السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Selasa, 14 Februari 2017

TAQWA MENURUT AL-QUR'AN

Taqwa, arti dasarnya adalah takut. Menurut ulama sederhanaya adalah melakukan apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi larangan-laranganNya. Sedangkan menurut al-Qur’an, taqwa adalah iman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, menginfaqkan harta atau menunaikan zakat, beriman kepada kitab-kitab Allah yang terdahulu hingga al-Qur’an, dan beriman kepada hari akhirat. Allah berfirman:

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون, وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

(yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (QS. Al-Baqarah: 2-4)

Adapun contoh yang paling akurat dalam hal ini, adalah para Nabi dan para sahabat. Nabi Muhammad saw yang jelas-jelas ma’sum, yakni terlepas dari segala dosa serta sudah pasti dimasukkan kesurganya Allah. Namun, intensitas ibadah beliau tetap istiqamah. Bahkan dalam sebuah riwayat dikatakan, pernah lama sujud dan ruku’nya Nabi saat shalat malam, panjangnya sama ketika saat berdirinya. Padahal berdirinya, beliau membaca surat al-baqarah, al-nisa’ dan al-anfal.

Begitu pun para sahabat, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali binAbi Thalib, Zubair, Thalhah dan lain-lain. Mereka semua telah didoakan oleh Rasulullah agar dimasukkan ke surga. Artinya, mereka juga telah mendapat jaminan surga. Namun, mereka dikenal hingga sekarang dengan ibadah-ibadah dan ketaatannya yang kuat.

Oleh karenanya, kedudukan taqwa lebih tinggi dari pada konsepsi ketakutan kepada Allah yang lain, seperti khauf,  khasyyah dan termasuk kegiatan ibadah-ibadah yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 102:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Al-Maidah: 102)

Ayat ini menekankan umat Islam agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan hakNya taqwa. Padahal Imam pengarang kitab Nashaih al-Diniyah mengungkapkan; bahwa hak Allah sangat luas memenuhi segala apa yang ada dilangit maupun yang di bumi. Umur-umur manusia seandainya seluruhnya dihabiskan dengan maksud memenuhi hak Allah. Maka segala upaya tersebut sama sekali tidak akan memenuhinya, saking besar dan luasnya hak Allah.

Himbauan untuk bertaqwa dalam al-Qur’an jumlahnya sangat banyak sekali, lebih dari pada ayat-ayat tentang khauf dan khasyyah (lihat di mu’jam al-Mufarras). Dari perbedaan jumlah ini, juga menunjukkan bahwa taqwa itu lebih utama dari keduanya. Taqwa sangat penting karena ia adalah pakaian yang lebih baik. frimaNya:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. al-A’raf: 26)

Taqwa juga adalah bekal terbaik, firmanNya:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal. (QS. al-Baqarah: 197)

Bahwa sifat pemaaf adalah mendekatkan pada ketaqwaan, firmanNya:

وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan pemaafan kalian itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan. (QS. al-Baqarah: 237)

Bahwa keadilan lebih dekat kepada taqwa, firmanNya:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (QS. al-Maidah: 8)

Bahwa hamba yang mulia disisi Allah adalah mereka yang taqwa, firmanNya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujarat: 13)

Bahwa Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa, firmanNya:

بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِين

Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran: 76)

Bahwa ketaqwaan akan menghapus kesalahan, firmanNya:

ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (QS. al-Thalaq: 5)

Bahwa ketaqwaan dapat memberi jalan keluar atau solusi dan rizki yang tak terduga, firmanNya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا, وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. al-Thalaq: 2)

Bahwa Allah adalah pelindung atau wali bagi orang-orang yang bertaqwa, firmanNya:

وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ

Dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Jatsiyah: 19)

[(Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang setema dengan ayat-ayat di atas, hanya saja agar tidak terlalu banyak, maka penulis tidak cantumkan semua)]

Sementara itu, al-Qur’an hanya menyandingkan taqwa dengan khasyyah saja, tidak dengan khauf juga. Begitu al-Qur’an menjelaskan bahwa orang yang taqwa dialah yang khasyyah kepada Allah. firmanNya:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. al-Nur: 52)

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ , الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ

Serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedangkan mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. (Al-Anbiya: 48-49).

Kemudian yang paling penting, bahwa balasan atau tempat-tempat di akhirat bagi orang-orang yang bertaqwa sangat banyak dan mulia, di antara salah satunya termaktub dalam firmanNya berikut ini:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (QS. al-Hijr: 45)

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي ظِلَالٍ وَعُيُونٍ ,وَفَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata air-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini. (Dikatakan kepada mereka), (QS. al-Mursalat: 41-42)

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ

Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. (QS. al-Qalam: 34)

[(Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang tidak bisa disebutkan di sini agar tidak terlalu memenuhi halaman ini)]

Maka dari itu, kejarlah keagungan taqwa tersebut, lakukanlah kiat-kiatnya. Tentu memang tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Tidak ada yang mustahil didunia ini, itulah janji Allah. Allahu akbar walillah al-hamd.

Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Share:

Sabtu, 04 Februari 2017

FATWA MUI YANG MANA YANG KITA BELA?

FATWA MUI, sejak kelahirannya tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah banyak mengeluarkan fatwa, lebih-lebih untuk produk-produk makanan, minuman dan sebagainya, yang kemudian dikenal dengan lebel MUI. Terkait Fatwa-fatwanya, MUI juga tidak luput dari yang namanya kontroversi, pro-kontra bahkan dari para ulama Indonesia sendiri.

Pada tahun 2016,  sejak momentum aksi 411 (4, November, 2016) ditambah lagi aksi 212 (2, Desember, 2016), MUI sepertinya secara luas telah mendapatkan simpati masyarakat Indonesia. Hal ini terkait, Fatwanya tentang Ahok yang dinyatakan telah menistakan Agama Islam, karena Ucapannya pada ceramah dinasnya di kepulauan seribu, dan membuat geram mayoritas umat Islam.

Sebagai bukti kegeraman mereka, umat Islam dihimbau bersatu untuk sebuah aspirasi yakni mempenjarakan sang penista Agama, Basuki Cahya Purnama atau Ahok.  Bahkan mereka membentuk satuan organisai yang diberi nama Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF), tentu yang dimaksud disini adalah fatwa MUI, dengan Ustadz Bahtiar Natsir sebagai ketuanya. Bahkan Front Pembela Islam (FPI) yang semula apatis terhadap Fatwa MUI, karena larangan dan tidak adanya toleransi atas aksi sweeping yang sering dilakukan mereka sebelum-sebelumnya.  Namun, kali ini FPI lah yang secara frontal pasang dada terdepan mengawal fatwa MUI tersebut.

Tak ayal, reaksi FPI yang dianggap represif  dalam membela Agama Islam. Membuat Masyarakat mulai banyak terpikat dan menyatakan diri ikut atau sekedar mendukung kiat –kiat FPI. Mulai sabang sampai meraoke, apapun suku, bahasa dan golongannya. Mereka satu suara dibelakang FPI mengwal fatwa MUI. Dan realitas ini telah mafhum dan menyebar luas ditengah-tengah masyarakat.

Namun, ada beberapa hal yang belum mendapat perhatian. Jika memang mereka berkometmen membela dan menjunjung Fatwa MUI. Sudah kah mereka tidak merokok? Tidak menguploud Foto Istrinya di medsos? Sudahkah tidak ada Polisi tidur di sekitarnya? Sudahkah menghindari kebijakan BPJS? Dan sebagainya. Karena semua hal tersebut merupakan fatwa-Fatwa MUI yang semestinya turut di bela, dikawal serta diikuti. Kecuali yang dimaksud membela Fatwa MUI lebih sebuah dukungan moril dan tendensius semata.

Adapun inilah beberapa daftar fatwa MUI yang popular dan mesti diikuti:

Fatwa haram rokok.
Fatwa haram sms berhadiah.
Fatwa haram mengucapkan selamat natal.
Fatwa haram Golput.
Fatwa haram infotainment.
Fatwa haram memilih pemimpin non-muslim.
Fatwa haram BPJS.
Fatwa haram wanita bersuami pajang foto di Medsos
Fatwa haram Polisi Tidur.
Dan sebagainya

Wallahu a'lam
Share:

Kamis, 02 Februari 2017

20 MUTIARA HIKMAH MBAH. KIAYI MAEMUN ZUBAIR


1. Wong Yahudi iku biyen gelem mulang angger dibayar, tapi akehe kiyai saiki ngalor ngidul karo rokoan ora gelem mulang nak ora dibayar, gelem mulang angger dibayar: Orang Yahudi dulu mau mengajar kalau dikasih uang, tetapi kebanyakan kyai sekarang mondar-mandir sambil rokoan tidak mau mengajar kalau tidak dikasih uang.

2. Wong neng dunyo iku ono bungahe lan ono susahe, kabeh iku supoyo biso dadek’ake parek marang Allah, Tapi nak neng akhirat nak susah susah tok rupane nang neroko, tapi nak seneng yo seneng tok rupane neng suargo:
Orang di dunia itu ada yang senang dan ada yang susah. Semua itu supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah, tetapi kalau di akhirat susah terus yaitu ketika di Neraka, dan senang terus ketika di Surga.

3. Kanggone wong islam nak susah yo disabari nak bungah disyukuri: Untuk orang Islam ketika susah disabari dan ketika senang disyukuri.

4. Apik-apik’e dunyo iku nalikone pisah antarane apik lan olo. Sakwali’e, elek-elek’e dunyo iku nalikone campur antarane apik lan olo. Mulane apik iku kanggone wong Islam, lan elek iku kanggone wong kafir: Bagusnya dunia itu ketika pisah antara bagus dan jelek, sebaliknya jeleknya dunia itu ketika campur antara bagus dan jelek.

5. Apik-apik’e wong iku taqwo marang Allah yoiku ora ngelakoni doso mboh iku doso cilik utowo doso gede kabeh iku di tinggal: Bagus-bagusnya orang itu ialah orang yang bertaqwa, yaitu tidak mau melakukan dosa, baik dosa kecil maupun besar semuanya ditinggal.

6. Zaman akhir iku senengane podo ngatur pangeran. yaiku podo akeh-akehan istighosahan koyo-koyo demo marang pangeran: Zaman akhir itu banyak orang yang mendemo Tuhan yaitu dengan cara Istighosah, seolah-olah seperti mengatur Tuhan.

7.Ngandikone bapakku :
 ﺣََِﻔَﻂ َﺷُﻴﺌﺎ ﻭﻏﺎ ﺑﺖ ﻋﻨﻪ ﺍ
ﺷﻴﺎﺀ
akehe wong iku ngertine pekoro siji liyane ora
ngerti koyo dene wong haji ngertine mong bab kaji, pembangunan masjid yo iku tok, ora ngerti bahwa sodakoh iku yo ono wong miskin mbarang:
Ayah saya pernah mengatakan bahwa banyak orang yang tahu perkara satu tetapi yang lain tidak diketahui, seperti halnya orang tahunya hanya bab haji saja, atau shodaqoh pembangunan masjid saja, tetapi tidak tau bahwa sodaqoh itu juga ada yang buat fakir miskin.

8.Nak wong ahli toriqoh utowo ahli tasawuf iku ora ono bedone doso iku gede utowo cilik podo bae kabeh didohi: Kalau orang Ahli Toriqoh atau Tasawuf tidak ada bedanya dosa itu baik besar atau kecil semuanya ditinggalkan.

9.Wong iku seng apik ora kena nyepeleake doso senajan cilik, lan ora keno anggak karo amal senajan akeh amale:
Orang itu yang bagus ialah tidak menyepelekan dosa meskipun kecil dan tidak sombong ketika punya amal meskipun banyak.

10. Dunyo iku dadi tepo tulodone neng akhirat:
الدنيا مراة في الاخرة (Dunia itu menjadi contoh atau cermin di akhirat).

11. Ngalamate Qiamat iku angger wong tani iku wes aras-arasen tani, mergo untunge iku sitik: Termasuk tanda Qiyamat itu orang sudah malas untuk bertani, karena untungnya sedikit.

12. Gusti Allah iku gawe opo bae mergo sebab awae dewe 'kembang seberat mekar dewe': Allah itu membuat apa saja sebab diri sendiri 'Bunga berat berkembang sendiri.

13. Nabi bersabda : ﺍﻧﻜﻢ ﺳﺘﻤﺼﺮﻭﻥ ﺍﻣﺼﺎﺭﺍ seng artine kuwe kabeh ko bakal gawe kota dewe-dewe, Wong sugih iku ko bakal gawe kota dewe-dewe, wong mlarat iku podo gawe deso dewe-dewe. artinya “Bahwasannya nabi telah bersabda yang artinya: Orang kaya itu akan membuat kota sendiri-sendiri, sedangkan orang Miskin nanti akan membuat desa sendiri-sendiri.

14. Endi-endi barang iku bakale ilang. Wong mangan daging eyo bakale ilang, tapi ono seng ora ilang, iyoiku barang seng ora ketok koyo dene ruh, kang ora sebab opo-opo, langsung pepareng soko Allah ora melalui proses:
Semua barang itu akan hilang, orang makan daging juga akan hilang dagingnya, tetapi ada yang tidak hilang yaitu Ruh, ini pemberian lansung dari Allah tanpa proses.

15. Wali iku nak katok iku wes ora disiplin wali, masalahe wali iku ora keno kanggo conto, asale tingkahe iku selalu nulayani adat:
Yang namanya Wali kalau kelihatan itu sudah tidak disiplin Wali, karena Wali itu tidak boleh dicontoh, karena tingkahnya selalu berselisih dengan kebiasaan.

16. Alamate wali iku wes ora biso guneman karo menungso, masalahe wong nak guneman karo menungso iku yo ora biso dzikir karo Allah:
Tanda wali itu sudah tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena kalau berdiskusi dengan manusia biasanya tidak bisa dzikir dengan Allah.

17. Barang yen positif iku ora katon , bisone katon iku angger ono negatif, koyo kuwe biso reti padang yen wes weruh peteng, wong biso ngerti Allah angger wes ngerti liyane Allah: Sesuatu yang bagus itu tidak kelihatan, dan akan kelihatan ketika ada yang tidak bagus, contoh kamu tau terang kalau sudah gelap, dan kamu tau Allah ketika kamu tau selain Allah.

18. Wong iku yen solat bengi kok ajak-ajak iku berati ora pati ikhlas, masalahe mbengi iku wayah turu, lah wong solat iku kudune soko karepe dewe:
 Orang ketika salat malam mengajak-ajak berati itu menandakan tidak begitu ikhlas, karena waktu malam itu waktu istirahat, kalau mau salat memang dari keinginan diri sendiri.

19. Sepiro senenge tangi soko kubur, iku sepiro enakke neng alam akhirat:
Seberapa senangnya orang bangun dari kubur, seberapa senangnya di akhirat.

20. Wong naliko metu soko wetenge simbok iku kudu susah, tapi yen wong metu soko dunyo alias mati iku kudu roso seneng, iki alamate wong seng bakal urip seneng:
Orang ketika keluar dari kandungan sang Ibu harus susah, sedangkan keluar dari dunia yaitu meninggal harus senang ini alamatnya orang akan senang.
Share:

KLASIFIKASI MANUSIA MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Al Ghazali pernah membagi manusia menjadi empat (4) golongan;
Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri: Seseorang yang Tahu (berilmu), dan dia Tahu kalau dirinya Tahu.
Orang ini bisa disebut ‘alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat hati.

“Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,” ujarnya.

Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri: Seseorang yang Tahu (berilmu), tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu.

Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat.

Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri: Seseorang yang tidak tahu (tidak atau belum berilmu), tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu.

Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar.

Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat.

Keempat, Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri: Seseorang yang Tidak Tahu (tidak berilmu), dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu.

Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa.

Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat.

Semoga kita terhindar dari golongan yang buruk. Amiin!
Share:

KHATBAH IED SEBELUM SHALAT

Dulu, ketika Marwan bin Mu’awiyyah menjadi khalifah, khutbah hari raya dilakukan sebelum shalat hari raya. Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata kepadanya, Shalat Hari Raya hendaklah dilakukan sebelum membaca khutbah. Kemudian Abu Said al-Khudri berkata, ‘Sungguh, orang ini telah menetapkan sebagaimana yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman. [Shohih Muslim]

Mengenai khalifah yang menetapkan untuk melakukan khutbah sebelum shalat hari raya, terjadi perbedaan pendapat. Berkata Qadhi ‘Iyyad bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa yang pertama kali melakukannya adalah Sayyidina Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu, ada yang mengatakan Sayyidina Umar bin Khaththab rodhiyallohu ‘anhu. Ada pula yang mengatakan bahwa yang pertama kali melakukannya adalah Mu’awiyyah, dan ada pula yang mengatakan Sayyidina Abdullah bin Zubair. Hal itu dilakukan karena saat itu orang-orang lebih mengutamakan shalat, dan kurang memperhatikan isi khutbah. Terlepas dari siapa yang pertama kali melakukan itu, berkhutbah sebelum shalat hari raya merupakan perkara bid’ah, dan saat itu ada shahabat-shahabat terkemuka seperti Abu Sa’id al-Khudri. Kenapa mereka membiarkannya?
Share:

NAJISKAH KOTORAN DAN AIR KENCING HEWAN?

Siapa yang tidak mengenal perbedaan pendapat (di kalangan ulama), berarti hidungnya belum mencium bau fiqih”, demikian pernyataan Qatadah sebagaimana diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi di kitabnya.[1] Pernyataan ini relevan untuk menunjukkan luasnya pembahasan fiqih di setiap babnya. Hampir setiap bab fiqih melahirkan beberapa pembahasan yang diperselisihkan di kalangan ulama. Dan pembahasan tentang kenajisan kotoran dan air kencing hewan pun tak luput dari perbedaan pendapat ini.

Dari kajian singkat dan terbatas yang saya lakukan, saya temukan tiga pendapat terkait kenajisan kotoran dan air kencing hewan ini, yaitu: (1) seluruhnya najis, baik hewan tersebut boleh dimakan dagingnya maupun tidak boleh dimakan, (2) kotoran dan air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya hukumnya suci, sedangkan yang tidak boleh dimakan hukumnya najis, (3) seluruhnya suci.[2] Dari pendapat ketiga (yang menyatakan seluruhnya suci), ada yang mengecualikan kotoran dan air kencing anjing dan babi.[3]

Berikut argumentasi mereka masing-masing:[4]

1. Seluruh Kotoran dan Air Kencing Hewan Hukumnya Najis

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibn Hazm dari kalangan Zhahiriyah.

Kalangan ini menggunakan kemutlakan dalil-dalil berikut ini:

قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Artinya: “Seorang Arab dusun berdiri lalu dia kencing di masjid. Orang-orang berusaha menahannya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada mereka, ‘Biarkan dia, dan siramlah bekas air kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan, dan tidak diutus untuk membuat kesulitan’.”[5]

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Salah satunya disiksa karena tidak menjaga diri dari air kencing, dan satunya lagi karena suka menyebarkan perkataan bohong/fitnah’.”[6]

Dua hadits di atas dan hadits-hadits lain yang semisal yang menunjukkan najisnya air kencing mereka anggap tidak hanya terbatas pada air kencing manusia, tapi mutlak untuk manusia maupun untuk hewan.

Ada hadits lain yang semakin menguatkan pendapat pertama ini, yaitu:

أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَأَخَذَ الحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ هَذَا رِكْسٌ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat buang air besar, lalu beliau memerintahkanku (‘Abdullah ibn Mas’ud) membawakan tiga buah batu untuk beliau. Aku menemukan dua buah batu, dan aku mencoba mencari batu yang ketiga namun tidak menemukannya, sehingga aku mengambil kotoran hewan yang sudah kering. Kemudian aku membawa semua itu ke hadapan Nabi, dan beliau mengambil dua buah batu itu dan membuang kotoran hewan yang telah kering tersebut, kemudian beliau berkata, ‘ini adalah riksun’.”[7]

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibn Khuzaimah dengan redaksi:

أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ ائْتِنِي بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجَرَيْنِ وَرَوْثَةَ حِمَارٍ فَأَمْسَكَ الْحَجَرَيْنِ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ وَقَالَ هِيَ رِجْسٌ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang air besar, lalu beliau bersabda, ‘Berikanlah saya tiga buah batu’, dan aku (‘Abdullah ibn Mas’ud) hanya mendapatkan dua buah batu dan kotoran keledai yang sudah kering, kemudian Nabi menerima dua buah batu itu dan melemparkan kotoran kering tersebut, seraya berkata, ‘dia adalah rijsun’.”[8]

Kata ‘riksun’ dan ‘rijsun’ menurut pendapat pertama ini bermakna najis, dan ini berlaku umum untuk seluruh hewan, baik yang dagingnya tidak boleh dimakan maupun yang boleh dimakan.

Dalam Kifayah al-Akhyar, Taqiyuddin al-Hushni asy-Syafi’i menyatakan bahwa telah terdapat ijma’ tentang najisnya kotoran dan air kencing hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, dan kotoran dan air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya diqiyaskan pada hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya tersebut karena keadaannya yang sama-sama kotor dan menjijikkan.[9]

2.  Kotoran dan Air Kencing Hewan Yang Boleh Dimakan Dagingnya Hukumnya Suci, Sedangkan Yang Tidak Boleh Dimakan Hukumnya Najis

Ini merupakan pendapat Malikiyah, Hanabilah, Muhammad ibn Hasan dan Zufar dari kalangan Hanafiyah serta Ibn Khuzaimah, Ibn al-Mundzir, Ibn Hibban, al-Ishthakhri dan ar-Ruyani dari kalangan Syafi’iyah. Pendapat ini juga dikemukakan oleh an-Nakha’i, al-Auza’i, dan az-Zuhri.

Kelompok ini berargumentasi dengan hadits berikut ini:

 قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا المدِينَةَ فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا

Artinya: “Sejumlah orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka sakit. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar menyusul sekawanan unta yang menghasilkan air susu, dan memerintahkan mereka untuk meminum air kencing dan susunya.”[10]

Hadits ini menunjukkan sucinya air kencing unta, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang ‘Urainah untuk meminumnya saat mereka sakit. Hadits ini juga menjadi dalil –bagi yang berpegang pada pendapat kedua ini– atas sucinya seluruh air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya dengan mengqiyaskannya pada unta yang memang termasuk hewan yang boleh dimakan dagingnya.

Ibn Hazm yang mendukung pendapat pertama membantah penggunaan hadits ini sebagai dalil sucinya air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya. Menurut beliau, hadits ini berbicara tentang pengobatan orang sakit. Dan pengobatan terhadap sakit merupakan keadaan darurat, dan keadaan darurat membolehkan seseorang makan dan minum sesuatu yang haram yang mereka perlukan. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْه

Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa saja yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.”[11] ()

Namun pernyataan Ibn Hazm dan pendukungnya ini dibantah oleh Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhah. Dalam kitab al-Jaami’ li Ahkaam ash-Shalaah, beliau menyatakan bahwa kondisi idhthirar itu berbeda dengan kondisi sakit. Kondisi idhthirar adalah kondisi dimana seseorang sudah merasa dekat dengan kematian, misalnya seseorang yang sangat kehausan dan hampir mati karenanya sedangkan di dekatnya tidak ada minuman kecuali khamr, maka ia dibolehkan untuk meminum khamr tersebut. Sedangkan kondisi sakit tidak sama dengan idhthirar. Pada kondisi sakit masih berlaku hukum umum, yaitu haram berobat dengan benda najis atau benda haram. Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhah adalah pendukung pendapat ketiga, yang menyatakan semua kotoran dan air kencing hewan hukumnya suci, namun beliau mengecualikan darinya kotoran dan air kencing anjing dan babi.

Kelompok kedua ini juga menguatkan pendapatnya dengan hadits berikut ini.

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى المسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الغَنَم

Artinya: “Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali shalat di kandang kambing.[12] (al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 56, hadits no. 234. Diriwayatkan juga oleh Muslim, Ahmad, dan yang lainnya dengan redaksi masing-masing)

Menurut kelompok kedua ini, hadits ini juga menjadi dalil atas sucinya kotoran dan air kencing kambing, karena kandang kambing tak mungkin bebas dari kotoran dan air kencing hewan tersebut. Seluruh kotoran dan air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya diqiyaskan pada kotoran dan air kencing kambing.

Terkait dengan hadits ini, ada hadits lain yang menjadi penyanggah pendapat kelompok kedua ini, yaitu:

صَلُّوا فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ وَلَا تُصَلُّوا فِي أَعْطَانِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ

Artinya: “Shalatlah kalian di kandang kambing, dan janganlah kalian shalat di kandang unta, karena unta itu diciptakan dari setan.”[13] (HR. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 1 (t.tp: Daar Ihyaa al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t [Maktabah Syamilah]), hlm. 253, hadits no. 769. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibn Hibban.)

Ibn Hazm menyatakan, jika hadits tentang shalat di kandang kambing menunjukkan sucinya kotoran dan air kencing kambing, maka larangan shalat di kandang unta menunjukkan najisnya kotoran dan air kencing unta. Dan tentu kesimpulan ini membatalkan kesimpulan pendapat kedua. Dan jika larangan shalat di kandang unta adalah karena ia diciptakan dari setan, maka bisa juga dikatakan bolehnya shalat di kandang kambing adalah karena ia merupakan tunggangan surga, sebagaimana dinyatakan oleh sebuah hadits shahih. Dan jika alasannya adalah itu, tentu tidak tepat menjadikan hadits ini sebagai penentu suci atau najisnya kotoran dan air kencing hewan yang boleh dimakan dagingnya.

3. Seluruh Kotoran dan Air Kencing Hewan Hukumnya Suci

Menurut Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhah, pendapat ini dikemukakan oleh asy-Sya’bi dan Dawud azh-Zhahiri, serta cenderung dipegang oleh al-Bukhari. Syaikh Abu Iyas sendiri pun memegang pendapat ini, namun beliau mengecualikan kotoran dan air kencing anjing dan babi. Beliau berpendapat anjing dan babi itu seluruh bagian tubuhnya najis, sehingga kotoran dan air kencingnya tentu najis juga.

Pendapat kelompok ketiga ini senada dengan kelompok kedua dari sisi menyatakan adanya kotoran dan air kencing hewan yang hukumnya suci, namun kelompok kedua mengkhususkannya pada hewan yang boleh dimakan dagingnya saja, sedangkan kelompok ketiga menyatakannya untuk seluruh hewan.

Kelompok ini menyatakan dalil tentang air kencing Arab badui dan orang yang disiksa di kuburnya, khusus hanya bagi air kencing manusia saja. Mereka juga menyatakan bahwa pada dasarnya semua benda itu berstatus suci, sampai ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut:

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ

Artinya: “Dan Dia telah menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya.”[14] (al-Jasiyah: 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di bumi dan di langit seluruhnya untuk manusia, artinya kita boleh memanfaatkan dan menggunakannya. Karena itu, status asal suatu benda adalah suci, kecuali ada dalil yang menajiskannya.

Terkait kotoran dan air kencing hewan, menurut kelompok ini tidak ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, sehingga ia kembali ke hukum asal, yaitu suci.

Kemudian hadits-hadits tentang rautsah (kotoran hewan yang sudah kering), yang menjadi dalil akan najisnya seluruh kotoran dan air kencing hewan oleh kelompok pertama, dan najisnya kotoran dan air kencing hewan yang tidak dimakan dagingnya oleh kelompok kedua, yang pada hadits-hadits tersebut Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai riksun dan rijsun, kelompok ketiga ini tidak memaknai kata riksun dan rijsun tersebut sebagai najis. Mereka hanya memahami bahwa rautsah itu tidak baik digunakan untuk beristinja, namun ia bukan najis.

*****

Tulisan ini sama sekali tidak saya peruntukkan untuk menunjukkan pendapat mana yang paling kuat dari tiga pendapat yang ada. Tulisan ini hanya ingin sedikit menunjukkan rumitnya istinbath hukum dari dalil-dalil yang ada, dan bahwa tugas istinbath hukum ini bukan perkara gampang dan bisa dilakukan oleh semua orang. Tugas ini adalah tugas para ulama yang mendalam keilmuannya dan jernih pemikirannya. Wallahu a’lam bish shawwab


[1] Al-Khathib al-Baghdadi, Al-Faqiih wa al-Mutafaqqih, Juz 2 (as-Su’udiyyah: Daar Ibn al-Jauzi, 1421 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 40. Redaksi Arabnya: مَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْإِخْتِلَافَ لَمْ يَشُمَّ أَنْفُهُ الْفِقْهَ.
[2] Lihat: Ibn Hazm al-Andalusi, al-Muhalla, Juz 1 (Beirut: Daar al-Fikr, t.t [Maktabah Syamilah]), hlm. 169-181; Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Juz 1 (Kairo: Daar al-Hadits, 2004 [Maktabah Syamilah]), hlm. 87.
[3] Lihat: Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhah, al-Jaami’ li Ahkaam ash-Shalaah, Juz 1 (Amman: Daar al-Wadhdhah, 2003 [Maktabah Syamilah]), hlm. 85-107.
[4] Argumentasi dari masing-masing pendapat ini saya ambil dan ramu dari kitab al-Muhalla karya Ibn Hazm al-Andalusi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Ibn Rusyd al-Hafid, Kifayah al-Akhyar fi Hall Ghayah al-Ikhtishar karya Taqiyuddin al-Hushni, Nayl al-Authar karya asy-Syaukani, Fiqh as-Sunnah karya Sayyid Sabiq, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, al-Jaami’ li Ahkaam ash-Shalaah karya Mahmud ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhah, dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyah terbitan Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait.
[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 54, hadits no. 220. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, an-Nasai dan al-Baihaqi.
[6] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 54, hadits no. 218. Diriwayatkan juga oleh Muslim, Ahmad, an-Nasai, Ibn Majah, Ibn Hibban dan al-Baihaqi dengan redaksi masing-masing.
[7] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 43, hadits no. 156. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan al-Baihaqi dengan sedikit perbedaan redaksi.
[8] Diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah, Shahih Ibn Khuzaimah, Juz 1 (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1992 [Maktabah Syamilah]), hlm. 39, hadits no. 70.
[9] Taqiyuddin al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Hall Ghayah al-Iktishar (Damaskus: Daar al-Khair, 1994[Maktabah Syamilah]), hlm. 65.
[10] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 56, hadits no. 233. Diriwayatkan juga oleh Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah dan yang lainnya dengan redaksi masing-masing.
[11] QS. Al-An’aam [6]: 119.
[12] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H [Maktabah Syamilah]), hlm. 56, hadits no. 234. Diriwayatkan juga oleh Muslim, Ahmad, dan yang lainnya dengan redaksi masing-masing.
[13] Diriwayatkan oleh Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 1 (t.tp: Daar Ihyaa al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t [Maktabah Syamilah]), hlm. 253, hadits no. 769. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibn Hibban.
[14] QS. Al-Jaatsiyah [45]: 13.

Tulisan ini pernah diposting oleh: Abu Furqan al-Banjary, diwabsetnya. Ini hanya sebagai koleksi saja.(ini tulisan aslinya)
Share:

TENTENG PEMIMPIN NON MUSLIM

 
فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى : ” اللَّهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلَا يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bahwa akibat (atau efek) sikap zhalim adalah kebinasaan dan akibat sikap adil adalah kemuliaan. Oleh karena itu diriwayatkan bahwa Allah akan menolong negara yang adil meski ia kafir dan tidak akan menolong negara yang zalim, meski ia mukmin.” (Ibnu Taimiyah) (Read

Imam Al-Mawardy dalam Ahkam Sultoniya  menyebutkan:

و يجوز أن يكون هذا الوزير من أهل الذمة و إن لم يجز أن يكون وزير التفويض منهم

” dan boleh jika kementrian ini (tanfidz) dipegang oleh ahlu dzimmah (non muslim), meskipun tidak boleh bagi mereka menduduki kementrian tafwiidh.”

Imam Fakhruddin Al-Rozi dalam Tafsir Mafatihul Ghoib, ketika menafsirkan ayat di atas mengungkapkan bahwa : Yang dilarang adalah menjadikan Non Muslim pemimpin mutlak (sendiri) tanpa ada orang beriman di sana. Beliau menyatakan :

لم لا يجوز أن يكون المراد من الآية النهي عن اتخاذ الكافرين أولياء بمعنى أن يتولوهم دون المؤمنين، فأما إذا تولوهم و تولوا المؤمنين معهم فذلك ليس بمنهي عنه

Mengapa tidak boleh jika yang dimaksudkan (pelarangan) dalam ayat adalah menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, artinya : mengangkat mereka tanpa mengangkat orang mungkin. Jika mengangkat non muslim dan pada saat yang sama juga mengangkat orang mukmin bersamanta, maka hal tersebut tidaklah dilarang.

Sayyid Tantowi dalam Tafsir Al-Wasith, ketika menafsirkan ayat Muwalah di atas, beliau menyebutkan: Al-Muwalah yang dilarang adalah yang mengakibatkan kerugian kaum muslimin dan agama, bukan muwalah atau kerja sama secara umum. Teks arabnya sebagai berikut:

و الموالاوة الممنوعة هي التي يكون فيها خذلان للدين أو إيذاء لأهله أو إضاعة لمصالحهم

Artinya : ”Muwalaah (dukungan dan pengangkatan atas non muslim) yang dilarang adalah : yang di dalamnya ada unsur tipuan dan penistaan agama, atau mengganggu dan merugikan kaum muslimin, dan mengapus kemaslahatan mereka ” (Tafsir Al-Wasith)

Dr. Yusuf Qardhawi dalam dua bukunya menyebutkan secara spesifik persoalan ini. Dalam kitab Ghoiril muslimin fi mujtama' muslim, beliau mengatakan :

“و لأهل الذمة الحق في تولى وظائف الدولة كالمسلمين، إلا ما غلب عليه الصبغة الدينية كالإمامة و رئاسة الدولة و القيادة في الجيش، و القضاء بين المسلمين، و الولاية على الصدقات، و نحو ذلك.

“dan bagi ahli dzimmah (ada) hak dalam menjabat posisi-posisi dalam negara sebagaimana halnya kaum muslimin, kecuali pada jabatan-jabatan yang lebih dominan unsur keagamannya, seperti: imamah (khilafah), kepala negara, panglima militer, hakim, dan yang mengurusi sedekah, dan yang semacamnya” (Read)
Share:

RAJA BHUMIBOL ADULYADEJ: BERKUASA SELAMA 70 TAHUN

Pihak Kerajaan Thailand mengumumkan Raja Bhumibol Adulyadej wafat pada Kamis 13 Oktober 2016. Pemimpin monarkhi terlama di dunia itu menghembuskan napas terakhirnya pada usia 88 tahun setelah sebelumnya sejak pekan lalu ia mendapat perawatan akibat menderita gagal ginjal.

Bhumibol naik takhta pada 9 Juni 1946 menggantikan sang kakak, Raja Ananda Mahidol. Kala itu ia berusia 19 tahun dan tercatat menjadi raja ke-9 dari Dinasti Chakri atau dijuluki pula Raja Rama IX.

Ia berkuasa selama 70 tahun. Dan sepanjang monarkhi Thailand, sosok Bhumibol disebut sebagai satu-satunya raja terpopuler di kalangan rakyatnya.

Seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (13/10/2016) Raja Bhumibol meninggalkan seorang istri, Ratu Sirikit dan empat orang anak. Mereka adalah putra mahkota, Pangeran Maha Vajiralongkorn, Putri Ubol Ratana, Putri Maha Chakri Sirindhorn, dan Putri Chulabhorn Walailak.

Era Bhumibol dimulai ketika Thailand tengah dilanda masa-masa kritis menyusul perkembangan negara itu menjadi monarki konstitusional. Kehadirannya kala itu dianggap sebagai pemersatu bangsa, membangkitkan kembali semangat monarkhi yang dinilai telah lama ditinggalkan.

Konstitusi Thailand menyebutkan, raja adalah kepala negara dan panglima angkatan bersenjata, namun ia juga memiliki sedikit kekuasaan di ranah politik. Faktanya pada hari ini, sosok Bhumibol adalah salah satu tokoh terkuat di negara itu. Ia merupakan pilar stabilitas utama yang terbukti mampu 'menenangkan' krisis politik berdarah di Thailand pada 1973 dan 1992.

Raja Bhumibol tak hanya dikenal dengan kalimat-kalimatnya yang memiliki pengaruh besar, namun juga kebijakan-kebijakannya juga sangat dihormati. Sementara gagasannya sangat mempengaruhi program pembangunan dan kehidupan rakyat Thailand.

Sepanjang memerintah, ia sangat dicintai dan dihormati rakyat Thailand. Bahkan mereka menganggap sosoknya sebagai 'separuh dewa'.

Foto-foto Bhumibol sangat mudah dijumpai di Negeri Gajah Putih, tersebar di mana-mana. Rakyat pun akan membungkuk dan berlutut saat ia muncul.
Share:

SEBUT YESUS MENIKAH, NASKAH INI MASIH DITELITI


Di dalam daun lontar itu dituliskan "Jesus mengatakan kepada mereka 'Istriku' dan... dia akan dapat menjadi murid-Ku'. Kalimat dalam daun lontar itulah yang telah dipercaya ilmuwan sebagai bukti bahwa Yesus pernah menikah dan tidak selamanya membujang.

Sumber : http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/665273-sebut-yesus-menikah--naskah-kuno-ini-masih-diteliti
Share:

Penemu Benua Amerika bukan Colombus



TURKI (voa-islam.com) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Benua Amerika ditemukan oleh para pelaut muslim pada abad ke-12, hampir tiga abad sebelum Christopher Columbus menginjakkan kakinya di sana. “Kontak-kontak antara Amerika Latin dan Islam berikhwal sejak abad ke-12. Para muslim menemukan Amerika pada 1178, bukan Christopher Columbus,” ujar Erdogan dalam pidato televisi selama konferensi tingkat tinggi para pemimpin muslim dari Amerika Latin di Istanbul, Sabtu (15/11).

Menurut Erdogan, para pelaut muslim tiba di Amerika sejak 1178. “Columbus menyebutkan keberadaan masjid di satu bukit di pantai Kuba,” ujar Erdogan.

Ia mengatakan, pemerintahnya bahkan siap membangun masjid di lokasi yang disebutkan penjelajah Genoa itu. “Saya ingin berbicara tentang hal itu kepada saudara-saudara saya di Kuba. Masjid akan hadir dengan sempurna di bukit itu hari ini,” tutur Erdogan.

Dalam buku-buku sejarah disebutkan, Columbus menginjakkan kaki di benua Amerika pada tahun 1492 karena mencari rute maritim baru untuk ke India. Namun, sejumlah sarjana muslim baru-baru ini mengungkapkan adanya kehadiran muslim lebih dulu di Amerika, meskipun tidak ada reruntuhan bangunan Islam pra-Columbus yang pernah ditemukan.

Mengacu pada catatan harian dari Columbus, sejarawan Youssef Mroueh menulis artikel yang diterbitkan pada tahun 1996 bahwa sebuah masjid ada di Kuba. Artikelnya itu langsung menyulut kontroversi.  Menurut banyak pihak, apa yang diungkapkan Colombus dalam catatan hariannya itu hanyalah referensi metafora untuk bentuk lansekap. (Telegraph/Pur/prib/voa-islam.com)

Senin, 19 Rabiul Awwal 1436 H / 17 November 2014 14:37 wib
Share:

K. H Hasyim Asy'ari Pernah di Malaysia dan pernah dianggap berbuat bid'ah



Siapa sangka K.H Hasyim Asy'ari pernah singgah di Malaysia dan pernah mengajar di sana. Selain itu, beliau pernah dicap bid'ah karena memberlakukan sistem pelajaran umum, tulisan ltin dan lain-lain (sewaktu sudah kembali ke jawa).

Sumber : http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1301-ulama-pembaharu-pesantren
Share:

SAYYIDINA ALI: Negara Kafir dan Adil

SAYYIDINA ALI : Negara yang adil akan kekal sekalipun ia negara kafir. Sebaliknya, negara yang zalim akan binasa sekalipun ia negara Islam

Pernyataan Kang Said juga bukan tanpa dasar. Itu sebenarnya pernyataan Sayidina Ali Ra yang dikutip Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa negara yang adil akan kekal sekalipun ia negara kafir. Sebaliknya, negara yang zalim akan binasa sekalipun ia negara Islam CEK
Share:

HADITS HADITS PENTING

1.
نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلاَّ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ

“Nabi r melarang shalat setelah Ashar kecuali matahari masih tinggi.” Hadits ini tclah dinwayatkan oleh Abu Dawud, marfu’. Shahih.
وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتّٰى تَغْرُبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah Ashar hingga terbenam matahari.” Dari Ali.(HR. albaihaqi) shahih.

Memang ada dari Ummu Salamah dan Aisyah t bahwa Nabi r shalat sunnat ba'diyyah Zhuhur dua raka’at justru setelah shalat Ashar. Aisyah menceritakan: "Sesungguhnya Nabi r membiasakannya sejak itu."

"Adapun yang tepat adalah apa yang telah saya kabarkan...." Kemudian dia menyebutkannya dan jalur Syu'bah dari Abi Ishaq dari Ashim bin Dhamrah, yang menceritakan:

"Kami bersama Ali t dalam suatu perjalanan. Dia shalat Ashar bersama kami dua rakaat. Kemudian dia masutk ke kemahnya dan aku melihatnya lalu dia shalat dua rakaat-"

2.
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ وَالنَّاسُ رُكُوْعٌ، فَلْيَرْكَعْ حِيْنَ يَدْخُلُ ثُمَّ يَدُبُّ رَاكِعًا حَتَّى يَدْخَلَ فِي الصَّفِِّ فَإِنَّ ذَلِكَ السُّنَّة

"Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, sementara orang-orang sudah ruku', maka hendaklah ia ikut ruku'. Kemudian sambil ruku' hendaknya ia masuk barisan. Sebab hal itu merupakan sunnah." (thabrani, al ausath)

Dari Abu Umumah bin Sahal bin Hanif, bahwa ia melihat Zaid bin Tsabit memasuki masjid. sementara Imam sedang ruku’. Lalu beliau berjalan mendekati shaf dalam keadaan ruku’. Beliau bertakbir lalu ruku' kemudin melangkah dalam keadaan ruku hingga sejajar dengan shaf
 زَادَكَ اللهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدَّ               

"Semoga Allah menamhahkan semangat tinggi padamu. Dan jangan kamu ulangi."

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dauud. Ath-Thahawi. Imam Ah­mad. Al-Baihaqi dan Ibnu Hazem. dari hadits Abu Bakrah. bahwa Abu Bakrah datang, nam tin Rasulullah r telah ruku'. Lalu Abu Bakrah pun ruku’ sebelum mencapai shaf dan berjalan menuju shaf. Ketika beliau Rasul telah menyelesaikan shalatnya. beliau bertanya: "Siapa di antara kalian yang ruku' sebelum mencapai shaf lalu berjalan menuju shaf?" Abu Bakrah menjawab: "Saya wahai Rasu.”, Beliau pun bersabda: (Kemudian perawi menyebutkan sabda Nabi di atas).

Beliau mendengar suara terompah Abu Bakrah. yang tampaknva sedang berlari (tergesa-gesa). Abu Bakrah ingin mendapatkan raka'at itu. Sehingga tatkala beliau selesai shalat beliau bersabda: "Siapa yang berjalan cepat tadi?'" Ahu Bakrah menjawab: "Suya wahai Rusul". Beliau bersabda: (Kemudian Imam Ahmad menyebutkan sabda Nabi di atas).

3.
لاَاَشْبَغَ اللهُ بَطْنَهُ . يَعِنِى مُعَاوِيَةُ

“Semoga Allah tidak akan mengenyangkan perutnya, yakni perut Mu’awiayh.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi di dalam kitab Musnad-nya (2746), ia memberitahukan, “Saya mendapatkan hadits dari Hisyam dan Abu Awanah dari Abu Hamzah Al-Qashlab, dari Ibnu Abbas:

“Rasulullah e memanggil Mu’awiyah untuk menuliskannya. Lalu ada yang berkata kepada beliau, “Dia sedang makan.” Kemudian memanggilnya untuk kedua kalinya. Tetapi orang itu juga berkata, “Dia sedang makan.” Lalu Rasulullah bersabda: (kemudian perawi menyebutkan hadits di atas)

اَوَمَا عَلِمْتِ مَاشَرَطْتِ عَلَيْهِ رَبِّى ؟ قُلْتُ : اَللَّهُمَّ اِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ ، فَاَتُى الْمُسْلِمِيْنَ

لَغَنْتَهُ اَوْسَبَّيْتَهُ فَاجْعَلْهُ زَكَاةً وَاَجْرًا .

“Apakah engaku tidak tahu isi perjanjian yang telah saya buat dengan Tuhan saya? Saya memohon. “Ya Allah, saya hanya seorang manusia. Muslim manapun yang telah saya laknat dan saya caci, jadikanlah hal itu sebagai zakat (pemberian) dan pahala baginya.”

Hadits ini dan hadits oleh Imam Muslim

4.
 مَا مِنْ صَلاَةٍ مَفْرُوْضَةٍ إِلاَّ وَبَيْنَ يَدَيْهَا رَكْعَتَان

“Tidak ada shalat furdhu. kecuali sebelumnya ada dua raka 'at."

Hadits ini ditahrij oleh Abbas At-Tarqufi di dalam kitab haditsnya (Q.14/1). Ibnu Nasher di dalam Qiyamul-Lail (hal. 26). Ar-Ruyani di dalam Musnad-nya (Q. 1/238). Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 615), Ath-Thabrani di dalam Al-Mu'jamid-kabir (juz II/210/69), lbnu Adi di dalam Al-Kamil

صَلُّوْا قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ . ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ خَافَ أَنْ يَحْسِبَهَا النَّاسُ سُنَّةً

"Shalatlah dua raka'at sebelum Maghrib." Kemudian beliau ber­sabda untuk yang ketiga kalinya ''Bagi siapa saja vang menghendakinya. Beliau khawatir manusia akan menganggapnya sunnah."

Hadits ini ditakhrij oleh lbnu Nasher di dalam Qiyamul-Lail (28)

5.
أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوْا عَلٰى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هٰذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقَ عَلٰى ثَلاَثَ وَسَبْعِيْنَ ثِنْتَانَ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارُ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .

"Ingatlah, bahwa Ahlul Kitab sebelum kamu berpecah belah menjadi tujuh puluh dua sekte. Umat saya ini a/can berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Tujuh puluh dua masuk neraka, sedang satu-nya masuk surga, yaitu Al-Jamaah. "

Hadits ini ditakhrij oleh Abu Dawud (2/503-504)

6.
تَعَلَّمْ كِتَابَ الْيَهُوْدِ فَإِنِّي لاَ آمَنُهُمْ عَلَى كِتَابِنَا

“Pelajarilah kitab Yahudi sesungguhnya aku tidak mempercayai sikap mereka terhadap kitab kita.”
“Telah memerintahkan kepadaku Rasulullah agar aku mempelajari bahasa Suryani.”
 
Saya menemukan, Imam Ahmad (182/5) dan Al-Hakim

7.
إِنَّ أَوَّلَ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ تَعَالٰى الْقَلَمُ وَأَمَرَهُ أَنْ يَكْتُبَ كُلُّ شَيْءٍ يَكُوْنُ.

“Sesungguhnya yang pertama kali Allah I ciptakan adalah Al-Qalam. Dan Dia memerintahkan untuk menulis tiap-tiap sesuatu yang ada.”Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la (1/126) dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wash-Shifat (hal. 271).
Share:
TERIMA KASIH