السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Selasa, 19 September 2017

HANDUK BASAH DI ATAS KASUR



Seorang isteri memiliki suami yang punya kebiasaan meletakan handuk basah begitu saja di atas kasur.

Si isteri sering ngomel-ngomel pada suaminya. Suaminya tak berubah.

Capek marah-marah, si istri mulai ganti cara dengan menyindirnya. “Bagus sekali ada handuk basah di tempat tidur!” ujarnya dengan suara sinis.  Atau, “Kapan handuk bisa jalan sendiri ke jemuran?”

Apakah suaminya berubah? Big No! Bahkan makin sebel sama si isteri.

Akhirnya si isteri merasa capek, marah sudah, nyindir sudah, tapi tak ada hasilnya.

Mengubah orang lain susah, apalagi untuk hal yang sudah jadi kebiasaan sejak kecil. akhirnya ia mengubah pikirannya sendiri.

“Baiklah, handuk basah ini akan menjadi permadani di surga nanti. Makin banyak aku memindahkan handuk basah ke jemuran, makin banyak permadani indahku di surga.”

Setiap melihat handuk basah di kasur si isteri tersenyum dan bergegas menjemurnya. Perasaannya bahagia.

Apakah handuknya berubah? Tidak! Handuk basah tetap ada di kasur. Yang berubah cara pandang dirinya terhadap handuk basah tersebut.

Waktu berlalu…

Si isteri kaget. Tak ada lagi handuk basah di kasurnya. Ia sudah lupa sejak kapan ia tak lagi melakukannya.

Rupanya melihat keikhlasan istrinya sang suami tergerak untuk melakukannya sendiri.
Kadang ada hal yang sulit kita ubah pada orang lain. Jika ingin hasil yang lebih baik, maka ubahlah diri kita lebih dulu.

Bahagia, sedih, syukur, mengeluh, semua adalah tergantung diri kita. Kitalah yang memilih.

Share:

Rabu, 13 September 2017

SEORANG DAN PELUKIS BIJAK

Ramai soal kafir dan dalih juga dalil yang berjubel di media sosial, mengingatkanku pada sebuah kisah tentang seorang Raja dengan kondisi mata ciri sebelah.

Suatu hari sang raja mengundang beberapa pelukis terkenal untuk membuatkan lukisan wajahnya dalam sebuah sayembara. Mereka akan mendapat hadiah jika lukisan yang dihasilka bagus, dan akan dimasukkan penjara jika dinilai gagal. Tak ayal banyak para pelukis yang mundur, hanya ada 3 orang tersisa yang menyanggupinya.

Majulah pelukis pertama, dengan sigap ia melukis wajah sang raja. Tak lama lukisan pun berhasil diselesaikan.

“Lukisan macam apa ini..!!” tegas sang raja, “bagaimana bisa melukiskan wajah rajamu dengan mata ciri begitu..!!

Rupanya sang pelukis dinyatakan gagal, karena melukis wajah raja apa adanya sehingga dianggap melakukan sikap tidak pantas terhadap raja. Maka dimasukkanlah ia jalam jeruji penjara.

Kemudian tiba giliran pelukis kedua. Dengan sedikit rasa tegang ia melukis wajah sang raja, dan tak lama akhirnya lukisan pun berhasil diselesaikan.

“Beraninya kau..!! pekik sang raja, “apa maksud melukis wajahku dengan keadaan mata sempurna..!?” tegasnya.

Pelukis kedua dianggap telah berlaku tidak jujur yang dengan berani memanipulasi wajah sang raja seolah sempurna tanpa cacat mata. Maka kurungan penjara yang lebih berat ditimpakan bagi pelukis kedua.

Tibalah giliran pelukis ketiga. Dengan tenang ia melukis wajah sang raja. Setelah selesai, lukisan itu pun dihadapkan sang raja.

“Ini adalah lukisan terbaik yang pernah ada.” puji sang raja kepada pelukis ketiga. “Kau berhak memperoleh hadiah besar dari raja!!” pungkasnya.

Sang pelukis ketiga berhasil melukis wajah sang raja, dan ia pun memperoleh hadiah yang besar. Rupanya sang pelukis dengan begitu brilian melukiskan wajah sang raja yang dengan gagah seolah sedang memincingkan mata sebelahnya saat memanah.

Begitulah akhlak dan kebijaksanaan.
Ketika jujur tidak cukup dan berbohong itu buruk, maka akhlak dan kebijaksanaan dibutuhkan. Begitupun dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.


Tulisan ini diambil dari situs Islam.co
Share:
TERIMA KASIH