السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rabu, 15 November 2017

Aku Alumni UIN SUKA Jojga, Aku Lebih Dari Sekedar Liberal; Adalah Kafir.

Beberapa waktu lalu, khalayak media sosial sempat diramaikan dengan isu yang sedikit sensitif, sedikit memantik emosi, namun sebenarnya adalah hal yang maklum dan lumrah. UIN Sunan Kalijaga Yogya yang merupakan salah satu kampus terkemuka di Yogyakarta ini, disebut-sebut sebagai kampus liberal dan cikal-bakal atas rentetan bencana alam maupun tektonik yang beberapa tahun ini melanda jogja. Kontan, pernyataan ini langsung direspon dan dianggap sembarangan. Terutama oleh alumnus maupun manahsiswa yang masih aktif.

Mereka beramai-ramai membantah bahkan mengecam pernyataan kontraproduktif, yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Khalid Basalamah MA. dalam sebuah ceramahnya diakun youtube, adalah tidak benar, salah-paham dan cendrung terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. “Perkataan “Ustadz” ini, saya nyatakan, mengandung banyak kebohongan, kesalahpahaman dan ketakakuratan.” Bantah Prof Dr Machasin, Guru Besar Fakultas Adab Dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Seumpama semut, ia akan menggigit saat merasa terusik. Bagai burung bulbul, ia akan menggerau saat merasa diganggu. Tampak begitulah reaksi mereka, dan hal itu wajar-waja saja. Namun, tidak bagiku, aku malah tidak begitu ambil pusing dengan statement Ustadz Basalamah yang sebenarnya tidak perlu itu. Oleh karenanya, Aku malah sadar beberapa hal;

Bahwa saat aku menjadi bagian mahasiswa UIN yang masih aktif, pada setiap malam jum’at aku dan teman-teman UKM INKAI mengadakan Yasinan, sehabis maghrib. Padahal, kita tahu ada sebagaian saudara kita yang menganggap rutinitas yasinan seperti itu adalah bid’ah (mengada-ngada, atau tidak pernah dicntoh kan Nabi). Sebagaimana mereka sering merujuk pada hadis Nabi, bahwa bid’ah adalah sesat.

Itu baru yasinan. Belum lagi, banyak di antara masiswa UIN yang adakalanya memeriahkan Maulud Nabi saw, berkumpul untuk tahlilan, berdoa bersama dengan dipandu, dan lain sebagainya. Di mana semuanya juga ada dari saudara kita (muslim) yang juga menggap sebagai hal yang bid’ah alias sesat dan setiap kesesatan tempatnya adalah di Neraka.

Selain itu, secara akademis-fakultatif, kampus UIN juga menyediakan prodi Akidah dan Filsafat, juga prodi Perbandingan Agama. Melihat judulnya saja, pasti telah terbayang isinya akan dan seperti apa? Bahwa filsuf sering dianggap argumentasinya tidak jauh mengarah pada ke”murtad”an. Maka, ada salah seorang temanku, setiap kali diberbicara mengungkapkan pengetahuan dan pendapat filasafatnya selalu diakhiri dengan syahadat, dengan sadar khawatir atas apa yang disampaikannya, takut murtad. Jika demikian hal apa kira-kira yang disampaikan temanku? Camkan!!! He

Begitupun teman-teman yang di prodi Perbandingan Agama (PA). Jika teman-teman filsafat lebih kapada soal pemikiran dan idealisme, maka teman-teman PA, mereka lebih pada action dan perbauran mereka dilapangan. Mereka mepelajari umat dan agama lain, serta mereka terjun langsung, berbaur. Tidak hanya terhadap yang berbeda agama, antar umat islam yang berbeda paham pun meraka tidak segan berkunjung, berkumpul untuk kepentingan observasi atas fakta sesungguhnya. bahkan tidak jarang juga mereka mengikuti cara beribadahnya dan sebagainya. Katakanlah contoh kasus ahmadiyah, yang divonis sesat, maka teman-teman PA terjun langsung mencari tahu, bahkan tidak sungkan shalat jum’at juga bersama mereka. Jika demikan, teman-teman PA cocoknya dikecam apa ini? Baiklah, mungkin kalau antar agama berarti sesat jika berbaur dengan paham keagamaan yang sesat. Tapi kalau berbaur dengan yang beda agama, termasuk membantunya, baik menyediakan fasilitas maupun raga. Sebutlah minimal teman-teman PA adalah munafiq atau bahkan bisa murtad.

Selain itu, bahwa di UIN SUKA juga ada di antara mahasiswanya yang belajar dan mendalami tasawwuf. Untuk faham ini juga sebagian saudara muslim kita ada yang menuduh sebagai penganut tahayyul, khayal, kurafat bahkan bertentangan dengan kaidah-kaidah hadis shahih. Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy berkata, orang-orang sufi adalah orang yang serakah pada makanan, orang yang gemar menyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung bid’ah (As Sunan wal Mubtada’at Al Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139)

Satu lagi, di UIN SUKA Jogja juga di dalamnya terdapat satu prodi yang membahas tentang kaidah-kaidah fiqhiyah, Hadits, Al-Qur’an dengan segala kaitanya. Adalah prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan prodi Ilmu Hadis. Di mana sebagian pembahsannya tidak jauh dari yang diistilahkan dengan ta’wil, termasuk ketika menafsirkan al-Qur’an dan Hadis. Menurut Harun Nasution, termasuk dalam salah satu pokok doktrin teologis Wahaby, bahwa menggunakan ta’wil dalam menafsirkan al-Qur’an termasuk KAFIR. Dan aku adalah alumnus prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, artinya aku kafir. Yach,, dalah...

Jadi, kalau begitu jika semua pada ingin tuduh-tuduhan, maka UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tidak hanya dihuni oleh orang-orang LIBERAL saja tapi juga orang-orang SESAT, MURTADZ, AHLI BID’AH, MUNAFIQ bahkan  KAFIR dan lain-lain.

Itu!!!!!!!!!!
Share:

Rabu, 08 November 2017

NENEK PEMUNGUT DAUN

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur.

Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu. "Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."

Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?
Share:

JASA DAN KETULUSAN SEORANG IBU

seorang pemuda ingin melamar pekerjaan sebagai manajer di perusahaan besar.

~Interview dengan Direktur~

Direktur :"setelah saya lihat,kamu anak yang pintar"
Pemuda :"Terimakasih pak"
Direktur :"siapa yang membiayai mu sekolah?"
Pemuda :"Ibu saya,karna ayah saya sudah meninggal"
Direktur :"Dimana Ibumu bekerja?"
Pemuda :"Ibu saya bekerja sebagai tukang cuci"
Direktur :"Coba saya lihat tanganmu!"
Pemuda :"ini pak"(menunjukan tangannya yg lembut dan halus)
Direktur :"Apa kamu pernah membantu ibumu?"
Pemuda :"tidak,Ibu hanya ingin saya belajar dan membaca banyak buku"
Direktur :"saya memiliki permintaan.Ketika kamu pulang,kamu cuci tangan Ibumu,kemudian temui saya esok hari"

Si pemuda itu pulang,ketika di rumah dia meminta ibunya untuk membiarkan dirinya membersihkan tangan Ibunya.Berlahan air matanya tumpah,dia merasakan tangan ibunya yang kasar,berkerut,dan banyak luka.

Si pemuda sadar Luka di tangan ibunya merupakan harga yng harus dibayar ibunya untuk pendidikannya. Kemudian dia mencuci baju seperti yg dilakukan ibunya. Dia merasakan betapa susahnya pekerjaan yg dilakukan ibunya seorang diri,tanpa mau di bantu oleh dirinya.

~Ke esokan Hari~

Direktur :"Bagaimana?Apa sudah kamu penuhi permintaanku?"
Pemuda :"Sudah pak"
Direktur :"Coba ceritakan?"
Pemuda :"saya membersihkan tangan ibu saya,saya juga mencuci baju.Akhirnya saya mengerti pengorbanan ibu saya. tanpa ibu,saya tidak akan menjadi seperti ini.
Direktur :"Inilah yang saya cari dalam diri Manajer.Seseorang yang mengetahui penderitaan orang lain ketika mengerjakan sesuatu,dan seseorang yg tidak menempatkan uang sebagai tujuan utama dari hidup. Selamat kamu di terima"
Pemuda :"terima kasih pak"

Subhanallah,begitu besar perjuangan seorang ibu,dia mau melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya.

Cerita ini disadur dari sebuah postingan Facebook.
Share:
TERIMA KASIH