini, bermakna sama dengan kata kufur yang terdapat dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Aku diperlihatkan neraka, tiba-tiba (aku lihat) kebanyakan penghuninya adalah perempuan yang kufur. Beliau ditanya,”Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab,”Mereka kufur kepada suami dan kebaikannya. Jika engkau berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka selama setahun, kemudian melihat sesuat yang mengecewakan, dia akan berkata,’Saya tidak pernah melihat kebaikanmu sedikitpun’. [HR Bukhari].

Rasulullah menjelaskan kata kufur disini dengan kufur kepada suami dan kebaikan.[1]

Jadi orang yang mengakui orang lain sebagai bapaknya, padahal dia tahu itu bukan bapaknya, maka dia telah kufur terhadap orang tuanya. Padahal orang tuanya merupakan orang yang paling berhak padanya. Orang tuanya telah melahirkan, mendidik dan memeliharanya. Karenanya Allah meletakkan kewajiban bersyukur kepada kedua orang tua setelah kewajiban bersyukur kepada Allah. Sebagaimana firmanNya,

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ

Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. [Luqman :14 ]

Sabda Rasulullah SAW yang artinya : Barangsiapa yang mengakui yang bukan haknya, berarti dia tidak termasuk golongan kami dan hendaklah ia menjadikan tempat duduknya dari api neraka.

Kata da’wa ( الدعوى ) , maksudnya seseorang mengakui sesuatu sebagai miliknya, haknya atau yang sejenisnya.

Sedangkan menurut syar’i, da’wa adalah mengaku berhak atas sesuatu yang sedang berada dalam tanggungan seseorang, atau berada di tangan orang lain atau yang sejenis nya.

Dalam masalah pengakuan ini, terdapat juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,

لَوْ أُعْطِيَ النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ وَلَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعَى

Kalau seandainya orang-orang itu diberi sesuai dengan pengakuan mereka, tentu mereka akan mengaku berhak atas darah atau nyawa orang dan harta orang, akan tetapi wajib atas orang yang mengaku mendatangkan bukti.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ

Penuduh wajib mendatangkan bukti dan orang yang tertuduh wajib bersumpah. [HR Tirmidzi].

Mengenai sabda Beliau, hendaklah dia menempati rumahnya dari api neraka, para ulama berpendapat, bahwa ungkapan itu berkisar antara do’a Beliau atau pemberitahuan. Tetapi dengan lafadz perintah. Imam Nawawi mengokohkan pendapat yang kedua, Beliau berkata, ”Itu pendapat yang paling jelas diantara dua pendapat.”

Sabda Rasulullah yang artinya: Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda,

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan. [HR Bukhari]

Dua hadits di atas menjelaskan kepada kita bahaya ucapan kafir. Tuduhan kafir yang ditujukan kepada seorang muslim, pasti akan tertuju kepada salah satunya, penuduh atau yang dituduh.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

Apabila ada seseorang yang mengkafirkan saudaranya (seiman-red) maka salah satu dari keduanya akan tertimpa kekufuran. [HR Muslim].

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, “hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan (berarti orang yang dituduh menjadi kafir); jika tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang yang menuduh. [HR Muslim].

Jika panggilan itu keliru, artinya orang yang dipanggil kafir tidak benar kafir, maka kata kafir akan kembali kepada orang yang memanggil. Wal iyadzu billah. Jika benar, maka dia selamat dari resiko kekafiran atau kefasikaan, namun bukan berarti ia selamat dari dosa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.[2]

Apakah menjadi kafir penuduh kafir ataukah tidak? Para ulama berbeda pendapat.

Pertama, Dia menjadi kafir jika diikuti dengan keyakinan halalnya mengkafirkan orang muslim.

Kedua, yang kembali ke penuduh ialah dosa mencela dan mengkafirkan saudaranya.

Ketiga, hal ini (dikafirkan) ialah haknya orang-orang Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin (karena melakukan dosa besar, pent). Pendapat ini dinukil oleh Qhadhi Iyadh dari Imam Malik bin Anas. Namun pendapat ini dilemahkan oleh Imam Nawawi, karena menurut pendapat yang shahih sebagaimana ucapan banyak ulama dan para pen-tahqiq, bahwa orang Khawarij tidak boleh dikafirkan, seperti juga semua ahlul bid’ah tidak boleh dikafirkan.

Keempat, bahwa perbuatan mengkafirkan itu akan menyeret kepada ke-kufuran. Maksudnya, perbuatan ini (merusak kehormatan kaum muslimin dan mengkafirkan tanpa alasan yang benar), dapat menyeret pelakunya kepada kekufuran. Pendapat ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Awanah.

وَإِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَ إِلاَّ فَقَدْ بَاءَ بِالْكُفْرِ

Jika kenyaataannya sebagaimana ucapannya (maka dituduh kafir) dan jika tidak benar, maka dia kembali dengan membawa kekufuran.

Kelima, bahwa yang kembali kepada penuduh ialah dosa mengkafirkan. Bukan kekufuran yang hakiki, tapi hanya dosa mengkafirkan, karena mengkafirkan saudaranya. Maka seakan-akan mengkafirkan dirinya sendiri atau mengkafirkan orang yang sama dengannya.[3]

Singkat kata, perkataan seperti ini sangat berbahaya untuk diucapkan. Sudah sewajarnya (seharusnya) kita berhati-hati menggunakan kalimat tersebut. Janganlah terburu-buru menggunakan kata kafir, fasiq atau yang sejenisnya. Karena kekufuran merupakan hukum syar’i yang berdasarkan nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah. Janganlah mengkafirkan seseorang, kecuali yang telah dikafirkan oleh Allah dan RasulNya. Mengkafirkan seseorang karena perbedaan pendapat atau karena emosi merupakan dosa besar.

Waallhu a'lam




[1] Lihat Syarah Shahih Muslim, 2/237
[2] Fathul Bari, Kitabul Adab, 12/84
[3] Lihat Syarah Shahih Muslim, oleh Imam Nawawi, 2/237
Share:

Minggu, 14 Februari 2016

SETAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN (Saebuah Kajian Tematik)

Secara redaksional ayat-ayat tentang Setan dalam al-Qur’an ditemukan kurang lebih 92 ayat. 33 ayat merupakan ayat-ayat Madaniyah dan 59 ayatnya lagi merupakan ayat-ayat Makkiyah, dan terkumpul dalam 9 surat Madaniyah dan 25 surat Makkiyah. Semua terhitung baik yang menggunakan lafadz Syaiṭān atau yang sinonim seperti al-Ṭaghūt [1]dan al-Waswas.[2] Setan oleh al-Qur’an diucapkan dengan lafadz “syaiṭān atau al-syaiṭān”, hal ini tentu tidak mengherankan karena al-Qur’an sendiri merupakan bahasa arab.  Artinya tulisan "Setan" itu adalah dipakai untuk bahasa Indonesia, sedangkan al-syaiṭān adalah bahasa Arab yang merupakan bahasa asli al-Qur’an.[3]

Akan tetapi, kata al- syaiṭān dalam al-Qur’an tidak selalu dimaksudkan pada pengertian Setan secara khusus, seperti yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 14.[4] Adapun lafadz “شياطينهم” dalam ayat ini merupakan jama’ taksir dengan ṣighat atau bentuk munthah al-jumū’[5] dari lafadz “شيطان”. Arti “شياطينهم” menurut para ulama adalah pemimpin dan pembesar atau kepala mereka yang terdiri atas kalangan pendeta yahudi, pemimpin-pemimpin kaum musyrik dan kaum munafik. Pendapat ini dikatakan oleh Imam As-Saddi dari Abu Malik. Imam Qatadah juga berpendapat demikian. Tetapi menurut Imam ad-Dahhak dan Imam Mujahid, “شياطينهم” artinya adalah teman-teman mereka dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang musyrik.[6]

Setan juga berasal dari kata:شَيْطَانًا- يَشْطُنُ -شَطَنَ ang berarti = jauh (artinya adalah jauh dari rahmat Allah). Disamping itu, dalam gramatika bahasa Arab jia sebuah kata atau lafadz yang diakhiri dengan alīf dan nūn adalah menunjukkan makna “jauh yang teramat sangat”.

Kata Setan juga berarti  = رُوْحٌ شَرِيْرٌ  (ruh yang sangat jahat)

=  الْخَبِيْثَةُ الْحَيَاةُ (kehidupan yang buruk)

= مُفْسِدٌ مُتَمَرِّدٌ (pendurhaka yang perusak)[7]

Sedangkan menurut istilah, Setan sebagaimana pendapat Fazlur Rahman adalah personifikasi yang diruju’ al-Qur’an untuk mewakili kekuatan jahat yang ada di muka bumi ini.[8] Syeikh Ibrahim Abdul Alim menyatakan, bahwa Setan adalah nama untuk semua yang membangkang dari bangsa Jin dan Manusia.[9] Menurut Muhammad Asad, bahwa di dalam al-Qur’an sebetulnya Setan dapat dipahami sebagai kekuatan spiritual atau sesuatu yang tidak mempunyai raga.[10]

Adapun keseluruhan jumlah ayat tentang Setan dalam al-Qur’an berjumlah 92. Delapan belas (18) di antaranya menggunakan lafadz [11]شياطين dan yang tujuh puluh empat (74) sisanya dengan menggunkan lafadz شَيْطَانًا.[12] Sementara 33 ayatnya merupakan ayat-ayat Madaniyah dan 59 ayatnya lagi merupakan ayat-ayat Makkiyah.

A.  Setan Menurut Al-Qur’an.

       Dalam keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an terkait, bahwa entitas Setan adalah berbeda dengan Jin, Iblis, Malaikat atau pun Manusia. Jika Jin, Iblis, Malaikat dan Manusia dijelaskan secara eksplisit tentang bahan penciptaannya, yakni Jin[13] dan Iblis[14] tercipta dari api, Malaikat tercipta dari cahaya, Manusia tercipta dari tanah,[15] dan Hewan tercipta dari air, [15.1] maka Setan tidak disebutkan berasal dari ketiganya. Ia begitu abstrak cendrung simbolik. Ia bukanlah sebuah eksistensi apalagi berbentuk fisik. Tapi ia tidak lebih dari sebuah karakter dan sifat yang melekat pada dua sosok hamba Allah, yakni Jin dan Manusia.

       Oleh al-Qur’an Setan dipersonifikasikan pada kekuatan jahat yang ada di dunia ini,[16] Tidak patuh dan jauh dari segala hal kebaikan. Ia durhaka kepada Allah dengan kebiasaan mencuri dengar kabar dari langit dari para malaikat, padahal Allah sangat melarang hal tersebut, sehingga Allah pun menjadikan bintang-bintang (meteor) sebagai alat untuk menghalau Setan dengan melemparinya dan menjaga langit agar Setan tidak lagi mencuri dengar informasi langit.[17]

       Selain itu, Setan juga memiliki sifat inkar dan kafir kepada Allah SWT., kafir terhadap nikmat-nikmat Allah. Suka berfoya-foya menghamburkan nikmat Allah tanpa manfaat.[18] Lupa akan kewajibannya, dimana kesempatan yang telah diberikan Allah bahwa pada awalnya ia merupakan hamba yang taat, akan tetapi karena kekafirannya, kemudian membuatnya inkar dan tidak mau berinfak dijalan-Nya.

       Setan juga merupakan pemimpin bagi orang-orang musyrik,[19] dengan menjadikan berhala sebagai sesembahan mereka,[20] dan menjadikan thaghut atau membuat segala bentuk sesembahan selain Allah dengan manhaj-manhaj, syari’at, tata nilai dan norma-norma lain selain yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.[21]

       Ia senantiasa akan selalu berupaya untuk menyesatkan orang yang sakit hatinya.[22] Ia akan menghalang-halangi Manusia untuk beriman dengan menghias kesesatan dan memperjelek kebenaran sehingga Manusia merasa berada dalam petunjuk-Nya.[23] Padahal hal itu hanyalah bujukan dan tipuan Setan semata, Seperti apa yang telah ia perbuat terhadap Nabi Adam dan siti Hawa,[24] di mana keduanya akhirnya terkelincir dari rahmat Allah dan diturunkan ke bumi. Setan juga memperpanjang angan-angan Manusia dengan janji-janji kosong dan palsu,[25] sehingga jikalau mereka dalam keadaan lengah dan lalai, maka sangat mudah sekali bagi Setan membisikkan ke dalam hatinya larut dalam keadaan was-was dan gundah gulana.[26] Ingatlah, bahwa Setan adalah pelopor serta penggiring pada kemaksiatan atas orang-orang yang kafir,[27] baik kufur iman atau kufur nikmat. Oleh karena itu kalau pun mereka menafkahkan harta-hartanya, maka pasti hal itu dilakukan dengan tidak ikhlas dan ingin dipuji ataupun diperhatikan orang lain (riya’).[28] Maka dari itu semua, pantaslah bagi Setan dijadikan sebagai musuh yang nyata bagi Manusia.[29]

       Namun demikian, meski ia merupakn musuh nyata manusia, bukan berarti ia entitas terpisah dari manusia itu sendiri. al-Qur’an mengatakan, bahwa setan adalah termasuk dari golongan Jin dan Manusia, sebagaiman yang terlampir dalam surat al-Nas ayat 6. Artinya, ia musuh karena unsur-unsur negativitasnya sebagaimana Manusia bisa saja menjadi musuh bagi manusia lainnya, karena hal-hal dan karakter negatifnya.

B.  Informasi Surat Makkiyah dan Madaniyah Tentang Ayat-ayat Setan

       Menurut hasil perhitungan penulis terdapat beberapa surat al-Qur’an yang di dalamnya memuat terma tentang setan, tapi sebetulnya membahas topik-topik tertentu. Di antaranya terdiri dari empat (4) surat madaniyah dan dua puluh (20) surat makkiyah, yang seluruhnya terhitung 24 (dua puluh empat) surat. Namun yang menjadikan luar biasa, bahwa pemisahan keduanya mempunyai penekanan masing-masing. Di dalam surat-surat madaniyah, lebih membahas tentang tema-tema besar, urgen dan mengandung makna bersayap, sedangkan dalam surat-surat makkiyah lebih menyentuh pada segala aspek kehidupan dan lebih detail. Berikut ulasannya:

1.        Surat Madaniyah

       Adapaun dalam surat-surat madaniyah ini, di antaranya adalah membahas tentang: pertama; tentang Munafik. Setelah ditelusuri ternyata ayat-ayat yang membahas tentang orang-orang munafik adalah lebih banyak terdapat di surat-surat madaniyah. Dari jumlah 9 surat dan 30 ayat, hanya ada satu surat makkiyah serta satu ayat makkiyah[30] saja selebihnya merupakan surat madaniyah.[31]

       Itu artinya bahwa terma larangan munafik itu lebih ditekankan pada periode madinah. Sebagaimana dalam sebuah ayat disebutkan bahwa orang-orang madinah adalah sangat munafiknya.[32] Hal ini tentu menjadi wajar karena pada masa ini Islam telah memperoleh kejayaan sehingga banyak di antara non-Muslim yang berpura-pura masuk islam untuk mencari simpati semata.[33] 

       Kedua; tentang Musyrik. Terdapat dalam 14 surat dan 26 ayat tentang hal ini. 9 surat  dan 16 ayat di antaranya adalah surat madaniyah,[34] sementara 5 surat dan 10 ayat sisanya meruapakan surat makkiyah.[35] Namun begitu, pembahasan yang terdapat dalam surat makkiyah hanya berupa penyebutan mengenai orang-orang musyrik saja, adapun pembahasan kemusyrikannya tetap dijelaskan disurat madaniyahnya. Bahkan dikatakan orang-orang musyrik memohon dipanjangkan umurnya sampai seribu tahun.[36

       Ketiga; tentang Ikhlas. Terdapat dalam 3 surat dan 4 ayat. Dua surat dan 3 ayat di antaranya adalah surat madaniyah[37] kemudian satu surat dengan satu ayat adalah surat makkiyah.[38] Namun, lagi-lagi bahwa dalam ayat makkiyah hanya berkisar pada penyebutannya saja bukan tetang pembahasan tentang ikhlas itu sendiri.

       Artinya, penekanan supaya berlaku ikhlas adalah pada periode madinah, dimana islam pada masa ini telah mengalami kejayaan. Dan sudah seharusnya mengalami kematangan baik lahir maupun batin. Namun, yang menjadi menarik, topik ikhlas di sini masuk pada pembahasan tentang setan. Di mana ikhlas merupakan hal positif, sementara setan adalah simbol segala hal negatif. Tapi, jangan salah setan juga dapat bermetamorfosis pada hal-hal yang dianggap positif sekalipun, sebagaimana akan dibahas dalam sub-bab tersendiri, berikutnya.

       Keempat; tentang Murtad. Terdapat 4 surat dengan 4 ayat dan semuanya merupakan surat Madaniyah.[39] Adapun arti dari murtad sendiri adalah kembali kebelakang atau kepada kekafiran.[40]

       Kelima; tentang Thaghut. Terdapat 4 surat dan 6 ayat, yang 1 surat dan 1 ayatnya merupakan surat Makkiyah[41] dan selebihnya (3 surat dan 5 ayat) adalah surat Madaniyah.[42] Sementara maksud dari lafadz thaghut sendiri ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah S.W.T.[43]

       Keenam; tentang Khamar. Terdapat 4 surat dan 5 ayat, yang terdiri dari 1 surat dan 1 ayat Makkiyah[44] serta terdiri dari 3 surat dengan 4 ayat Madaniyah.[45] Adapun  1 ayat makkiyah tersebut tidak lain adalah ayat tentang kisah teman satu sel Nabi Yusuf yang bermimpi tentang khamar tersebut.[46] adapun makna dari khamar sendiri adalah minuman yang memabukkan yang menyebabkan si pemakai kehilangan kesadarannya. Terkait hukum mengenai khamar al-Qur’an mengharamkannya secara bertahap, namun kemungkinan besar pasca hijrahnya Nabi ia masih dibolehkan meski kemudian diharamkan juga. Hal ini terbukti dengan adanya ayat madaniyah[47] yang tidak menyunggung keharamannya dan oleh para ulama dianggap tahab awal waktu masih dibolehkannya.[48]

Catatan, bahwa munafik, musyrik, murtad, thagut (sesembahan selain Allah), khamar merupakan hal-hal negatif yang berpotensi dilakukan manusia dan jin atas dorongan otomatis oleh nafsu syaithaniyahnya

2.        Surat Makkiyah.

            Adapun beberapa perkara yang meliputi peran Setan dalam surat Makkiyah, sengatlah kompleks dan menyentuh segala aspek kehidupan. Di antaranya; bahwa Setan (yang terdiri dari Manusia dan Jin) adalah musuh para Nabi Allah, memperolok-olok ayat Allah, penipu, membisikkan pikiran jahat, was-was, mengaggap baik perkara buruk, membuat lupa mengingat Allah, suka berbisik-bisik diantara orang banyak, pemboros, pembuat perselisihan, membuat maksiat, menghalangi ke jalan yang benar, membantah tanpa ilmu, menyesatkan, dan sebagainya.[50]

            Jadi pada periodisasi Madaniyah dan Makkiyah tersebut sangat memanifestasikan karakter-karakter kemanusian. Periode Madinah adalah gambaran kejayaan, dimana kejayaan akan menimbulkan masalahnya sendiri yang khas, seperti penghianatan atau kepatuhan, kemunafikan atau monoteis, berterima kasih atau ingkar. Sedangkan periode Mekkah digambarkan dengan masa yang penuh dengan godaan, taqlid buta, gambaran-gambaran majazi dan sebagainya. Artinya, sampai di sini bahwa Setan yang dimaksud oleh al-Qur'an adalah sifat-sifat bukan person

C.  Bentuk-Bentuk Setan dari Masa ke-Masa

Dalam terminologi al-Qur’an, Setan hanya digambarkan dengan sebuah sistem moral dan spiritual yang lebih domain pada hal-hal yang bersifat negatif-destruktif saja, dengan dua pelaku sebgai bagaian dari dirinya sendiri atau merupakan pengaruh dari yang lain. Akan tetapi, tidak demikian dalam perspektif Islam, dalam perspektif perkembangan ilmu pengetahuan, dan pada masa kini. Untuk lebih mempermudah penulis akan memperjelas dengan merincinya sebagai berikut.

1.    Setan dalam Perspektif Islam.

Adapun yang dimaksud di sini, adalah pemaparan hadis-hadis Nabi Muhammad dan pendapat para pakar Islam, yang mana melihat Setan tidak hanya dalam ruang lingkup sifat-sifat buruk dan jahat semata. Akan tetapi lebih jauh, menganggap bahwa Setan sama dengan person, di mana jasad dan karakternya itu real. Maka tak ayal, jika mereka berpendapat bahwa Setan itu beranak, berbapak, berbuyut-buyut dan sebagainya sebagai mana dalam struktur keluarga dan struktus sosial pada Manusia.

Dari Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa Nabi bersabda:

         “Tidak seorangpun di antara kamu yang tidak memiliki Setan sebagai pendampingnya yang bertempat di dalam batinnya.” Mereka berkata, “Dan engkau juga, ya Rasulullah?” Beliau berkata, “Bahkan aku juga, hanya saja Allah telah mendatangi pendampingku, menantangnya dan dia (Setan) telah menjadi Muslim. Sekarang ia hanya mendorongku melakukan kebaikan.”[52]

Dalam hadis ini, salah satu bukti bahwa Setan itu adalah person, bagaimana bukan person sementara dia bisa ditantang oleh Allah dan menjadi muslim?

(sebagian pragraf hilang, yg memuat beberapa hadis bahwa setan juga mempunyai keluarga, terdiri dari bapak, ibu, nenek, kakek, anak, cucu dan sebagainya)

Setan juga dapat bermetamorfosis pada profesi tertentu, sekalipun hal itu adalah posisi baik, seperti pengajar (guru),dan lain-lain. Tidak hanya itu, label Syuhada yang tentunya menjadi suatu hal yang bisa jadi merupakan cita-cita atau harapan setiap Muslim, juga tidak luput dari metamorfosis Setan. Begitu juga, Monoteisme yang menjadi prinsip dalam agama islam, yang menunjukkan penghambaan secara totalitas pada satu Tuhan saja, lagi-lagi hal ini juga tidak luput dari metamorfosis Setan.[53]

Selain itu, Setan bermetamorfosis pada hal-hal ibadah, seperti shalat. Padahal secara tegas di dalam hadis Nabi, bahwa hanya shalat, adzan  Manusia bisa mempertahankan diri dari Setan. Akan tetapi, kenyataannya Setan dapat juga berada dalam diri orang yang sedang shalat. Sehingga tidak sedikit, orang shalat tetapi shalatnya tidak mempengaruhinya dalam kehupan sehari-hari. Kemungkaran terus dilakukan, meskipun shalat juga masih dilaksanakan.[54]

            Hal-hal kesehari-harian juga tidak dapat terlepas dari yang namanya godaan Setan, seperti makan, minum, kebersihan dan lain-lain. Bahkan, Setan juga berada dalam setiap di malam dan di setiap siang Manusia. Tidak terkecuali saat Manusia dalam keadaan tidur pun, Setan tetap bisa mengganggu dalam mimpi-mimpi Manusia. Hanya saja Setan tidak dapat menyerupai Rasulullah saw.[55]

2.    Setan dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Era ilmu pengetahuan (ilmiah) yang dimaksud oleh penulis adalah masa atau jaman dimana Manusia sudah lebih cendrung pada aspek-aspek ilmiah. di mana pada jaman ini penekananya adalah  segala sesuatu yang dapat dianalisis dengan panca indra dan rasionable. Bahwa aspek-aspek spiritual sekalipun pada masa ini mengalami penyesuaian definitif.

Adapun bagian ini, terjadi karena terinspirasi dari karya Hasan Hanafi dan Muhammad ‘Abid Al- Jabiri, yang telah diterjemahkan dengan judul “Membunuh Setan dunia, meleburkan timur dan barat dalam cakrawla kritik dan dialog.” Sebenarnya buku ini tidak spesifik membahas Setan, namun melihat dari judulnya maka penulis menganggap buku ini juga bisa masuk pada tema ini, mengingat adanya unsure-unsur negatif yang ada. Sebagai berikut macam-macanya.

a)    Fundamentalisme

Dalam hal ini, yang dimaksud oleh Hasan Hanafi adalah adanya kesalahan barat dalam mendifinisikan fundamentalisme, bahwa barat telah salah kaprah karena menganggap Al-Ushuli (hal fundamen) adalah al-Ashri (hal kontemporer) ataupun sebaliknya.[56] Padahal kata Ushuliyyah yang merupakan bahasa arab dari kata fundamentalisme, dalam terminologi arab memiliki maknanya tersendiri, yakni kurang lebih adalah orisinal islam. Bukan sebagaimana barat menyebut fundamentalisme menyamakan dengan era kebangkitan islam, dengan mengkoralisakannya pada era kemunculan gerakan Ikhwanul Muslimin, era Al-Afagani dan Muhammad Abduh, serta pan-islamisme dan lain-lain.[57]

Sehingga dengan kesalahan ini, secara serta merta malah menjadi momok yang menghawatirkan bagi beberapa umat islam sendiri. Mereka menjadikan barat sebagai yang tertuduh sebagai orientalis, perusak moral dan punya niat terselubung untuk menghancurkan islam. Salah satu contoh dengan sistem demokrasi, kapitalisasi, komunis, dan lain-lain. Dan semua itu adalah negatif-distruktif sama dengan intrik dan tujuan utama Setan.

b)   Sekularisme

Al-Ilmaniyyah atau sekularisme menurut Syubli Syamil, Ya’qub Sharuf, Farah Anthoin, Nicolay Haddad, Salama Musa, Waliyuddin Yakun, Louis ‘Iwadl dan lain-lain memporandakan sekularisme barat dalam arti pemisahan agama dengan Negara. Agama adalah urusan Allah dan Negara adalah urusan bersama.[58] Hal semacam ini pernah terjadi pada masa Kristen ortodoks, dimana ada pemisahan antara agama dengan Negara atau otoritas religius dengan ototritas politik.[59]

Bagi gerakan Islam, hal diatas diekspresikan dalam bentuk penolakan terhadap segala bentuk sekularisme yang sebenar-benarnya dan menghubungkannya dengan weternisasi yang mengandung unsure kolonialisme dan missionari.[60]

Tentunya berbeda dengan Islam, yang bukan gereja untuk dipisahkan dari Negara.[61] Islam menganut sistem al-Hakimiyah (supermasi hokum Allah) dengan menjadikan Syari’at Positif (segala perbuatan yang terkonstruksi dan terstruktur dalam realitas) dan Syari’at Taklif  (perbuatannya jelas dengan unsur al-Bulugh, Taklif dan Kifayah ) sebagai pedoman baik secara eksplisit maupun implisit. Dan menjadikan Maqashid al-Syar’i sebagai ‘Illah al-Hukmiyah.[62]

c)    Liberalisme

Al-Libraliyah atau Liberalisme menurut Hasan Hanafi telah menepati posisi tetrtentu dalam pemikiran kita, mempengaruhi dalam rangka menuntaskan kerinduan akan sebuah kebebasan dan pembebasan. Seorang libral lebih banyak dipuji, walaupun ia seorang borjuis kecil maupun besar,  atau walaupun dilakukan atas nama sosialisme dan modernisme. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan murni, bukan kekebasan umum,  yang pada akhirnya akan menghilangkan dua hal positif secara bersamaan, yaitu kebebasan dan sosialisme.[63] Di mana kenyataannya Liberalisme adalah kata lain untuk intimidasi, penjara terhadap tokoh-tokoh, siksaan bagi pencintanya, kerusakan primordial, konspirasi untuk kepentingan sesaat, pengabdian kepada barat, tumbuhnya kekuasaan minoritas atas mayoritas, kekuasaan modal atas hokum dan lain-lain.[64]

d)   Modernisme

Secara subtansial, modernisme adalah sebuah pemberontakan terhadap tradisi masa lampau, yang terdiri atas tradisi masa lampau dan masa kini, guna menciptakan bentuk tradisi baru.[65]

Menurut Muhammad Abid al-Jabiri bahwa modernisme saat ini adalah modernism agresif-total, sehingga kalau anda tidak segera mengantisipasinya, atau bekerja keras untuk memberikan kontribusi karya di dalamnya, atau paling sedikitnya, untuk mengetahui proses keberlanjutannya dalam kenyataan dan privasi anda, maka anda akan disingkirkan olehnya, atau digusur dari kenyataan anda sendiri, atau dipinggirkan dan diposisikan di wilayah marJinal di luar area masa kini dan masa yang akan dating, dengan merenungkan masa lampau, atau akan menjerumuskan anda ke dalam masa lampau tersebut.[66]

Oleh karena itu, maka fundamentalisme, sekularisme, liberalisme, dan modernisme dianggap bagian dari noktah-noktah hidup yang dapat mempengaruhi kehidupan nurani manusia melenceng bahkan bertolak-belakang dari tabiat sesungguhnya. Dan ini pun bagian dari tujuan Setan dengannya.

3.    Setan dalam Perspektif Masa Kini

Lebih jauh, sampai pada era global seperti sekarang ini, tentu semakin banyak aspek-aspek dan jalan-jalan Setan yang tersebar serta mudah ditemui, bahkan tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi diri juga. Corak globalisasi yang paling tampak adalah perkembangan tekhnologi yang semakin tak terkontrol, seperti Handphone, televisi, PS, dan lain-lain. Sehingga bermunculan pun akses-akses baru, seperti internet, game online, facebook, twitter dan sebagainya. Di mana semua itu dirasa tidak baik dampaknya terutama bagi kaula muda.

Menurut krimonolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala, Sudaryanto dari data yang diperoleh mengatakan, bahwa pada 2008 ada 4.000 anak Indonesia yang mengakses materi pornografi di internet kemudian meningkat menjadi 16.000 pada 2011.[67] Dari ini, bisa kita bayangkan di tahun 2015 ini sudah meningkat jadi berapa banyak, apalagi dengan semakin mudah dan makin murahnya alat ada, seperti handphone, laptop, wifi dan lain-lain dengan segala kecanggihanya. Dan semua itu, bisa menjadi Setan bagi dirinya sendiri karena membawanya pada perbuatan maksiat.[68]

Selain efek kecanggihan teknologi dapat menghantarkan pada kemaksiatan, masih banyak lagi dampak negatif yang lain, yakni kasus penipuan[69] baik materiil maupun psikologis. Pada tahun 2011 lalu terjadi kasus penipuan yang berawal dari perkenalan difacebook, kemudian melanjutkannya kejenjang pernikahan. Berselang beberapa bulan kemudian baru terungkap bahwa ternyata telah terjadi perkawinan sejenis.[70] Sedangkan dilain waktu, kepolisian membongkar aksi penipuan yang dilakukan lewat jejaring telepon, dan diperkirakan menelan kerugian Rp. 224 juta.[71]

Efek selanjutnya adalah kecanduan dan melampaui batas, seperti contoh kasus kecanduan game online sama dengan kecanduan narkoba, yang mengakibatkan lupa[72] pada segala-galanya, lupa belajar, lupa tidur, lupa sekolah atau kuliah bahkan bisa jadi juga shalat dan beribadah.[73] Pada 23 februari 2011 di china, telah terjadi kematian yang diakibatkan bermain game di internet selama tiga hari berturut-turut tanpa makan dan tidur.[74]

Selain itu, berdampak juga pada merebaknya kejahatan[75] dan perbuatan merugi.[76] Pada 2013 lalu, terjadi kasus eksploitasi anak dengan praktik wisata seks anak melalui webcam atau webcam child sex tourism (WCST). Bagi Sudaryanto, selaku Country Manager Terre des Hommes untuk Idonesia, mengatakan bahwa kejahatan ini harus segera ditindak lanjuti, karena berpotensi akan lebih meningkat lagi.[77]

Sementara itu, bermain terlalu sering bermain game akan merugikan bagi kesehatan tubuh Manusia. Adapun efeknya adalah kelelahan mata, wasir atau ambeien, berkurangnya metabolism tubuh, makan dan istirahat menjadi tidak teratur, dan sindrom carpal tunnel atau cedera otot tangan ditandai dengan kesemutan, mati rasa, kelemahan serta kerusakan otot pada pergelangan tangan dan jari.[78]

Berikutnya, selain petaka dari kecanggihan sebuah tekhnologi adalah isu-isu yang cukup menyita banyak perhatian dalam beberapa tahun trakhir ini, terutama bagi rakyat Indonesia, yakni isu koruptor. Isu korupsi atau koruptor sebenarnya bukan isu baru, ia telah lama ada dan terjadi diberbagai Negara di dunia. Makna dasar korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.[79] Dilihat dari hal ini, menunjukkan bahwa korupsi mengandung perbuatan-perbuatan Setan, begitupun dengan kutipan berikut ini.

Dalam Islam oleh para ulama terdapat beberapa istilah yang dikaitkan dengan istilah korupsi, diantaranya adalah Ghulūl (penggelapan),[80] Risywah (suap), Ghaṣab (mengambil hak orang lain), Sāriqah (pencuri),[81] dan Khiyanat (penghianatan).[82] Dan yang terahir ini, yang dianggap oleh mayoritas ulama mazhab Syafi’iyyah lebih cocok untuk istilah korupsi. Sedangkan menurut K.H Musthafa Bisri (GusMus), bahwa korupsi adalah al-Fasād (kerusakan).[83]

Selain yang telah disebutkan di atas, tentunya masih banyak lagi contoh-contoh dan prilaku-prilaku menyimpang yang tidak dapat dipaparkan semua dalam tulisan ini. Penyimpangan, kemaksiatan, kejahatan dan sebagainya bahkan bisa kita lihat serta dapat kita jumpai tiap detik, menit, maupun jam, dengan berbagai macam bentuknya. Lagi-lagi hal tersebut terjadi karena faktor pontensitas shyaithaniyah yang ada dalam diri Jin dan Manusia.

D.  Antara Setan, Iblis, Jin dan Manusia Dalam Al-Qur’an

Sebuah kejahatan pertama kali dimulai oleh Iblis,[84] ia merupakan gambaran dari sebuah kesombongan, kecongkakan dan kedengkian pertama kali.[85] Bentuk kecongkakan Iblis adalah pembangkangannya terhadap perintah Allah, dan salah satu bentuk kedengkiannya adalah argumentasinya tentang keengganannya bersujud kepada Nabi Adam a.s. ia berasumsi bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam. Ia menganggap Nabi Adam hanyalah Manusia yang diciptakan dari tanah liat kering sedangkan ia diciptakan dari api.[86]

Kisah Iblis terbilang spesial dan unik, karena al-Qur’an mengkhususkan sekenario ceritanya pada konteks tertentu, yakni pada proses awal mula penciptaan Nabi Adam a.s sebagai khalifah di muka bumi.[87] Al-Qur’an seakan-akan ingin menunjukkan sesuatu dibalik cerita tentangnya, entah apa?. Iblis hanya digambarkan sebagai entitas congkak, sombong dan dengki. Ia bukan penggoda, bukan pembuat kerusakan, bukan makhluk yang menyesatkan dan lain-lain. Karena yang demikian adalah perbuatan Setan. Hal ini, dapat dibuktikan dengan salah satu surat al-Baqarah ayat 36 berikut:

        Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu[89] dan dikeluarkan dari Keadaan semula. (QS. Al-Baqarah: 36)

Padahal ayat ini masih berkaitan dengan kisah Iblis, hanya saja ayat ini menceritakan keadaan Nabi Adam dan Siti Hawa yang telah tergoda oleh bujuk rayu Setan. Namun demikian, bukan berarti keduanya adalah makhluk yang berbeda. Iblis adalah nenek moyang Setan.[90] Iblis dan Setan adalah sejenis, yang membedakan adalah apakah Iblis mengganggu Manusia atau tidak?, kalau mengganggu Manusia maka ia disebut Setan, tetapi kalau diam maka ia dinamakan Iblis.[91] Sedangkan Jin sendiri adalah nenek moyang Iblis.[92] Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Iblis adalah dari Jin, firman Allah: 

        Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,[93] Maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan Jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-Kahfi: 50)

Sementara itu, kaitan antara Manusia dengan Jin adalah lebih pada eksistensitas kemakhlukannya, bahwa keduanya diciptakan oleh Allah dengan tanggung-jawab dan beban yang sama, yaitu agar menghambakan diri dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala.[94] konsekuensi logis dari realitas kemakhlukan secara otomatis akan mengarahkan pada dua potensitas yang kontradiktif, jika tidak positif maka berarti negatif. Maka dari itu, ada Jin yang baik, ada Jin yang jahat. Begitupun dengan Manusia, ada Manusia yang baik dan ada Manusia yang jahat. Sebagian mereka ketika diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an, maka ada di antara mereka yang menjadikannya sebagai petunjuk.[95] Tetapi, sebagaian dari mereka juga ada yang mempunyai hati, namun tidak dipergunakannya untuk memahami, mempunyai mata tapi tidak dipergunakan untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan.[96]

Al-Qur’an juga menggambarkan hubungan keduanya dalam kondisi timbal-balik dan seperti harmonis. Dalam sebuah ayat dijelaskan, bahwa sebagian dari Jin ada yang menjadi pekerja Nabi Sulaiman dengan izin Allah.[97] begitu pun dalam ayat lain, Allah berfirman: bahwa ada beberapa orang laki-laki di antara Manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara Jin.[98] Namun, yang paling intens dari keduanya adalah mereka sama-sama berpotensi menjadi Setan dalam arti makhluk yang berbeda dengan sejenisnya karena kejahatannya.[99] Sebuah ilustrasi implisit yang mengesankan digambarkan oleh Allah dalam al-Qur’an sebagai berikut:

Pertama: tentang Iblis (merupakan makhluk dari jenis Jin) yang disimbolkan sebagai karakter sombong, congkak, dengki dan tidak mahu terima seandainya Nabi Adam beserta keturunannya menikmati gemerlapnya surga atau dunia begitu saja. Sehingga Iblis sempat pernah memohon kepada Allah untuk menangguhkan siksa-Nya hingga terjadi kiamat kelak. Sikap ini juga ditunjukkan oleh orang-orang yahudi dan nasrani (makhluk dari golongan Manusia), bahwa mereka sekali-kali tidak terima seandainya orang-orang islam tidak ikut jejak mereka atau Imam Nawawi mengatakan tidak ikut agama dan qiblat mereka,[100] sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an:

        Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah: 120)

Kedua: Iblis (makhluk dari jenis Jin) yang pada awalnya merupakan makhluk yang istimewa, dia sangat pandai, mirip malaikat, bahkan malaikat sebelumnya menyampaikan hasil catatannya kepada Allah tidak secara langsung tapi memalalui Iblis dan Iblis yang menyampaikan langsung kepada Allah. akan tetapi, kemudian Iblis berparangai buruk dan tidak mematuhi perintah Allah.[101] Nabi Adam (bapak seluruh Manusia) juga demikian, ia awalnya mendapat kedudukan istimewa sampai-sampai para seniornya saja, seperti Iblis dan para malaikat diperintahkan bersujud kepadanya. Hanya saja, seperti halnya Iblis ia juga melakukan kesalahan yang fatal, sehingga Allah pun menghukumnya dengan mengeluarkannya dari surga dan menurunkannya ke bumi.[102] Namun bedanya dengan sang senior adalah Nabi Adam langsung bertaubat kepada Allah dan Allah pun menerima taubatnya, sebagaimana firman-Nya: 

        Kemudian Adam menerima beberapa kalimat[103] dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 37)

Ketiga: Setan (makhluk dari golongan Jin dan Manusia) adalah musuh yang nyata bagi Para Nabi Allah, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu, sebagaimana firman Allah ta’ala: 

        Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) Manusia dan (dan jenis) Jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (Maksudnya Setan-Setan jenis Jin dan Manusia berupaya menipu agar tidak beriman kepada Nabi). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An’am: 112)[104]

Keempat: Jin dan Manusia sama-sama mendapatkan utusan dari Allah dalam menyampaikan agama Allah yang luhur kepada mereka, sebagaimana firman-Nya: 

        Hai golongan Jin dan Manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri Kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.(QS. Al-An’am: 130)

Jadi dengan beberapa gambaran ayat-ayat di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa Manusia dan Jin memiliki hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan atau merugikan dan berada dalam posisi yang sama di sisi Allah subhānahū wa ta’ālā. Adapun yang menguntungkan adalah sebagaimana fakta pada Nabi Sulaiman, di mana kenyataannya Jin tunduk dan patuh kepada Nabi Sulaiman atas izin Allah.

Selain itu, hal yang berbau mistis adalah realitas yang terjadi bahkan sampai saat ini, yakni jalan-jalan yang ditempuh oleh sebagian Manusia untuk memuaskan keinginannya, sehingga tidak segan-segan menggunakan segala cara termasuk dengan sihir, yakni tipu muslihat mengalihkan sesuatu dari wujud yang sebenarnya kepada keadaan yang lain,[105] di mana dalam praktik ini tentu melibatkan Jin.[106] Dan masih banyak lagi bukti ayat-ayat tentang harmonisasi keduanya yang tidak bisa penulis ketengahkan seluruhnya, karena alasan subtansi dan ruang penulisan agar tidak terlau penuh. Tetapi yang pasti hubungan timbal-balik yang terjadi lebih dominan merujuk pada hal yang negatif, yang paling akbar adalah kesyirikan.[107]

Namun begitu, meskipun dalam aspek yang sangat sederhana keduanya bisa dikompromikan. Akan tetapi, tetaplah keduanya berada dalam alam yang berbeda, Jin berada dalam ruang ghaib.[108] Muhammad Isa Dawud mengatakan, Jin adalah jenis, “yang tertutup”, atau “yang tersembunyi”, ia adalah makhluk yang berakal, berkehendak, sadar dan punya keawajiban.[109]  sedangkan Manusia hidup dalam dunia nyata, dunia yang bisa disaksikan dengan panca indra. Jin dengan keghaibannya, ia dapat dikategorikan pada nenek moyang Iblis atau “Setan”, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Kamudian Manusia dengan keadaan yang dimikinya, ia merupakan makhluk yang bisa saja terkontaminasi oleh sifat-sifat “Setan” sebagaimana jin.

kesimpulannya, Setan dalam al-Qur’an merupakan suatu simbol kejahatan yang terjadi di muka bumi. Jin dan Manusia sebagai aktor nyata bagi berbagai kehancuran dan kerusakan yang terjadi di muka bumi ini. Jin dengan term sihirnya,[110] sedangkan Manusia menjadi faktor atas gejala-gejala alam yang semakin memprihatinkan.[111] Mereka saling mempengaruhi satu sama lain, saling membantu satu sama lain. Sehingga sebagai balasan yang setimpal dan paling adil terhadap ulah mereka berdua, maka Allah akan menjebloskan mereka ke dalam neraka-Nya secara bersama-sama.[112] atau ke surga-Nya.
----------------------------------------------------------------------------
[1] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 42
[2] Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi  (QS. Al-Nas: 4)
[3]“Aku mencintai bahasa arab karena tiga hlm: karena aku orang Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa penduduk Surga.” (HR: Thabrani, dishahihkan oleh Imam as-Suyuthi dalam Jamiu Shagir-nya).
[4] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 3
[5] Shighat Munthah Al-Jumu’ adalah setiap jama’ yang setelah alif taksirnya terdiri dari dua atau tiga huruf, seperti contoh “دراهم ودنانير”. Keterangan ini di ambil dari kitab Al-Duruus Al-Nahwiyah karya Hifni Nasif (Iskandariyah: Darul-‘aqidah, 2007), hlm. 405
[6] Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz ke-1, terjemah (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2000) hlm, 257-258
[7] http://jalan-menuju-hidayah.blogspot.com/2009/05/pengertian-Setan.html - yang di ambil dalam sebuah Artikel online, pada tanggal 8 Juni 2015
[8] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an, (Skripsi, 2014) hlm. 51
[9] Syaikh Ibrahim Abdul Alim, Rujukan Lengkap Masalah Jin dan Sihir, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005) hlm. 29
[10] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an, (Skripsi, 2014) hlm. 50
[11] Muhammad Fu’adi Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufarras Li Alfādi Al-Qur’ānu Al-Karīm, (Mesir: Madba’ah Dāru al-Kutūb, 1364 H) hlm. 384
[12] Muhammad Fu’adi Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufarras Li Alfādi Al-Qur’ānu Al-Karīm, (Mesir: Madba’ah Dāru al-Kutūb, 1364 H) hlm. 383-384
[13] Dan Kami telah menciptakan Jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS. Al-Hijr: 27)
[14] Maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan Jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. (QS. Al-Kahfi: 50)
[15] Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang Manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (QS. Al-Hijr: 28)
[15.1] "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Surah An-Nur: 45)
[16] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an, (Skripsi, 2014) hlm. 51
[17] Dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari Setiap syaitan yang sangat durhaka, syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) Para Malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi Barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (QS. Ash-Shaffat: 7-10)
[18] Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Israa’: 27)
[19]Sesungguhnya kekuasaanNya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS. Al-Nahl: 100)
[20] Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhlma, dan (dengan menyembah berhlma itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka (QS. Al-Nisaa’: 117)
[21] Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. Al-Nisaa’: 76)
[22] Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong Manusia. (QS. Al-Furqan: 29)
[23] Dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghlmangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. Al-Zukhruf: 37)
[24] Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-A’raaf: 27)
[25] Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, Padahlm syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (QS. Al-Nisaa’: 120)
[26] Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada Manusia (QS. Al-Nas: 4-5)
[27] Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (QS. Maryam: 83)
[28] Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada Manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, Maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. (QS. Al-Nisaa’: 38)
[29] Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (QS. Al-Fathir: 6)
[30] Lihat Surat Al-Ankabut: 11 (Surat Makkiyah)
[31] Lihat Surat Al-Taubah: 101, 67, 73, 79. Al-Ahzab: 60, 73, 48, 24, 17, 12, 1. Al-Hadid: 13, 14. Al-Fath: 6. Ali Imran: 167. Al-Hasyr: 11, 12, 16. Al-Munafiqun: 1, 7, 8. Al-Nisa’: 88, 142, 140, 61, 145, 138 (Surat-surat Madaniyah).
[32] Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang Munafik dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (QS. Al-Taubah: 101)
[33] Baca Surat Al-Baqarah Ayat 13-20.
[34] Lihat Surat Al-Taubah: 113, 17, 28. Al-Baqarah: 22, 105, 96, 135. Al-Ma’idah: 82. Ali Imran: 95, 67. Al-Nahl: 35. Al-Bayyinah: 6, 1. Al-A’raf: 37. Al-Hajj: 17. Al-Fath: 6 (Madaniyah).
[35] Lihat Surat Al-Syu’ara: 13. Al-An’am: 161, 105, 14, 137, 106. Al-Hijr: 94. Yunus: 108, 105. Al-Saffat: 9 (Makkiyah).
[36] Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang Musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 96)
[37] Lihat surat Al-Taubah: 91. Al-Nisa’: 146, 125 (Madaniyah).
[38] Lihat Surat Yunus: 105 (Makkiyah).
[39] Lihat Surat Al-Ahzab: 14. Al-Baqarah: 217. Ali Imran: 144. Al-Ma’idah: 54 (Madaniyah).
[40] Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (Murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 144)
[41] Lihat Surat Al-Zumar: 17 (Makkiyah).
[42] Lihat Surat Al-Nisa’: 60, 51, 76. Al-Baqarah: 256. Al-Nahl: 36 (Madaniyah).
[43] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), 2007) hlm. 124
 [44]  Lihat Surat Yusuf: 41 (Makkiyah).
[45] Lihat Surat Al-Baqarah: 219. Al-Maidah: 90-91. Muhammad: 15 (Madaniyah).
[46] Hai kedua penghuni penjara: "Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku)." (QS. Yusuf: 41)
 [47] Lihat Surat Al-Nahl: 67 (Madaniyah).
[48] Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Juz 6, alih bahasa Ahmad Rijali Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) hlm. 474
[49] Lihat Surat Al-Anfal: 1, 41. Al-Hasyr: 6 (Madaniyah).
[50] Lihat Surat Al-An’am: 112, 68, 121. Al-A’raf: 27, 20, 201, 200. Al-Syu’ara’: 221. Father: 6, 8. Al-Mujadilah: 10, 19. Al-Isra’: 27, 53, 64. Matyam: 83. Al-Anbiyaa’: 82. Shaad: 37. Al-Zuhruf: 37. Al-Hajj: 3, 53. L-Kahfi: 63. Al-Nahl: 99-100. Al-Mulk: 5. Al-Furqan: 29. Luqman: 21. Al-Shaffat: 7. Al-Mu’minun: 97 (Makkiyah).
[51] Peter J. Awn, Tragedi Setan, Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 66
[52][52] Peter J. Awn, Tragedi Setan, Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 67
[53] Peter J. Awn, Tragedi Setan, Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 189
[54] Peter J. Awn, Tragedi Setan, Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 70
[55] Peter J. Awn, Tragedi Setan, Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 70
[56] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 55
[57] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 54-61
[58] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 70
[59] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 68
[60] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 71
[61] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 74
[62] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 71-72
[63] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 94
[64] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 96
[65] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 113
[66]Hassan Hanafi dan Muhammad Abid Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 114
[67].http://nasional.kompas.com/read/2013/11/07/1237040/Waspadai.Predator.Anak.di.Indonesia yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015.
[68] Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (QS. Maryam: 83)
[69] Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan (QS. Al-A’raf: 27)
[70].http://megapolitan.kompas.com/read/2011/04/01/18065138/Sial.Ternyata.Istriku.Berkelamin.Pria . yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[71].http://metro.tempo.co/read/news/2012/03/16/064390565/Begini-Cara-Komplotan-Penipu-Beraksi-via-Telpon . yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[72] Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am: 68)
[73]https://rinaldimunir.wordpress.com/2013/02/01/kecanduan-game-online-bagaikan-narkoba/ - yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[74]http://www.memobee.com/main-game-ol-3-hari-tanpa-henti-seorang-pria-tewas-2051-news.html - yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[75] Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 169)
[76] Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi. (QS. Al-Mujaadalah: 19)
[77].http://nasional.kompas.com/read/2013/11/07/1237040/Waspadai.Predator.Anak.di.Indonesia - yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[78] http://tekno.liputan6.com/read/453922/dampak-buruk-main-game-bagi-kesehatan - yang di ambil dalam sebuah kabar berita online, pada tanggal 8 Juni 2015
[79] Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang: IKAPI Jatim, 2005) hlm. 1-2
[80] http://richohandoko.wordpress.com/2011/02/13/analisa-hukum-korupsi-qiyas/ - yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[81] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2005), Hlm.82
[82] http://an-nuur.org/2011/05/korupsi-dalam-tinjauan-fiqih-islam/ - yang di ambil dalam sebuah Artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[83] https://twitter.com/gusmusgusmu/status/95669728961499137 - yang di ambil dalam sebuah media online twitter, pada tanggal 8 Juni 2015
[84] Ibnu Jauzi, Talbisu Iblis: Perangkap Setan, alih bahasa Kathur Suhardi, cet. 3 (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014), hlm. 44
[85] Abdul Hamid Al-Bilali, Dari Mana Masuknya Setan (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 29
[86] Allah berfirman: "Apakah yang menghlmangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab Iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al-A’raaf: 12)
[87] Lihat: (QS. Al-Kahfi: 50), (QS. Al-Hijr: 32, 36, 39), (QS. Al-Shaad: 74-75), (QS. Al-A’raaf: 11, 12, 14, 16), (QS. Al-Isyra: 61-62), (QS. Al-Baqarah: 34)
[88] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 6
[89] Adam dan hawa dengan tipu daya syaitan memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan keduanya keluar dari surga, dan Allah menyuruh mereka turun ke dunia. yang dimaksud dengan syaitan di sini ialah Iblis yang disebut dalam surat Al Baqarah ayat 34 di atas.
[90] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 59
[91] Md. Ali Alhamidy, Godaan Setan cet. Ke 4 (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1976), hlm. 10
[92] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 59
[93] Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
[94] Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat: 56)
[95] Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan Jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (QS. Al-Ahqaaf: 29)
[96] Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raaf: 179)
[97] Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)[ Maksudnya bila Sulaiman Mengadakan perjalanan dari pagi sampai tengah hari Maka jarak yang ditempuhnya sama dengan jarak perjalanan unta yang cepat dalam sebulan. begitu pula bila ia Mengadakan perjalanan dari tengah hari sampai sore, Maka kecepatannya sama dengan perjalanan sebulan.] dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. dan sebahagian dari Jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. (QS. Saba: 12)
[98] Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara Manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara Jin, Maka Jin-Jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (QS. Al-Jin: 6)
[99]  Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz ke-8, terjemah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm. 5
[100] Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani: Hubungan Antara Agama Menurut Syeikh Nawawi Banten (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2007), hlm. 98
[101]  Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 60
[102] Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS. Al-Baqarah: 36)
[103]  Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Tuhan yang diterima oleh Adam sebahagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertaubat.
[104] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), 2007) hlm. 142
[105] Wahid Abdussalam Baly, Ilmu Sihir dan Penangkalnya: Tinjauan Al-Qur’an, Hadis dan Ulama. Dialih bahasakan oleh Tb. Ade Asnawi Shihabuddin cet. 2 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1996), hlm. 1
[106] Dan mereka mengikuti apa [Maksudnya: Kitab-Kitab sihir] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir)] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahlm Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada Manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[Para mufassirin berlainan Pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang Malaikat itu. ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang saleh seperti Malaikat dan ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti malaikat] di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri]. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 102)
[107] Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan Jin itu sekutu bagi Allah, Padahlm Allah-lah yang menciptakan Jin-Jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan (Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak seperti orang Yahudi mengatakan Uzair putera Allah dan orang musyrikin mengatakan Malaikat putra-putra Allah. mereka mengatakan demikian karena kebodohannya). Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. (QS. Al-An’am: 100)
[108] Muhammad Umar Jiau al-Haq, Mencermati Alisan Sesat (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2009), hlm. 152
[109] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 19
[110] Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, Itulah yang sihir, Sesungguhnya Allah akan Menampakkan ketidak benarannya" Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan. (QS. Yunus: 81)
[111] Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Al-Rum: 41)
[112] Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat Jin dan Manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), Dia mengutuk kawannya (menyesatkannya). (QS. Al-A’raf: 38)
Share:
TERIMA KASIH