Kerja sama antara Kementerian Desa PDTT dan UNICEF mencakup 4 bidang yakni 1) Education berupa Advokasi dan Dukungan Teknis dalam rangka Memperluas Implementasi SIPBM sebagai Instrumen Perencanaan Pendidikan Berbasis Data dan Model Pendidikan Universal; 2) Child Protection dengan Mengembangkan Kapasitas Kelembagaan Pemberdayaan Anak/Remaja di Desa/Forum Anak serta Penguatan Mekanisme Perlindungan Anak-anak Rentan Berbasis Masyarakat; 3) Inclusive Social Protection (Social Policy) dengan Peningkatan Kapasitas dalam rangka Implementasi Perlindungan Sosial Adaptif; 4) Public Finance and Urban/Subnational Planning for Children (Social Policy) melalui Perencanaan Dan Penganggaran Desa Yang Responsif Anak.
Menurut Data BPS tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia sebesar 270,2 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, populasi perempuan sebanyak 133,54 juta jiwa dan populasi anak sebanyak 84,4 juta jiwa. Dengan demikian, total populasi perempuan dan anak sekitar 65,2 persen dari total penduduk Indonesia; dan sekitar 43 persen tinggal di desa. Jumlah yang besar tersebut akan menjadi modal besar dalam pencapaian kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, termasuk untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Desa. Oleh karenanya, Pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) menjadi episentrum baru bagi pembangunan Desa, dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang unggul di desa.
Terdapat 10 indikator DRPPA yang perlu didorong untuk diimplementasikan di Desa, di antaranya adalah komponen indikator terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak, di antaranya pengorganisasian anak di desa; tersedianya data pilah anak; adanya pembiayaan dari keuangan desa dan pendayagunaan aset desa untuk perlindungan anak; setiap anak mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak; tidak ada kekerasan anak dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO); tidak ada pekerja anak; dan tidak ada perkawinan anak. Untuk mendukung capaian indikator terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak tersebut diperlukan pengembangan kelembagaan dan mekanisme desa untuk layanan perlindungan anak untuk identifikasi/deteksi, pencegahan, dan penanganan.
Sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak di Desa untuk mewujudkan DRPPA, Kementerian Desa PDTT bekerja sama dengan UNICEF mengembangkan beberapa program/kegiatan untuk mendorong terwujudnya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak melalui program Layanan Perlindungan Anak: Penguatan Layanan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Untuk Anak dan Keluarga Rentan. Dalam rangka identifikasi awal untuk Penguatan Layanan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Untuk Anak dan Keluarga Rentan, diperlukan kegiatan Reassessment Penguatan Mekanisme Layanan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat di Desa. Lokus kegiatan tersebut adalah di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Lombok Utara.
Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas wilayah daratan Lombok Utara sebesar 809,53 km2 dan perairan adalah 594,71 km2 dengan panjang pantai 127 km. Wilayah Kabupaten Lombok Utara terdiri dari wilayah khusus (hutan lindung, kawasan margasatwa, dll) dan sisanya daratan datar untuk lahan pertanian dan sebagainya. Secara administratif Kabupaten Lombok Utara terbagi dalam 5 (lima) kecamatan, 33 desa dan 371 dusun. Kecamatan Bayan memiliki luas wilayah terbesar dan Kecamatan Pemenang memiliki luas wilayah terkecil.
Hasil Temuan Lapangan
Kunjungan pertama tim dilaksanakan di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan. Desa Sukadana memiliki beberapa kelompok/wadah masyarakat untuk menangani permasalahan perempuan dan anak. Terdapat komunitas perempuan di setiap dusun dan sekolah perempuan sebagai wadah untuk musyawarah dan pendampingan permasalahan perempuan dan anak, salah satu contoh permasalahan yang ditangani adalah pernikahan dini. Selain itu, terdapat forum anak desa yang telah berjalan selama 3 tahun, kegiatannya didukung anggaran dari desa sebesar Rp10 juta per tahun dari Dana Desa. Penggunaan anggaran diserahkan sepenuhnya ke anak-anak di forum anak desa. Selanjutnya, ada lembaga Majelis Krama Desa (MKD) yang merupakan lembaga kemasyarakatan yang dimiliki oleh setiap desa di Lombok yang turut membahas kasus kelompok rentan di desa termasuk perempuan dan anak. Terdapat juga kampung KB (keluarga berencana) yang didalamnya ada bina keluarga remaja untuk mengedukasi termasuk kaitannya dengan perempuan dan anak.
|
Foto Bersama Perangkat Desa Sukadana
|
Berbagai program dan kegiatan perlindungan anak di desa difasilitasi dengan adanya Perdes tentang pencegahan perkawinan anak. Peraturan desa mengatur pencegahan pernikahan dini yang beberapa faktornya akibat kurangnya pengawasan/didikan orang tua, kondisi lingkungan sekitar seperti pola pikir masyarakat, dan faktor pendidikan. Ada perubahan yang lebih baik setelah terbitnya Perdes dan kontribusi langsung dari MKD yaitu berkurangnya pernikahan anak usia dini karena ada sanksi adat dan pengenaan pelanggaran sesuai Perda. Pelaksanaan dan pengawasan kegiatan dan permasalahan yang terkait perempuan dan anak didampingi khusus oleh konselor.
Kunjungan kedua dilaksanakan di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lombok Utara. Salah satu tugas utama Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lombok Utara dalam mengatasi permasalahan anak adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan. Salah satu lembaga yang terus dikuatkan adalah Majelis Krama Desa (MKD) yang merupakan lembaga kemasyarakatan yang berfungsi memfasilitasi mediasi di tingkat desa, contohnya membahas permasalahan keagamaan, adat dan kasus kelompok rentan di desa. MKD menjadi percontohan untuk restorative justice. Prinsip keadilan restoratif atau restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi (Kompas.com). Bentuk tindak pidana ringan biasanya diselesaikan oleh MKD. Laporan terkait permasalahan perempuan dan anak dari MKD dan desa (konselor) akan dilayani langsung di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Konselor sebagai pelapor dan pelopor telah mendapatkan Bimtek sehingga mengetahui wewenang dalam menangani kasus perempuan dan anak.
Pada proses perlindungan anak, terdapat kendala seperti beberapa desa belum dianggarkannya kegiatan tersebut, akibat dari prioritas pemberian BLT penanganan COVID-19. Beberapa desa yang telah mengalokasikan untuk kegiatan perlindungan anak dan forum anak hanya berlandaskan inisiatif sendiri karena belum ada komitmen menyeluruh yang diarahkan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak masih berusaha mengadvokasi pemerintah desa dalam menggunakan Dana Desa untuk perlindungan anak.
Selanjutnya, tim melakukan kunjungan ketiga ke Desa Tegal Maja, Kecamatan Tanjung. Isu terbanyak dalam perlindungan anak di Desa Tegal Maja adalah pernikahan dini dan belum ada laporan untuk kekerasan terhadap anak dan pekerja di bawah umur. Apabila ada kasus kekerasan terhadap anak, desa akan mengarahkan untuk dilakukan mediasi oleh MKD, lalu dapat diteruskan ke pihak kepolisian. Desa telah membuat Perdes tentang pencegahan pernikahan anak usia dini. Salah satu sanksi dari Perdes adalah desa tidak akan memberikan layanan administratif untuk pernikahan anak di bawah usia 19 tahun. Desa akan memberikan pelayanan jika ada dispensasi dari pengadilan dan anak telah terlanjur hamil.
Di dalam pelaksanaan perlindungan anak masih terkendala anggaran. Padahal sebelum pandemi COVID-19, desa pernah memberikan bantuan anggaran untuk kegiatan forum anak. Forum anak di Desa Tegal Maja telah berjalan selama 2 tahun. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi di setiap dusun di Desa Maja dilakukan secara sukarela ataupun mendapatkan bantuan dana dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lombok Utara. Sosialisasi oleh forum anak disampaikan oleh anak-anak kepada anak-anak. Sosialisasi dari LPA Kabupaten Lombok Utara disampaikan ke pemuka adat dan sekolah-sekolah. Sosialisasi dilakukan secara online menggunakan zoom meeting. Selain forum anak, terdapat forum khusus dari lembaga adat yang mengurus pencegahan pernikahan dini. Lembaga adat akan melapor ke LPA Kabupaten Lombok Utara untuk menyelesaikan permasalahan anak.
Kunjungan terakhir dilaksanakan di Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung. Desa Tanjung telah membuat Perdes tentang pencegahan pernikahan anak usia dini sejak tahun 2021 dan telah disampaikan hingga ke tingkat dusun. Setelah adanya Perdes, kasus pernikahan anak nihil. Kasus terakhir yang ditangani terkait perlindungan anak adalah masalah penyebaran video di bawah umur. Laporan telah disampaikan ke pihak Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lombok Utara dan Polres. Di Desa Tanjung belum ada laporan langsung untuk pekerja di bawah umur. Untuk kasus KDRT biasanya dilakukan mediasi terlebih dahulu. Jika ada kekerasan anak langsung dilaporkan ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lombok Utara.
Di lapangan konselor didukung oleh MKD. Pelaksanaan kegiatan terkendala oleh anggaran karena masih ada prioritas desa yang lain, termasuk penanganan COVID-19. Bentuk sosialisasi untuk perlindungan anak dilakukan oleh organisasi banjar di setiap dusun yang biasanya melakukan musyawarah bulanan secara rutin.
|
Foto bersama perangkat Desa Tanjung |
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara telah memiliki komitmen dalam kegiatan perlindungan anak, khususnya pada pencegahan pernikahan anak usia dini. Hampir setiap desa telah memiliki Perdes yang mengatur tentang pencegahan pernikahan anak. Kegiatan perlindungan perempuan dan anak telah didukung oleh beberapa lembaga/komunitas/kelompok masyarakat serta tokoh agama dan adat setempat. Pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa dan konselor telah mengetahui wewenang dan alur proses penanganan masalah perlindungan anak dalam rangka penguatan layanan perlindungan anak berbasis masyarakat untuk anak dan keluarga rentan. Majelis Krama Desa (MKD) sebagai lembaga kemasyarakatan yang menjadi percontohan menarik untuk restorative justice dalam proses dialog dan mediasi untuk masalah perlindungan anak.
Kelompok rentan yang biasanya terdiri dari perempuan dan anak seharusnya dapat ditelusuri lebih spesifik lagi untuk contoh kasus di Lombok Utara karena penyumbang kasus pernikahan dini banyak dari anak migran perempuan. Dalam hal ini, permasalahan ekonomi menjadi penentu keputusan untuk menikah di usia dini. Selain itu, perlu didorong juga sosialisasi perlindungan anak untuk dusun atau wilayah yang memiliki banyak kelompok rentan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka dibutuhkan pendataan spesifik usia anak dan indikator lainnya karena dari desa yang tim datangi belum ada yang dapat memberikan data kuantitatif yang dapat dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk di desa, sehingga sedikit atau banyaknya kasus di dalam masalah perlindungan anak masih belum dapat dipastikan persentasenya.
TPP, PD dan PLD harus terlibat aktif dalam perencanaan dan eksekusi kegiatan Dana Desa yang khusus mendukung kegiatan perlindungan desa, bukan hanya konselor yang secara sukarela bekerja di lapangan. Perlu koordinasi dan pembagiaan wewenang yang jelas antar-stakeholders dan tim pendukung teknis di lapangan agar tidak ada kendala/masalah dalam pelaksanaan kegiatan penguatan layanan perlindungan anak berbasis masyarakat di desa.
Pelaksana: Gelora Islami Putri dan Jannati Gagenti 20-22 April 2022
0 comments:
Posting Komentar