Syafa’at merupakan bentuk pertolongan Allah SWT. atas hambaNya di hari pembalasan kelak (akhirat). Di dalam Al-Qur’an Allah menegaskan bahwa tidak ada yang dapat memberikan syafa’at kepada siapapun kecuali Dia, sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah (Ayat al-Qur'an tentang Syafa'at) ayat yang salah satunya berbunyi,
وَأَنذِرْ بِهِ ٱلَّذِينَ
يَخَافُونَ أَن يُحْشَرُوٓا۟ إِلَىٰ رَبِّهِمْ ۙ لَيْسَ لَهُم مِّن دُونِهِۦ وَلِىٌّ
وَلَا شَفِيعٌ لَّعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya: Dan
berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut
akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak
ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar
mereka bertakwa (QS. Al-An’am : 51).
Menurut Fazlur
Rahman, paling tidak ada dua sebab Al-Qur’an menentang konsep Syafa’at bagi makhluk bahkan Nabi sekalipun. Pertama,
dikarenakan setiap orang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Dan kedua, rahmat Allah melingkupi segala sesuatu. Bagi Rahman, tidak
mungkin Allah memberi kemampuan dan kebebasan pada Manusia dapat memberi syafa’at
kepada yang lain, sebab tabi’atnya yang berpotensi salah, pelupa, dan cendrung
tidak adil. Bahkan manusia berpotensi menyalahgunakannya.
Namun demikian, al-Qur’an tidak menafikan kemungkinan adanya manusia yang bisa saja memberikan syafa’at, dengan catatan hal tersebut atas ijin Allah SWT. sebagaimana penjelasan dalam beberapa ayat al-Qur’an yang diantaranya,
مَن ذَا ٱلَّذِى
يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ
Artinya: Tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah kecuali dengan izin-Nya. (QS.
Al-Baqarah : 255).
Pengecualian ini
yang kemudian memunculkan beberapa tradisi maupun rutinitas ritual pada Masyarakat
Indonesia pada khususnya, seperti banyaknya bermunculan orkestrasi sholawat, peringatan
dan perayaan maulid Nabi, rutinitas pembacaan dan kepercayaan terhadap redaksi
sholawat tertentu, dan lain-lain. Hal ini, lahir dari sebuah pemahaman bahwa
Nabi Muhammad SAW. dengan segala keistimewaan yang ada pada dirinya dapat
memberikan syafa’at. Setidaknya sebagian percaya bahwa syafa’at tersebut akan
diberikan di akhirat kelak dan sebagian lagi meyakini manusia bisa mendapat syafa’at
Nabi Muhammad SAW. di Dunia dan di Akhirat sekaligus.
Berkenaan dengan
syafa’at Nabi Muhammad SAW. telah disinggung dalam beberapa hadits (Hadits-hadits tentang Syafa'at) diantaranya
yang diriwatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا كَانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ شُفِّعْتُ ، فَقُلْتُ يَا رَبِّ أَدْخِلِ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ
خَرْدَلَةٌ . فَيَدْخُلُونَ ، ثُمَّ أَقُولُ أَدْخِلِ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ
أَدْنَى شَىْءٍ » . فَقَالَ أَنَسٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى أَصَابِعِ رَسُولِ اللَّهِ
– صلى الله عليه وسلم –
“Pada hari
kiamat, aku diberi syafa’at. Aku berkata, “Wahai Rabbku, masukkanlah dalam
surga orang yang masih punya iman sebesar biji sawi.” Mereka memasukinya. Aku
pun berkata, “Masukkanlah dalam surga orang yang masih punya iman walau
rendah.” Anas berkata, “Seakan-akan aku melihat (isyarat) pada jari-jemari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Sampai disini,
kita sebagai umatnya pasti maklum kalaupun Allah memberikan keistimewaan kepada
Nabi Muhammad SAW. dapat memberikan syafa’at terhadap umatnya, mengingat beliau
memang Manusia terbaik, Rasul yang amanah, fathanah dan tidak mungkin
menyalahgunakannya untuk hal yang menyimpang dari ketentuan Allah SAW.
Jadi intinya, syafa'at merupakan hak prerogatif Allah yang sangat khusus, juga diperuntukkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai keistimewaan dariNya. Sementara manusia selainnya tidak bisa memberikan syafa'at kepada yang lain. Syafa'at menjadi berkah agung bagi umat Islam, sebab ia adalah penolong kelak saat semua amal perbuatan, doa-doa, dan kebaikan sia-sia serta tidak lagi bisa menolong. Maka syafa'atlah satu-satunya harapan Manusia.
Oleh karena
itu, umat yang cerdas tentu akan berlomba-lomba untuk mendapatkan syafa’at dari
Allah dengan mentaati dan menjalankan apa-apa yang diperintahkanNya,
mentadabburi firmanNya, dan meyakini bahwa kuasaNya meliputi segala yang
tercipta di Dunia maupun yang ada di Akhirat. Juga berlomba-lomba dalam meraih
syaf’at Nabi Muhammad SWA. dengan senantiasa mengerjakan sunah-sunahnya,
meneladani akhlaknya, dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa beliau adalah utusanNya.
Wallahu a’lam
bi al-Shawab