Hal yang tak dapat dipisahkan dari pernikahan adalah kesetiaan. Ini menjadi harga mati untuk melanggengkan keharmonisan negara cinta yang dibangun bersama. Terkadang banyak orang tidak bijak menyikapi deraan ujian dalam berumah tangga. Bukan hidup namanya kalau tak pernah diuji dengan beraneka ragam cobaan.
Rabu, 07 Desember 2016
Geger! Berbohong Mandul Pada Istrinya, Akhirnya Kebohongan Suami Ini Terbongkar! Alasannya Sangat Mengejutkan!
Hal yang tak dapat dipisahkan dari pernikahan adalah kesetiaan. Ini menjadi harga mati untuk melanggengkan keharmonisan negara cinta yang dibangun bersama. Terkadang banyak orang tidak bijak menyikapi deraan ujian dalam berumah tangga. Bukan hidup namanya kalau tak pernah diuji dengan beraneka ragam cobaan.
Termasuk
juga ujian dalam pernikahan. Berbilang tahun mendapati pasangan hidup tak
sesuai harapan terkadang menimbulkan irisan luka menganga yang tak mampu
ditahan. Betapa banyak terjadi perceraian karena prahara rumah tangga yang tak
tertahankan lagi.
Kesetiaanlah
yang membuat keutuhan rumah tangga yang telah terbangun bertahan lama. Walau
manusiawi kita menggerutu atau protes dengan kondisi rumah tangga yang tak
sesuai dengan apa yang ada di bayangan.
Ketahuilah
hidup tak selamanya sesuai dengan apa yang didambakan. Namun takdir hidup
selalu menyediakan apa yang sebenarnya kita butuhkan.
Setia adalah
perajut benang-benang perbedaan. Kesetiaan adalah cahaya yang menerangi
gulitanya masalah kehidupan. Setia membuat pernikahan menjadi langgeng nan
abadi. Jika tak ada setia maka takkan ada pernikahan yang bertahan lama. Setia
menuntut adanya pengorbanan harta, biaya, waktu bahkan perasaan.
Kisah
berikut menyadarkan kita dalam Islam selalu ada kisah inspirasi yang mungkin
belum terselami mutiara inspirasinya.
Pernikahan
itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum
dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik:
“Kok belum
punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari
berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.
Tanpa
sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk
konsultasi, dan melakukan pemeriksaan.
Hasil lab
mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang
suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk
sembuh dalam arti tidak ada peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.
Melihat
hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,
lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami
seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali
tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu
perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami
berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan,
akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada
di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja
sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa
sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri
bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada
sang istri.
Sang suami
memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya
kesedihan dan kemuraman.
Lalu bersama
sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab,
lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata:
“… Oooh,
kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak
ada harapan bagimu untuk sembuh."
Mendengar
pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi
raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha
dan qadar Allah SWT.
Lalu
pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti,
tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak
saudara.
Lima (5)
tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai
akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri
berkata kepada suaminya: “Wahai suamiku, saya telah bersabar selama Sembilan
(9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan
selama ini semua orang berkata:
”Betapa baik
dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama
Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh
keturunan”.
"Namun,
sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau
segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan
mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku,
menimangnya dan mengasuhnya."
Mendengar
emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “Istriku, ini cobaan dari
Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya,
bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.
Akhirnya
sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat,
hanya satu tahun, tidak lebih”.
Sang suami
setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi
jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa
hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa
sang istri mengalami gagal ginjal.
Mendengar
keterangan tersebut, jatuhlah psikologis sang istri, dan mulailah memuncak
emosinya. Ia berkata kepada suaminya:
“Semua ini
gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku
seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan
ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan
…,” omel sang istri tiada henti.
Sang istri
pun bad rest di rumah sakit. Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya
berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau
baik-baik saja”.
“Haah,
pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian
mencari donatur ginjal, semoga dapat," kata sang suami.
Sehari
sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka
disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang
donatur.
Saat itu
sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami macam
apa dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar
dalam ruang bedah operasi”.
Operasi
berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah
pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah
bahwa sang donatur itu tiada lain adalah sang suami itu sendiri. Ya, suaminya
telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang
istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat
rahasia tersebut.
Dan
subhanallah …Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan
anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para
tetangga.
Suasana rumah
tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya
di sebuah fakultas syariah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah
pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Quran dan
mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu
hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya
dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja,
sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.
Hampir saja
ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia
menangis meraung-raung tak tahan menerima kenyataan yang dibacanya.
Setelah agak
reda, ia menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali
mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara
telepon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah
peristiwa tersebut, selama tiga bulan, sang istri tidak berani menatap wajah
suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak
ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.
Setia tidak
akan dinikmati hasilnya oleh mereka yang main-main dalam membangun cintanya.
Ketika telah memutuskan untuk menikah berarti juga harus tahu setia merupakan
rukun yang tak bisa dihilangkan.
Ketahuilah
pernikahan adalah seni mengelola kesetiaan dalam menerima pasangan apa-adanya
bukan karena ada apanya
Yakinlah
pasangan hidup yang Allah berikan adalah anugerah terbaikNya yang akan membawa
kepada kehidupan surga sebelum surga sebenarnya. Selalu setialah agar kau
temukan kebahagiaan dalam perjalanannya.
Sumber:
Dakwatuna.com
Senin, 14 November 2016
DO’A APEL PAGI SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI
1. YA
ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG, JADIKANLAH APEL PAGI INI, UNTUK LEBIH
MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA KAMI, MENINGKATKAN DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB SERTA
PENGABDIAN KAMI, KEPADA NEGARA DAN BANGSA KHUSUS KEMENTERIAN DESA, PDT DAN
TRANSMIGRASI.
2. YA
ALLAH YANG MAHA PEMBIMBING,
JADIKANLAH HARI INI, LEBIH BAIK DARI HARI
KEMARIN, DAN HARI ESOK MENJADI LEBIH BAIK DARI HARI INI. BIMBINGLAH KAMI UNTUK
SELALU BERSYUKUR ATAS KARUNIA “MU”, TABAH DAN SABAR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN
TUGAS.
3. TUNJUKKANLAH
KEPADA KAMI YANG BENAR ITU BENAR, AGAR KAMI DAPAT MELAKSANAKANNYA,
PERLIHATKANLAH KEPADA KAMI YANG SALAH ITU SALAH, AGAR KAMI DAPAT MENGHINDARINYA.
4. YA ALLAH
KABULKANLAH DO’A KAMI, “AAMIIN”
Rabu, 02 November 2016
MBAH JUM
Oleh : Irene Radjiman
Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.
Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, mbah Jum selalu bersenandung sholawat. Cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.
Saat kutanya : “kenapa begitu ?”
“karena kata simbah modal simbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya simbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan dimasjid mbak, makanya kalau dapet lebih dari 50 ribu, saya diminta simbah masukkin uang lebihnya kemasjid.”
“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi
“Nggak mbak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.
“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi
“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, simbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok mbah, ga ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian. Pernah suatu hari simbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” Begitu penjelasan sang cucu.
Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini mbah Jum…?? Aahhh…. Logikaku yang hidup di era kemoderenan jahiliyah ini memang belum sampai.
Sampai rumah pukul 10:00 pagi beliau langsung masak untuk makan siang dan malam. Ternyata mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah mbah Jum. Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya ! 100% ! anda kaget ? sama, saya juga kaget.
Ketika aku kembali bertanya : “kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?”
mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).
Lagi-lagi aku terdiam. Lurus menatap wajah keriputnya yang bersih. Ternyata manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan oleh peradaban sedekah tingkat tinggi macam ini. Dimana di era kapitalis orang sekarat saja masih bisa dijadikan lahan bisnis. Jangankan bicara GRATIS dengan menggunakan kartu BPJS saja sudah membuat beberapa oknum medis sinis.
Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).
Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah…!! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak dikampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkatnya ternyata semuanya sudah qatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.
“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (saya ini orang kampong. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya).
Itu kata-kata terakhir mbah Jum, sebelum aku pamit pulang. Kupeluk erat dia, kuamati wajahnya. Kurasa saat itu bidadari surga iri melihat mbah Jum, karena kelak para bidadari itu akan menjadi pelayan bagi mbah Jum.
Matur nuwun mbah Jum, atas pelajaran sedekah tingkat tinggi 5 tahun yang lalu yang sudah simbah ajarkan pada saya di pelosok desa Yogyakarta.
.
.
Kisah diatas bukan lah kisah seorang Ulama ataupun Waliyullah. Hanya kisah seorang perempuan biasa yg mampu membuat iri seluruh penghuni Alam.
😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.
Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, mbah Jum selalu bersenandung sholawat. Cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.
Saat kutanya : “kenapa begitu ?”
“karena kata simbah modal simbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya simbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan dimasjid mbak, makanya kalau dapet lebih dari 50 ribu, saya diminta simbah masukkin uang lebihnya kemasjid.”
“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi
“Nggak mbak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.
“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi
“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, simbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok mbah, ga ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, ngasih uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian. Pernah suatu hari simbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” Begitu penjelasan sang cucu.
Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini mbah Jum…?? Aahhh…. Logikaku yang hidup di era kemoderenan jahiliyah ini memang belum sampai.
Sampai rumah pukul 10:00 pagi beliau langsung masak untuk makan siang dan malam. Ternyata mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah mbah Jum. Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100% ke kotak amal masjid. Ya ! 100% ! anda kaget ? sama, saya juga kaget.
Ketika aku kembali bertanya : “kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?”
mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).
Lagi-lagi aku terdiam. Lurus menatap wajah keriputnya yang bersih. Ternyata manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan oleh peradaban sedekah tingkat tinggi macam ini. Dimana di era kapitalis orang sekarat saja masih bisa dijadikan lahan bisnis. Jangankan bicara GRATIS dengan menggunakan kartu BPJS saja sudah membuat beberapa oknum medis sinis.
Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).
Dikarenakan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah…!! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak dikampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkatnya ternyata semuanya sudah qatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.
“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (saya ini orang kampong. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya).
Itu kata-kata terakhir mbah Jum, sebelum aku pamit pulang. Kupeluk erat dia, kuamati wajahnya. Kurasa saat itu bidadari surga iri melihat mbah Jum, karena kelak para bidadari itu akan menjadi pelayan bagi mbah Jum.
Matur nuwun mbah Jum, atas pelajaran sedekah tingkat tinggi 5 tahun yang lalu yang sudah simbah ajarkan pada saya di pelosok desa Yogyakarta.
.
.
Kisah diatas bukan lah kisah seorang Ulama ataupun Waliyullah. Hanya kisah seorang perempuan biasa yg mampu membuat iri seluruh penghuni Alam.
😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Selasa, 13 September 2016
PASIR
Seorang anak kehilangan sepatunya di laut, lalu dia menulis di pinggir pantai ...
LAUT INI MALING ...
Tak lama datanglah nelayan yg membawa hasil tangkapan ikan
begitu banyak, lalu dia menulis di pantai ...
LAUT INI BAIK HATI ...
Seorang anak tenggelam di lautan lalu ibunya menulis di
pantai ...
LAUT INI PEMBUNUH ...
Seorang berperahu dan di hantam badai, lalu menulis dipantai
...
LAUT INI PENUH MARABAHAYA
Tak lama datanglah Seorang lelaki yg menemukan sebongkah
mutiara di dalam lautan, lalu dia menulis di pantai ...
LAUT INI PENUH BERKAH ...
Sementara seisi lautan tak pernah mengeluh.
Kemudian datanglah ombak besar dan menghapus semua tulisan
di pantai itu tanpa sisa.
MAKA.......
JANGAN RISAUKAN OMONGAN ORANG, KARENA SETIAP ORANG MEMBACA
DUNIA DENGAN PEMAHAMAN DAN PENGALAMAN YANG BERBEDA.
Teruslah melangkah, selama engkau di jalan yang baik.
Meski terkadang kebaikan tidak senantiasa di hargai.
Tak usah repot repot mau menjelaskan tentang diri mu kepada
siapa pun, Karena yang menyukai mu tidak butuh itu, Dan yang membenci mu tidak
percaya itu.
Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi Siapa yang mau
berbuat baik.
Jangan menghapus Persaudaraan hanya karena sebuah Kesalahan
...
Namun Hapuslah kesalahan demi lanjutnya Persaudaraan..
Jumat, 29 Juli 2016
DOA APEL PAGI
1. YA
ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG, JADIKANLAH APEL PAGI INI, UNTUK LEBIH
MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA KAMI, MENINGKATKAN DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB SERTA
PENGABDIAN KAMI, KEPADA NEGARA DAN BANGSA KHUSUS KEMENTERIAN DESA, PDT DAN
TRANSMIGRASI.
2. YA
ALLAH YANG MAHA PEMBIMBING,
JADIKANLAH HARI INI, LEBIH BAIK DARI HARI
KEMARIN, DAN HARI ESOK MENJADI LEBIH BAIK DARI HARI INI. BIMBINGLAH KAMI UNTUK
SELALU BERSYUKUR ATAS KARUNIA “MU”, TABAH DAN SABAR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN
TUGAS.
3. TUNJUKKANLAH
KEPADA KAMI YANG BENAR ITU BENAR, AGAR KAMI DAPAT MELAKSANAKANNYA,
PERLIHATKANLAH KEPADA KAMI YANG SALAH ITU SALAH, AGAR KAMI DAPAT MENGHINDARINYA.
4. YA ALLAH
KABULKANLAH DO’A KAMI, “AAMIIN”
Selasa, 26 April 2016
Abdullah bin Umar: Menghindari Jabatan Demi Kedamaian Umat
Abdullah bin Umar atau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Umar adalah putra dari khalifah Umar Ibn Khathab. Diriwayatkan dalam hadis, nabi mengatakan, “Dia (Abdullah bin Umar) orang yang shalih.” Pernah juga berkata, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar, jika dia mau mengerjakan sholat malam.”
Konon, setelah mendengar ucapan nabi melalui Hafshoh istri nabi yang juga kakak perempuannya, Ibn Umar sering menghabiskan sebagian malam-malamnya untuk menjalankan sholat malam dan sebagiannya untuk tidur.
Ibn Umar beberapa kali sempat dicalonkan sebagai khalifah.
Sepeninggal khalifah Usman bin Affan, sekelompok umat Islam memaksanya menjadi khalifah. Mereka berteriak di depan rumah Ibnu Umar, “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang berbai’at kepada anda.” Tapi Ibnu Umar menyahut, “Demi Allah, seandainya bisa, janganlah ada darah walau setetespun tertumpah disebabkan karena aku.” Orang di luarpun mengancam, “Anda harus keluar! Atau, kalau tidak kami bunuh di tempat tidurmu.” Ibnu Umar tidak bergeming sedikitpun. Akhirnya sekelompok orang tersebut bubar.
Kecintaannya akan kedamaian dan persatuan umat membuatnya menjauhi percaturan politik kala itu. Ia menolak dicalonkan sebagai kholifah lantaran takut akan terjadi pertumpahan darah di antara kaum muslimin.
Selain alasan tersebut, Ibn Umar menginginkan jabatan kekhalifahan terjadi secara damai seperti terjadi pada saat terpilihnya Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Meskipun pada masa Ali bin Abi Thalib inilah terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan perebutan kekuasaan. Namun bagaimanapun juga, Ali ibn Abi Thalib terpilih secara damai.
Dalam sebuah cerita, Ibn Umar pernah mengatakan, “Tiada sesuatupun yang aku sesali karena tidak aku peroleh, kecuali satu hal, aku amat menyesal tidak mendampingi Ali memerangi golongan pendurhaka.’”
Hal ini karena Ibnu Umar tidak mampu menghentikan peperangan, sehinggga ia menjahui semuanya. Bahkan ada seseorang menggugatnya. Mengapa ia tidak membela Ali dan pengikutnya jika merasa Ali di pihak yang benar, Abdullah bin Umar menjawab, “karena Allah telah mengharamkan atasku menumpahkan darah muslim.”
Pada 51 H, Muawiyyah I melaksanakan ibadah haji, dan mengambil baiat penduduk Mekkah untuk putranya yang bernama Yazid. Kemudian Muawiyyah memanggil Ibn Umar. Setelah Ibn Umar dating menemuinya, Muawiyyah mengatakan, “Wahai Abdullah bin Umar, Anda pernah mengatakan kepada saya, bahwa Anda tidak suka tidur satu malampun yang di dalamnya tidak ada seorang pemimpin. Saya ingatkan kepada Anda, jangan sampai Anda memecah belah kesatuan umat muslimin atau Anda berusaha merusak hubungan mereka.”
Mendengar itu, Ibn Umar membaca Hamdalah, lantas berkata, “Sesungguhnya sebelum Engkau sudah ada beberapa khalifah yang mempunyai beberapa anak, yang anakmu tidak lebih baik dari anak-anak mereka, namun mereka tidak memutuskan memberikan jabatan khalifah pada anak-anaknya, sebagaimana Engkau melakukan pada anakmu. Mereka memberikan kebebasan pada kaum muslimin untuk menentukan pilihan dalam mengangkat khalifah. Sedangkan Engkau memperingatkan aku agar tidak memecah belah kaum muslimin. Saya tidak akan pernah melakukan itu. Sesungguhnya saya adalah salah satu dari sekian banyak kaum muslimin. Jika mereka sepakat dalam satu perkara, maka saya akan bersama mereka. Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”
Setelah berkata demikian Ibn Umar pergi meninggalkan Muawiyyah I.
Ibn Umar pernah dicalonkan sebagai khalifah, namun beliau mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih seluruh kaum muslimin tanpa paksaan. Jika bai’at dipaksakan di bawah ancaman pedang, ia akan menolak. Sebenarnya Ibn Umar sudah memahami kondisi saat itu. Sudah pasti syarat yang dia ajukan tak akan terpenuhi. Kaum muslimin sudah terpecah menjadi beberapa kelompok.
Penalakan Ibnu Umar yang demikian halus, ternyata ada yang menanggapi dengan kesal. Sekelompok orang yang menginginkan Ibn Umar menjadi khalifah itupun, lantas mengatakan pada Ibnu Umar demikian, “Tak seorangpun lebih buruk perlakuannya terhadap umat manusia, kecuali kamu.” Ibn Umarpun menjawab, “Kenapa? Demi Allah aku tidak pernah menumpahkan darah mereka, tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah-belah persatuan mereka.”
Merekapun menjawab, “Seandainya kamu mau menjadi khalifah, tak seorangpun akan menentang.” Lagi-lagi Ibn Umar menjawab dengan halus, “Saya tak suka seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.’
Saat usianya 70 tahun, Marwan seorang gubernur Madinah menemuinya dan mintanya untuk menjadi khalifah. Ketika itu khalifah ada di tangan Muawiyyah II, cucu dari Muawiyyah I. Nama lengkapnya Muawiyyah bin Yazid bin Muawiyyah. Marwan mengatakan pada Ibnu Umar, “Ulurkan tangan Anda agar kami berbai’at. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpin.”
Lagi-lagi Ibn Umar menjawab, “lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang yang tidak mau?” Jawab Marwan, “Kita gempur mereka sampai mau berbai’at.” Ibn Umar pun secara tegas mengatakan, “Demi Allah aku tak sudi dalam umurku yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku.”
Mendengar jawaban ini, Marwanpun berlalu, dan melontarkan syair, “Api fitnah berkobar sepeninggal Abu Laila, dan kerajaan akan berada di tangan yang kuat lagi perkasa.” Abu laila yang dimaksudkannya ialah Muawiyah bin Yazid.
Pada kesempatan yang berbeda Ibn Umar menyatakan, “Siapa yang berkata marilah shalat, akan aku penuhi. Siapa yang berkata marilah menuju kebahagiaan, akan aku turuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan, marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya, maka saya katakan tidak!”
Ibnu Umar melanjutkan perkataannya, “Kita melakukan perang semata-mata hanya untuk agama kita dan semata bagi Allah. Tetapi sekarang, apa tujuan kita berperang? Aku sudah mulai berperang semenjak berhala berhala memenuhi Masjidil Haram dari pintu sampai ke sudut sudutnya, hingga akhirnya semua menghilang. Sekarang, apakah aku akan memerangi orang yang mengucapkan “la ilaha illa Allah”?
*) Sumber rujukan, Shahih
Konon, setelah mendengar ucapan nabi melalui Hafshoh istri nabi yang juga kakak perempuannya, Ibn Umar sering menghabiskan sebagian malam-malamnya untuk menjalankan sholat malam dan sebagiannya untuk tidur.
Ibn Umar beberapa kali sempat dicalonkan sebagai khalifah.
Sepeninggal khalifah Usman bin Affan, sekelompok umat Islam memaksanya menjadi khalifah. Mereka berteriak di depan rumah Ibnu Umar, “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang berbai’at kepada anda.” Tapi Ibnu Umar menyahut, “Demi Allah, seandainya bisa, janganlah ada darah walau setetespun tertumpah disebabkan karena aku.” Orang di luarpun mengancam, “Anda harus keluar! Atau, kalau tidak kami bunuh di tempat tidurmu.” Ibnu Umar tidak bergeming sedikitpun. Akhirnya sekelompok orang tersebut bubar.
Kecintaannya akan kedamaian dan persatuan umat membuatnya menjauhi percaturan politik kala itu. Ia menolak dicalonkan sebagai kholifah lantaran takut akan terjadi pertumpahan darah di antara kaum muslimin.
Selain alasan tersebut, Ibn Umar menginginkan jabatan kekhalifahan terjadi secara damai seperti terjadi pada saat terpilihnya Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Meskipun pada masa Ali bin Abi Thalib inilah terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan perebutan kekuasaan. Namun bagaimanapun juga, Ali ibn Abi Thalib terpilih secara damai.
Dalam sebuah cerita, Ibn Umar pernah mengatakan, “Tiada sesuatupun yang aku sesali karena tidak aku peroleh, kecuali satu hal, aku amat menyesal tidak mendampingi Ali memerangi golongan pendurhaka.’”
Hal ini karena Ibnu Umar tidak mampu menghentikan peperangan, sehinggga ia menjahui semuanya. Bahkan ada seseorang menggugatnya. Mengapa ia tidak membela Ali dan pengikutnya jika merasa Ali di pihak yang benar, Abdullah bin Umar menjawab, “karena Allah telah mengharamkan atasku menumpahkan darah muslim.”
Pada 51 H, Muawiyyah I melaksanakan ibadah haji, dan mengambil baiat penduduk Mekkah untuk putranya yang bernama Yazid. Kemudian Muawiyyah memanggil Ibn Umar. Setelah Ibn Umar dating menemuinya, Muawiyyah mengatakan, “Wahai Abdullah bin Umar, Anda pernah mengatakan kepada saya, bahwa Anda tidak suka tidur satu malampun yang di dalamnya tidak ada seorang pemimpin. Saya ingatkan kepada Anda, jangan sampai Anda memecah belah kesatuan umat muslimin atau Anda berusaha merusak hubungan mereka.”
Mendengar itu, Ibn Umar membaca Hamdalah, lantas berkata, “Sesungguhnya sebelum Engkau sudah ada beberapa khalifah yang mempunyai beberapa anak, yang anakmu tidak lebih baik dari anak-anak mereka, namun mereka tidak memutuskan memberikan jabatan khalifah pada anak-anaknya, sebagaimana Engkau melakukan pada anakmu. Mereka memberikan kebebasan pada kaum muslimin untuk menentukan pilihan dalam mengangkat khalifah. Sedangkan Engkau memperingatkan aku agar tidak memecah belah kaum muslimin. Saya tidak akan pernah melakukan itu. Sesungguhnya saya adalah salah satu dari sekian banyak kaum muslimin. Jika mereka sepakat dalam satu perkara, maka saya akan bersama mereka. Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”
Setelah berkata demikian Ibn Umar pergi meninggalkan Muawiyyah I.
Ibn Umar pernah dicalonkan sebagai khalifah, namun beliau mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih seluruh kaum muslimin tanpa paksaan. Jika bai’at dipaksakan di bawah ancaman pedang, ia akan menolak. Sebenarnya Ibn Umar sudah memahami kondisi saat itu. Sudah pasti syarat yang dia ajukan tak akan terpenuhi. Kaum muslimin sudah terpecah menjadi beberapa kelompok.
Penalakan Ibnu Umar yang demikian halus, ternyata ada yang menanggapi dengan kesal. Sekelompok orang yang menginginkan Ibn Umar menjadi khalifah itupun, lantas mengatakan pada Ibnu Umar demikian, “Tak seorangpun lebih buruk perlakuannya terhadap umat manusia, kecuali kamu.” Ibn Umarpun menjawab, “Kenapa? Demi Allah aku tidak pernah menumpahkan darah mereka, tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah-belah persatuan mereka.”
Merekapun menjawab, “Seandainya kamu mau menjadi khalifah, tak seorangpun akan menentang.” Lagi-lagi Ibn Umar menjawab dengan halus, “Saya tak suka seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.’
Saat usianya 70 tahun, Marwan seorang gubernur Madinah menemuinya dan mintanya untuk menjadi khalifah. Ketika itu khalifah ada di tangan Muawiyyah II, cucu dari Muawiyyah I. Nama lengkapnya Muawiyyah bin Yazid bin Muawiyyah. Marwan mengatakan pada Ibnu Umar, “Ulurkan tangan Anda agar kami berbai’at. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpin.”
Lagi-lagi Ibn Umar menjawab, “lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang yang tidak mau?” Jawab Marwan, “Kita gempur mereka sampai mau berbai’at.” Ibn Umar pun secara tegas mengatakan, “Demi Allah aku tak sudi dalam umurku yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku.”
Mendengar jawaban ini, Marwanpun berlalu, dan melontarkan syair, “Api fitnah berkobar sepeninggal Abu Laila, dan kerajaan akan berada di tangan yang kuat lagi perkasa.” Abu laila yang dimaksudkannya ialah Muawiyah bin Yazid.
Pada kesempatan yang berbeda Ibn Umar menyatakan, “Siapa yang berkata marilah shalat, akan aku penuhi. Siapa yang berkata marilah menuju kebahagiaan, akan aku turuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan, marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya, maka saya katakan tidak!”
Ibnu Umar melanjutkan perkataannya, “Kita melakukan perang semata-mata hanya untuk agama kita dan semata bagi Allah. Tetapi sekarang, apa tujuan kita berperang? Aku sudah mulai berperang semenjak berhala berhala memenuhi Masjidil Haram dari pintu sampai ke sudut sudutnya, hingga akhirnya semua menghilang. Sekarang, apakah aku akan memerangi orang yang mengucapkan “la ilaha illa Allah”?
*) Sumber rujukan, Shahih
tulisan ini disadur dari https://islami.co/abdullah-bin-umar-menghindari-jabatan-demi-kedamaian/
Al-Qur’an dan Tangis Seorang Pemuda Beriman
TERDENGAR kabar sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbali, bahwa ada seorang muridnya yang selalu bangun malam dan mengkhatamkan Al-Qur`an secara sempurna hingga terbit fajar. Kemudian dilanjutkan dengan sholat shubuh.
Imam Ahmad ingin mengajarkannya cara mentadabburi Al-Qur`an. Datanglah ia kepada muridnya itu, kemudian berkata: “Aku dengar kamu melakukan ini dan itu?
“Ya,” jawab murid tersebut.
“Kalau begitu, coba nanti malam kamu lakukan seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan, tapi saat membaca Al-Qur`an, bayangkan kamu membacanya di hadapanku. Atau seakan-akan aku mengawasi bacaanmu,” kata Imam Ahmad.
Keesokan harinya, datanglah si murid, dan Imam Ahmad bertanya hasilnya,
“Aku hanya bisa membaca 10 juz saja,” jawab sang murid.
“Coba nanti malam baca Al-Qur`an seakan-akan kamu membacanya di hadapan Rasulullah SAW,” kata Imam Ahmad kepada sang murid.
Keesokan harinya si murid datang lagi dan berkata, “Ya imam, aku hanya sanggup membaca juz ‘amma saja.”
“Nah sekarang, cobalah nanti malam kamu baca Al-Qur`an seakan-akan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla,” kata Imam Ahmad memerintahkan muridnya kembali.
Sang murid terkejut diperintahkan seperti ini.
Keesokan harinya, sang murid datang kepada Imam Ahmad dengan mata bengkak akibat menangis tadi malam.
Imam Ahmad pun bertanya,”Apa yang kamu lakukan anakku?”.
Sang murid menjawab sambil menangis, “Ya Imam, demi Allah, sepanjang malam aku tidak bisa menyempurnakan bacaan surat al-Fatihah,” kata sang murid. []
Redaktur: Eppi Permana Sari
tulisan ini disadur dari https://www.islampos.com/al-quran-dan-tangis-seorang-pemuda-6764/
Imam Ahmad ingin mengajarkannya cara mentadabburi Al-Qur`an. Datanglah ia kepada muridnya itu, kemudian berkata: “Aku dengar kamu melakukan ini dan itu?
“Ya,” jawab murid tersebut.
“Kalau begitu, coba nanti malam kamu lakukan seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan, tapi saat membaca Al-Qur`an, bayangkan kamu membacanya di hadapanku. Atau seakan-akan aku mengawasi bacaanmu,” kata Imam Ahmad.
Keesokan harinya, datanglah si murid, dan Imam Ahmad bertanya hasilnya,
“Aku hanya bisa membaca 10 juz saja,” jawab sang murid.
“Coba nanti malam baca Al-Qur`an seakan-akan kamu membacanya di hadapan Rasulullah SAW,” kata Imam Ahmad kepada sang murid.
Keesokan harinya si murid datang lagi dan berkata, “Ya imam, aku hanya sanggup membaca juz ‘amma saja.”
“Nah sekarang, cobalah nanti malam kamu baca Al-Qur`an seakan-akan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla,” kata Imam Ahmad memerintahkan muridnya kembali.
Sang murid terkejut diperintahkan seperti ini.
Keesokan harinya, sang murid datang kepada Imam Ahmad dengan mata bengkak akibat menangis tadi malam.
Imam Ahmad pun bertanya,”Apa yang kamu lakukan anakku?”.
Sang murid menjawab sambil menangis, “Ya Imam, demi Allah, sepanjang malam aku tidak bisa menyempurnakan bacaan surat al-Fatihah,” kata sang murid. []
Redaktur: Eppi Permana Sari
tulisan ini disadur dari https://www.islampos.com/al-quran-dan-tangis-seorang-pemuda-6764/
Minggu, 10 April 2016
BAHAYA MENUDUH FASIQ ATAU KAFIR
bahaya
memanggil dengan kafir atau fasiq
عَنْ
أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا
كَفَرَ وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا وَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ
اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
Dari Abu
Dzar, dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak
ada seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada orang yang bukan bapaknya
padahal ia tahu (kalau itu bukan bapaknya), kecuali dia telah kufur.
Barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan haknya, berarti dia tidak termasuk
golongan kami dan hendaklah ia menempati tempat duduknya dari api neraka. Dan
barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh
Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh. (HR.
Imam Bukhari no. 3317, Imam Muslim no. 214)
Sabda
Rasulullah yang artinya: Tidak ada seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada
orang yang bukan bapaknya padahal ia tahu, kecuali dia telah kafir
.
Mengakui
orang lain sebagai orang tua kandung, padahal bukan orang tuanya termasuk dosa
besar. Kebiasaan seperti banyak dilakukan oleh orang kafir Quraisy pada zaman
dulu untuk mencari popularitas. Kemudian kebiasaan ini dilarang oleh agama
Islam. Bahkan dalam hadits di atas, perbuatan seperti ini dianggap sebuah
kekufuran. Kata kufur disini mengandung dua makna. Pertama, kafir yang
sebenarnya jika perbuatan ini dianggap halal. Dan makna kedua, yaitu kufur
(tidak bersyukur) terhadap nikmat, kebaikan, hak Allah dan hak orang tua.
Kekufuran
yang disebutkan dalam hadits ini bukanlah kekufuran yang mengakibatkan
seseorang murtad dari agama ini. Kata kufur disini, bermakna sama dengan kata
kufur yang terdapat dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أُرِيتُ
النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ
بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ
إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ
مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Aku
diperlihatkan neraka, tiba-tiba (aku lihat) kebanyakan penghuninya adalah
perempuan yang kufur. Beliau ditanya,”Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau
menjawab,”Mereka kufur kepada suami dan kebaikannya. Jika engkau berbuat baik
kepada salah seorang diantara mereka selama setahun, kemudian melihat sesuat
yang mengecewakan, dia akan berkata,’Saya tidak pernah melihat kebaikanmu
sedikitpun’. [HR Bukhari].
Rasulullah
menjelaskan kata kufur disini dengan kufur kepada suami dan kebaikan.[1]
Jadi orang
yang mengakui orang lain sebagai bapaknya, padahal dia tahu itu bukan bapaknya,
maka dia telah kufur terhadap orang tuanya. Padahal orang tuanya merupakan
orang yang paling berhak padanya. Orang tuanya telah melahirkan, mendidik dan
memeliharanya. Karenanya Allah meletakkan kewajiban bersyukur kepada kedua
orang tua setelah kewajiban bersyukur kepada Allah. Sebagaimana firmanNya,
أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Hendaklah
kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. [Luqman :14 ]
Sabda
Rasulullah SAW yang artinya : Barangsiapa yang mengakui yang bukan haknya,
berarti dia tidak termasuk golongan kami dan hendaklah ia menjadikan tempat
duduknya dari api neraka.
Kata da’wa (
الدعوى ) , maksudnya seseorang
mengakui sesuatu sebagai miliknya, haknya atau yang sejenisnya.
Sedangkan
menurut syar’i, da’wa adalah mengaku berhak atas sesuatu yang sedang berada
dalam tanggungan seseorang, atau berada di tangan orang lain atau yang sejenis
nya.
Dalam
masalah pengakuan ini, terdapat juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim,
لَوْ
أُعْطِيَ النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ
وَلَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعَى
Kalau
seandainya orang-orang itu diberi sesuai dengan pengakuan mereka, tentu mereka
akan mengaku berhak atas darah atau nyawa orang dan harta orang, akan tetapi
wajib atas orang yang mengaku mendatangkan bukti.
Dalam hadits
yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّنَةُ
عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ
Penuduh
wajib mendatangkan bukti dan orang yang tertuduh wajib bersumpah. [HR
Tirmidzi].
Mengenai
sabda Beliau, hendaklah dia menempati rumahnya dari api neraka, para ulama
berpendapat, bahwa ungkapan itu berkisar antara do’a Beliau atau pemberitahuan.
Tetapi dengan lafadz perintah. Imam Nawawi mengokohkan pendapat yang kedua,
Beliau berkata, ”Itu pendapat yang paling jelas diantara dua pendapat.”
Sabda
Rasulullah yang artinya: Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan
panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu
akan kembali kepada penuduh.
Dalam hadits
yang lain Rasulullah bersabda,
عَنْ
أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا
يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ
كَذَلِكَ
Dari Abu
Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan
menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si
penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan. [HR Bukhari]
Dua hadits
di atas menjelaskan kepada kita bahaya ucapan kafir. Tuduhan kafir yang
ditujukan kepada seorang muslim, pasti akan tertuju kepada salah satunya,
penuduh atau yang dituduh.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا
كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Apabila ada
seseorang yang mengkafirkan saudaranya (seiman-red) maka salah satu dari
keduanya akan tertimpa kekufuran. [HR Muslim].
أَيُّمَا
امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ
كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa
yang berkata kepada saudaranya, “hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa
salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan (berarti orang yang dituduh
menjadi kafir); jika tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang yang menuduh.
[HR Muslim].
Jika
panggilan itu keliru, artinya orang yang dipanggil kafir tidak benar kafir,
maka kata kafir akan kembali kepada orang yang memanggil. Wal iyadzu billah.
Jika benar, maka dia selamat dari resiko kekafiran atau kefasikaan, namun bukan
berarti ia selamat dari dosa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.[2]
Apakah menjadi
kafir penuduh kafir ataukah tidak? Para ulama berbeda pendapat.
Pertama, Dia
menjadi kafir jika diikuti dengan keyakinan halalnya mengkafirkan orang muslim.
Kedua, yang
kembali ke penuduh ialah dosa mencela dan mengkafirkan saudaranya.
Ketiga, hal ini
(dikafirkan) ialah haknya orang-orang Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin
(karena melakukan dosa besar, pent). Pendapat ini dinukil oleh Qhadhi Iyadh
dari Imam Malik bin Anas. Namun pendapat ini dilemahkan oleh Imam Nawawi,
karena menurut pendapat yang shahih sebagaimana ucapan banyak ulama dan para
pen-tahqiq, bahwa orang Khawarij tidak boleh dikafirkan, seperti juga semua
ahlul bid’ah tidak boleh dikafirkan.
Keempat, bahwa
perbuatan mengkafirkan itu akan menyeret kepada ke-kufuran. Maksudnya, perbuatan
ini (merusak kehormatan kaum muslimin dan mengkafirkan tanpa alasan yang
benar), dapat menyeret pelakunya kepada kekufuran. Pendapat ini didukung oleh
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Awanah.
وَإِنْ
كَانَ كَمَا قَالَ وَ إِلاَّ فَقَدْ بَاءَ بِالْكُفْرِ
Jika
kenyaataannya sebagaimana ucapannya (maka dituduh kafir) dan jika tidak benar,
maka dia kembali dengan membawa kekufuran.
Kelima, bahwa yang kembali kepada penuduh ialah dosa mengkafirkan. Bukan kekufuran yang
hakiki, tapi hanya dosa mengkafirkan, karena mengkafirkan saudaranya. Maka
seakan-akan mengkafirkan dirinya sendiri atau mengkafirkan orang yang sama
dengannya.[3]
Singkat
kata, perkataan seperti ini sangat berbahaya untuk diucapkan. Sudah sewajarnya
(seharusnya) kita berhati-hati menggunakan kalimat tersebut. Janganlah
terburu-buru menggunakan kata kafir, fasiq atau yang sejenisnya. Karena
kekufuran merupakan hukum syar’i yang berdasarkan nash-nash Al Qur’an dan As
Sunnah. Janganlah mengkafirkan seseorang, kecuali yang telah dikafirkan oleh
Allah dan RasulNya. Mengkafirkan seseorang karena perbedaan pendapat atau
karena emosi merupakan dosa besar.
Waallhu a'lam
Minggu, 14 Februari 2016
SETAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN (Saebuah Kajian Tematik)
Secara redaksional ayat-ayat tentang
Setan dalam al-Qur’an ditemukan kurang lebih 92 ayat. 33 ayat merupakan
ayat-ayat Madaniyah dan 59 ayatnya lagi merupakan ayat-ayat Makkiyah, dan
terkumpul dalam 9 surat Madaniyah dan 25 surat Makkiyah. Semua terhitung baik
yang menggunakan lafadz Syaiṭān atau yang sinonim seperti al-Ṭaghūt [1]dan
al-Waswas.[2] Setan oleh al-Qur’an diucapkan dengan lafadz “syaiṭān atau
al-syaiṭān”, hal ini tentu tidak mengherankan karena al-Qur’an sendiri
merupakan bahasa arab. Artinya tulisan
"Setan" itu adalah dipakai untuk bahasa Indonesia, sedangkan al-syaiṭān
adalah bahasa Arab yang merupakan bahasa asli al-Qur’an.[3]
Akan tetapi, kata al- syaiṭān dalam
al-Qur’an tidak selalu dimaksudkan pada pengertian Setan secara khusus, seperti
yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 14.[4] Adapun lafadz “شياطينهم” dalam ayat ini merupakan jama’ taksir
dengan ṣighat atau bentuk munthah al-jumū’[5] dari lafadz “شيطان”. Arti “شياطينهم” menurut para ulama
adalah pemimpin dan pembesar atau kepala mereka yang terdiri atas kalangan
pendeta yahudi, pemimpin-pemimpin kaum musyrik dan kaum munafik. Pendapat ini
dikatakan oleh Imam As-Saddi dari Abu Malik. Imam Qatadah juga berpendapat
demikian. Tetapi menurut Imam ad-Dahhak dan Imam Mujahid, “شياطينهم” artinya adalah teman-teman mereka dari kalangan orang-orang
munafik dan orang-orang musyrik.[6]
Setan juga berasal dari kata:شَيْطَانًا- يَشْطُنُ -شَطَنَ ang berarti = jauh
(artinya adalah jauh dari rahmat Allah). Disamping itu, dalam gramatika bahasa
Arab jia sebuah kata atau lafadz yang diakhiri dengan alīf dan nūn adalah
menunjukkan makna “jauh yang teramat sangat”.
Kata Setan juga berarti = رُوْحٌ شَرِيْرٌ (ruh yang sangat jahat)
=
الْخَبِيْثَةُ الْحَيَاةُ (kehidupan yang
buruk)
= مُفْسِدٌ
مُتَمَرِّدٌ (pendurhaka yang perusak)[7]
Sedangkan menurut istilah, Setan
sebagaimana pendapat Fazlur Rahman adalah personifikasi yang diruju’ al-Qur’an
untuk mewakili kekuatan jahat yang ada di muka bumi ini.[8] Syeikh Ibrahim
Abdul Alim menyatakan, bahwa Setan adalah nama untuk semua yang membangkang
dari bangsa Jin dan Manusia.[9] Menurut Muhammad Asad, bahwa di dalam al-Qur’an
sebetulnya Setan dapat dipahami sebagai kekuatan spiritual atau sesuatu yang
tidak mempunyai raga.[10]
Adapun keseluruhan jumlah ayat tentang
Setan dalam al-Qur’an berjumlah 92. Delapan belas (18) di antaranya menggunakan
lafadz [11]شياطين dan yang tujuh puluh
empat (74) sisanya dengan menggunkan lafadz شَيْطَانًا.[12]
Sementara 33 ayatnya merupakan ayat-ayat Madaniyah dan 59 ayatnya lagi merupakan
ayat-ayat Makkiyah.
A.
Setan Menurut Al-Qur’an.
Dalam keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an
terkait, bahwa entitas Setan adalah berbeda dengan Jin, Iblis, Malaikat atau
pun Manusia. Jika Jin, Iblis, Malaikat dan Manusia dijelaskan secara eksplisit
tentang bahan penciptaannya, yakni Jin[13] dan Iblis[14] tercipta dari api,
Malaikat tercipta dari cahaya, Manusia tercipta dari tanah,[15] dan Hewan tercipta dari air, [15.1] maka Setan
tidak disebutkan berasal dari ketiganya. Ia begitu abstrak cendrung simbolik.
Ia bukanlah sebuah eksistensi apalagi berbentuk fisik. Tapi ia tidak lebih dari
sebuah karakter dan sifat yang melekat pada dua sosok hamba Allah, yakni Jin
dan Manusia.
Oleh al-Qur’an Setan dipersonifikasikan
pada kekuatan jahat yang ada di dunia ini,[16] Tidak patuh dan jauh dari segala
hal kebaikan. Ia durhaka kepada Allah dengan kebiasaan mencuri dengar kabar
dari langit dari para malaikat, padahal Allah sangat melarang hal tersebut,
sehingga Allah pun menjadikan bintang-bintang (meteor) sebagai alat untuk
menghalau Setan dengan melemparinya dan menjaga langit agar Setan tidak lagi
mencuri dengar informasi langit.[17]
Selain itu, Setan juga memiliki sifat
inkar dan kafir kepada Allah SWT., kafir terhadap nikmat-nikmat Allah. Suka
berfoya-foya menghamburkan nikmat Allah tanpa manfaat.[18] Lupa akan
kewajibannya, dimana kesempatan yang telah diberikan Allah bahwa pada awalnya
ia merupakan hamba yang taat, akan tetapi karena kekafirannya, kemudian
membuatnya inkar dan tidak mau berinfak dijalan-Nya.
Setan juga merupakan pemimpin bagi
orang-orang musyrik,[19] dengan menjadikan berhala sebagai sesembahan
mereka,[20] dan menjadikan thaghut atau membuat segala bentuk sesembahan selain
Allah dengan manhaj-manhaj, syari’at, tata nilai dan norma-norma lain selain yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT.[21]
Ia senantiasa akan selalu berupaya untuk
menyesatkan orang yang sakit hatinya.[22] Ia akan menghalang-halangi Manusia
untuk beriman dengan menghias kesesatan dan memperjelek kebenaran sehingga
Manusia merasa berada dalam petunjuk-Nya.[23] Padahal hal itu hanyalah bujukan
dan tipuan Setan semata, Seperti apa yang telah ia perbuat terhadap Nabi Adam
dan siti Hawa,[24] di mana keduanya akhirnya terkelincir dari rahmat Allah dan
diturunkan ke bumi. Setan juga memperpanjang angan-angan Manusia dengan
janji-janji kosong dan palsu,[25] sehingga jikalau mereka dalam keadaan lengah
dan lalai, maka sangat mudah sekali bagi Setan membisikkan ke dalam hatinya
larut dalam keadaan was-was dan gundah gulana.[26] Ingatlah, bahwa Setan adalah
pelopor serta penggiring pada kemaksiatan atas orang-orang yang kafir,[27] baik
kufur iman atau kufur nikmat. Oleh karena itu kalau pun mereka menafkahkan
harta-hartanya, maka pasti hal itu dilakukan dengan tidak ikhlas dan ingin
dipuji ataupun diperhatikan orang lain (riya’).[28] Maka dari itu semua,
pantaslah bagi Setan dijadikan sebagai musuh yang nyata bagi Manusia.[29]
Namun demikian, meski ia merupakn musuh
nyata manusia, bukan berarti ia entitas terpisah dari manusia itu sendiri.
al-Qur’an mengatakan, bahwa setan adalah termasuk dari golongan Jin dan
Manusia, sebagaiman yang terlampir dalam surat al-Nas ayat 6. Artinya, ia musuh
karena unsur-unsur negativitasnya sebagaimana Manusia bisa saja menjadi musuh
bagi manusia lainnya, karena hal-hal dan karakter negatifnya.
B.
Informasi Surat Makkiyah dan Madaniyah Tentang Ayat-ayat Setan
Menurut hasil perhitungan penulis
terdapat beberapa surat al-Qur’an yang di dalamnya memuat terma tentang setan,
tapi sebetulnya membahas topik-topik tertentu. Di antaranya terdiri dari empat
(4) surat madaniyah dan dua puluh (20) surat makkiyah, yang seluruhnya
terhitung 24 (dua puluh empat) surat. Namun yang menjadikan luar biasa, bahwa
pemisahan keduanya mempunyai penekanan masing-masing. Di dalam surat-surat
madaniyah, lebih membahas tentang tema-tema besar, urgen dan mengandung makna
bersayap, sedangkan dalam surat-surat makkiyah lebih menyentuh pada segala
aspek kehidupan dan lebih detail. Berikut ulasannya:
1. Surat Madaniyah
Adapaun dalam surat-surat madaniyah ini,
di antaranya adalah membahas tentang: pertama; tentang Munafik. Setelah
ditelusuri ternyata ayat-ayat yang membahas tentang orang-orang munafik adalah
lebih banyak terdapat di surat-surat madaniyah. Dari jumlah 9 surat dan 30
ayat, hanya ada satu surat makkiyah serta satu ayat makkiyah[30] saja
selebihnya merupakan surat madaniyah.[31]
Itu artinya bahwa terma larangan munafik
itu lebih ditekankan pada periode madinah. Sebagaimana dalam sebuah ayat
disebutkan bahwa orang-orang madinah adalah sangat munafiknya.[32] Hal ini
tentu menjadi wajar karena pada masa ini Islam telah memperoleh kejayaan
sehingga banyak di antara non-Muslim yang berpura-pura masuk islam untuk
mencari simpati semata.[33]
Kedua; tentang Musyrik. Terdapat dalam
14 surat dan 26 ayat tentang hal ini. 9 surat
dan 16 ayat di antaranya adalah surat madaniyah,[34] sementara 5 surat
dan 10 ayat sisanya meruapakan surat makkiyah.[35] Namun begitu, pembahasan
yang terdapat dalam surat makkiyah hanya berupa penyebutan mengenai orang-orang
musyrik saja, adapun pembahasan kemusyrikannya tetap dijelaskan disurat
madaniyahnya. Bahkan dikatakan orang-orang musyrik memohon dipanjangkan umurnya
sampai seribu tahun.[36
Ketiga; tentang Ikhlas. Terdapat dalam 3
surat dan 4 ayat. Dua surat dan 3 ayat di antaranya adalah surat madaniyah[37]
kemudian satu surat dengan satu ayat adalah surat makkiyah.[38] Namun,
lagi-lagi bahwa dalam ayat makkiyah hanya berkisar pada penyebutannya saja
bukan tetang pembahasan tentang ikhlas itu sendiri.
Artinya, penekanan supaya berlaku
ikhlas adalah pada periode madinah, dimana islam pada masa ini telah mengalami
kejayaan. Dan sudah seharusnya mengalami kematangan baik lahir maupun batin.
Namun, yang menjadi menarik, topik ikhlas di sini masuk pada pembahasan tentang
setan. Di mana ikhlas merupakan hal positif, sementara setan adalah simbol
segala hal negatif. Tapi, jangan salah setan juga dapat bermetamorfosis pada
hal-hal yang dianggap positif sekalipun, sebagaimana akan dibahas dalam sub-bab
tersendiri, berikutnya.
Keempat; tentang Murtad. Terdapat 4
surat dengan 4 ayat dan semuanya merupakan surat Madaniyah.[39] Adapun arti
dari murtad sendiri adalah kembali kebelakang atau kepada kekafiran.[40]
Kelima; tentang Thaghut. Terdapat 4
surat dan 6 ayat, yang 1 surat dan 1 ayatnya merupakan surat Makkiyah[41] dan
selebihnya (3 surat dan 5 ayat) adalah surat Madaniyah.[42] Sementara maksud
dari lafadz thaghut sendiri ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain
dari Allah S.W.T.[43]
Keenam; tentang Khamar. Terdapat 4 surat
dan 5 ayat, yang terdiri dari 1 surat dan 1 ayat Makkiyah[44] serta terdiri
dari 3 surat dengan 4 ayat Madaniyah.[45] Adapun 1 ayat makkiyah tersebut tidak lain adalah
ayat tentang kisah teman satu sel Nabi Yusuf yang bermimpi tentang khamar
tersebut.[46] adapun makna dari khamar sendiri adalah minuman yang memabukkan
yang menyebabkan si pemakai kehilangan kesadarannya. Terkait hukum mengenai
khamar al-Qur’an mengharamkannya secara bertahap, namun kemungkinan besar pasca
hijrahnya Nabi ia masih dibolehkan meski kemudian diharamkan juga. Hal ini
terbukti dengan adanya ayat madaniyah[47] yang tidak menyunggung keharamannya
dan oleh para ulama dianggap tahab awal waktu masih dibolehkannya.[48]
Catatan, bahwa munafik, musyrik,
murtad, thagut (sesembahan selain Allah), khamar merupakan hal-hal negatif yang
berpotensi dilakukan manusia dan jin atas dorongan otomatis oleh nafsu
syaithaniyahnya
2. Surat Makkiyah.
Adapun beberapa perkara yang
meliputi peran Setan dalam surat Makkiyah, sengatlah kompleks dan menyentuh
segala aspek kehidupan. Di antaranya; bahwa Setan (yang terdiri dari Manusia
dan Jin) adalah musuh para Nabi Allah, memperolok-olok ayat Allah, penipu,
membisikkan pikiran jahat, was-was, mengaggap baik perkara buruk, membuat lupa
mengingat Allah, suka berbisik-bisik diantara orang banyak, pemboros, pembuat
perselisihan, membuat maksiat, menghalangi ke jalan yang benar, membantah tanpa
ilmu, menyesatkan, dan sebagainya.[50]
Jadi pada periodisasi Madaniyah dan
Makkiyah tersebut sangat memanifestasikan karakter-karakter kemanusian. Periode
Madinah adalah gambaran kejayaan, dimana kejayaan akan menimbulkan masalahnya
sendiri yang khas, seperti penghianatan atau kepatuhan, kemunafikan atau
monoteis, berterima kasih atau ingkar. Sedangkan periode Mekkah digambarkan
dengan masa yang penuh dengan godaan, taqlid buta, gambaran-gambaran majazi dan
sebagainya. Artinya, sampai di sini bahwa Setan yang dimaksud oleh al-Qur'an
adalah sifat-sifat bukan person
C.
Bentuk-Bentuk Setan dari Masa ke-Masa
Dalam terminologi al-Qur’an, Setan
hanya digambarkan dengan sebuah sistem moral dan spiritual yang lebih domain
pada hal-hal yang bersifat negatif-destruktif saja, dengan dua pelaku sebgai
bagaian dari dirinya sendiri atau merupakan pengaruh dari yang lain. Akan
tetapi, tidak demikian dalam perspektif Islam, dalam perspektif perkembangan
ilmu pengetahuan, dan pada masa kini. Untuk lebih mempermudah penulis akan
memperjelas dengan merincinya sebagai berikut.
1.
Setan dalam Perspektif Islam.
Adapun yang dimaksud di sini, adalah
pemaparan hadis-hadis Nabi Muhammad dan pendapat para pakar Islam, yang mana
melihat Setan tidak hanya dalam ruang lingkup sifat-sifat buruk dan jahat
semata. Akan tetapi lebih jauh, menganggap bahwa Setan sama dengan person, di
mana jasad dan karakternya itu real. Maka tak ayal, jika mereka berpendapat
bahwa Setan itu beranak, berbapak, berbuyut-buyut dan sebagainya sebagai mana
dalam struktur keluarga dan struktus sosial pada Manusia.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa Nabi
bersabda:
“Tidak seorangpun di antara kamu yang
tidak memiliki Setan sebagai pendampingnya yang bertempat di dalam batinnya.”
Mereka berkata, “Dan engkau juga, ya Rasulullah?” Beliau berkata, “Bahkan aku
juga, hanya saja Allah telah mendatangi pendampingku, menantangnya dan dia
(Setan) telah menjadi Muslim. Sekarang ia hanya mendorongku melakukan
kebaikan.”[52]
Dalam hadis ini, salah satu bukti
bahwa Setan itu adalah person, bagaimana bukan person sementara dia bisa
ditantang oleh Allah dan menjadi muslim?
(sebagian pragraf hilang, yg memuat
beberapa hadis bahwa setan juga mempunyai keluarga, terdiri dari bapak, ibu,
nenek, kakek, anak, cucu dan sebagainya)
Setan juga dapat bermetamorfosis
pada profesi tertentu, sekalipun hal itu adalah posisi baik, seperti pengajar
(guru),dan lain-lain. Tidak hanya itu, label Syuhada yang tentunya menjadi
suatu hal yang bisa jadi merupakan cita-cita atau harapan setiap Muslim, juga
tidak luput dari metamorfosis Setan. Begitu juga, Monoteisme yang menjadi
prinsip dalam agama islam, yang menunjukkan penghambaan secara totalitas pada
satu Tuhan saja, lagi-lagi hal ini juga tidak luput dari metamorfosis
Setan.[53]
Selain itu, Setan bermetamorfosis
pada hal-hal ibadah, seperti shalat. Padahal secara tegas di dalam hadis Nabi,
bahwa hanya shalat, adzan Manusia bisa
mempertahankan diri dari Setan. Akan tetapi, kenyataannya Setan dapat juga
berada dalam diri orang yang sedang shalat. Sehingga tidak sedikit, orang
shalat tetapi shalatnya tidak mempengaruhinya dalam kehupan sehari-hari.
Kemungkaran terus dilakukan, meskipun shalat juga masih dilaksanakan.[54]
Hal-hal kesehari-harian juga tidak
dapat terlepas dari yang namanya godaan Setan, seperti makan, minum, kebersihan
dan lain-lain. Bahkan, Setan juga berada dalam setiap di malam dan di setiap
siang Manusia. Tidak terkecuali saat Manusia dalam keadaan tidur pun, Setan
tetap bisa mengganggu dalam mimpi-mimpi Manusia. Hanya saja Setan tidak dapat
menyerupai Rasulullah saw.[55]
2.
Setan dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Era ilmu pengetahuan (ilmiah) yang
dimaksud oleh penulis adalah masa atau jaman dimana Manusia sudah lebih
cendrung pada aspek-aspek ilmiah. di mana pada jaman ini penekananya
adalah segala sesuatu yang dapat
dianalisis dengan panca indra dan rasionable. Bahwa aspek-aspek spiritual
sekalipun pada masa ini mengalami penyesuaian definitif.
Adapun bagian ini, terjadi karena
terinspirasi dari karya Hasan Hanafi dan Muhammad ‘Abid Al- Jabiri, yang telah
diterjemahkan dengan judul “Membunuh Setan dunia, meleburkan timur dan barat
dalam cakrawla kritik dan dialog.” Sebenarnya buku ini tidak spesifik membahas
Setan, namun melihat dari judulnya maka penulis menganggap buku ini juga bisa
masuk pada tema ini, mengingat adanya unsure-unsur negatif yang ada. Sebagai
berikut macam-macanya.
a)
Fundamentalisme
Dalam hal ini, yang dimaksud oleh
Hasan Hanafi adalah adanya kesalahan barat dalam mendifinisikan fundamentalisme,
bahwa barat telah salah kaprah karena menganggap Al-Ushuli (hal fundamen)
adalah al-Ashri (hal kontemporer) ataupun sebaliknya.[56] Padahal kata
Ushuliyyah yang merupakan bahasa arab dari kata fundamentalisme, dalam
terminologi arab memiliki maknanya tersendiri, yakni kurang lebih adalah
orisinal islam. Bukan sebagaimana barat menyebut fundamentalisme menyamakan
dengan era kebangkitan islam, dengan mengkoralisakannya pada era kemunculan
gerakan Ikhwanul Muslimin, era Al-Afagani dan Muhammad Abduh, serta
pan-islamisme dan lain-lain.[57]
Sehingga dengan kesalahan ini,
secara serta merta malah menjadi momok yang menghawatirkan bagi beberapa umat
islam sendiri. Mereka menjadikan barat sebagai yang tertuduh sebagai
orientalis, perusak moral dan punya niat terselubung untuk menghancurkan islam.
Salah satu contoh dengan sistem demokrasi, kapitalisasi, komunis, dan
lain-lain. Dan semua itu adalah negatif-distruktif sama dengan intrik dan
tujuan utama Setan.
b)
Sekularisme
Al-Ilmaniyyah atau sekularisme menurut
Syubli Syamil, Ya’qub Sharuf, Farah Anthoin, Nicolay Haddad, Salama Musa,
Waliyuddin Yakun, Louis ‘Iwadl dan lain-lain memporandakan sekularisme barat
dalam arti pemisahan agama dengan Negara. Agama adalah urusan Allah dan Negara
adalah urusan bersama.[58] Hal semacam ini pernah terjadi pada masa Kristen
ortodoks, dimana ada pemisahan antara agama dengan Negara atau otoritas
religius dengan ototritas politik.[59]
Bagi gerakan Islam, hal diatas
diekspresikan dalam bentuk penolakan terhadap segala bentuk sekularisme yang
sebenar-benarnya dan menghubungkannya dengan weternisasi yang mengandung unsure
kolonialisme dan missionari.[60]
Tentunya berbeda dengan Islam, yang
bukan gereja untuk dipisahkan dari Negara.[61] Islam menganut sistem
al-Hakimiyah (supermasi hokum Allah) dengan menjadikan Syari’at Positif (segala
perbuatan yang terkonstruksi dan terstruktur dalam realitas) dan Syari’at
Taklif (perbuatannya jelas dengan unsur
al-Bulugh, Taklif dan Kifayah ) sebagai pedoman baik secara eksplisit maupun
implisit. Dan menjadikan Maqashid al-Syar’i sebagai ‘Illah al-Hukmiyah.[62]
c)
Liberalisme
Al-Libraliyah atau Liberalisme
menurut Hasan Hanafi telah menepati posisi tetrtentu dalam pemikiran kita,
mempengaruhi dalam rangka menuntaskan kerinduan akan sebuah kebebasan dan
pembebasan. Seorang libral lebih banyak dipuji, walaupun ia seorang borjuis
kecil maupun besar, atau walaupun
dilakukan atas nama sosialisme dan modernisme. Kebebasan yang dimaksud adalah
kebebasan murni, bukan kekebasan umum,
yang pada akhirnya akan menghilangkan dua hal positif secara bersamaan,
yaitu kebebasan dan sosialisme.[63] Di mana kenyataannya Liberalisme adalah
kata lain untuk intimidasi, penjara terhadap tokoh-tokoh, siksaan bagi
pencintanya, kerusakan primordial, konspirasi untuk kepentingan sesaat,
pengabdian kepada barat, tumbuhnya kekuasaan minoritas atas mayoritas,
kekuasaan modal atas hokum dan lain-lain.[64]
d)
Modernisme
Secara subtansial, modernisme adalah
sebuah pemberontakan terhadap tradisi masa lampau, yang terdiri atas tradisi
masa lampau dan masa kini, guna menciptakan bentuk tradisi baru.[65]
Menurut Muhammad Abid al-Jabiri
bahwa modernisme saat ini adalah modernism agresif-total, sehingga kalau anda
tidak segera mengantisipasinya, atau bekerja keras untuk memberikan kontribusi
karya di dalamnya, atau paling sedikitnya, untuk mengetahui proses
keberlanjutannya dalam kenyataan dan privasi anda, maka anda akan disingkirkan
olehnya, atau digusur dari kenyataan anda sendiri, atau dipinggirkan dan
diposisikan di wilayah marJinal di luar area masa kini dan masa yang akan
dating, dengan merenungkan masa lampau, atau akan menjerumuskan anda ke dalam
masa lampau tersebut.[66]
Oleh karena itu, maka
fundamentalisme, sekularisme, liberalisme, dan modernisme dianggap bagian dari
noktah-noktah hidup yang dapat mempengaruhi kehidupan nurani manusia melenceng
bahkan bertolak-belakang dari tabiat sesungguhnya. Dan ini pun bagian dari
tujuan Setan dengannya.
3.
Setan dalam Perspektif Masa Kini
Lebih jauh, sampai pada era global seperti
sekarang ini, tentu semakin banyak aspek-aspek dan jalan-jalan Setan yang
tersebar serta mudah ditemui, bahkan tidak menutup kemungkinan akan
mempengaruhi diri juga. Corak globalisasi yang paling tampak adalah
perkembangan tekhnologi yang semakin tak terkontrol, seperti Handphone,
televisi, PS, dan lain-lain. Sehingga bermunculan pun akses-akses baru, seperti
internet, game online, facebook, twitter dan sebagainya. Di mana semua itu
dirasa tidak baik dampaknya terutama bagi kaula muda.
Menurut krimonolog dari Universitas
Indonesia Adrianus Meliala, Sudaryanto dari data yang diperoleh mengatakan,
bahwa pada 2008 ada 4.000 anak Indonesia yang mengakses materi pornografi di
internet kemudian meningkat menjadi 16.000 pada 2011.[67] Dari ini, bisa kita bayangkan
di tahun 2015 ini sudah meningkat jadi berapa banyak, apalagi dengan semakin
mudah dan makin murahnya alat ada, seperti handphone, laptop, wifi dan
lain-lain dengan segala kecanggihanya. Dan semua itu, bisa menjadi Setan bagi
dirinya sendiri karena membawanya pada perbuatan maksiat.[68]
Selain efek kecanggihan teknologi
dapat menghantarkan pada kemaksiatan, masih banyak lagi dampak negatif yang
lain, yakni kasus penipuan[69] baik materiil maupun psikologis. Pada tahun 2011
lalu terjadi kasus penipuan yang berawal dari perkenalan difacebook, kemudian
melanjutkannya kejenjang pernikahan. Berselang beberapa bulan kemudian baru
terungkap bahwa ternyata telah terjadi perkawinan sejenis.[70] Sedangkan dilain
waktu, kepolisian membongkar aksi penipuan yang dilakukan lewat jejaring
telepon, dan diperkirakan menelan kerugian Rp. 224 juta.[71]
Efek selanjutnya adalah kecanduan
dan melampaui batas, seperti contoh kasus kecanduan game online sama dengan
kecanduan narkoba, yang mengakibatkan lupa[72] pada segala-galanya, lupa
belajar, lupa tidur, lupa sekolah atau kuliah bahkan bisa jadi juga shalat dan
beribadah.[73] Pada 23 februari 2011 di china, telah terjadi kematian yang
diakibatkan bermain game di internet selama tiga hari berturut-turut tanpa
makan dan tidur.[74]
Selain itu, berdampak juga pada
merebaknya kejahatan[75] dan perbuatan merugi.[76] Pada 2013 lalu, terjadi
kasus eksploitasi anak dengan praktik wisata seks anak melalui webcam atau
webcam child sex tourism (WCST). Bagi Sudaryanto, selaku Country Manager Terre
des Hommes untuk Idonesia, mengatakan bahwa kejahatan ini harus segera ditindak
lanjuti, karena berpotensi akan lebih meningkat lagi.[77]
Sementara itu, bermain terlalu
sering bermain game akan merugikan bagi kesehatan tubuh Manusia. Adapun efeknya
adalah kelelahan mata, wasir atau ambeien, berkurangnya metabolism tubuh, makan
dan istirahat menjadi tidak teratur, dan sindrom carpal tunnel atau cedera otot
tangan ditandai dengan kesemutan, mati rasa, kelemahan serta kerusakan otot
pada pergelangan tangan dan jari.[78]
Berikutnya, selain petaka dari
kecanggihan sebuah tekhnologi adalah isu-isu yang cukup menyita banyak
perhatian dalam beberapa tahun trakhir ini, terutama bagi rakyat Indonesia,
yakni isu koruptor. Isu korupsi atau koruptor sebenarnya bukan isu baru, ia
telah lama ada dan terjadi diberbagai Negara di dunia. Makna dasar korupsi
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah.[79] Dilihat dari hal ini, menunjukkan bahwa korupsi mengandung
perbuatan-perbuatan Setan, begitupun dengan kutipan berikut ini.
Dalam Islam oleh para ulama terdapat
beberapa istilah yang dikaitkan dengan istilah korupsi, diantaranya adalah
Ghulūl (penggelapan),[80] Risywah (suap), Ghaṣab (mengambil hak orang lain),
Sāriqah (pencuri),[81] dan Khiyanat (penghianatan).[82] Dan yang terahir ini,
yang dianggap oleh mayoritas ulama mazhab Syafi’iyyah lebih cocok untuk istilah
korupsi. Sedangkan menurut K.H Musthafa Bisri (GusMus), bahwa korupsi adalah
al-Fasād (kerusakan).[83]
Selain yang telah disebutkan di
atas, tentunya masih banyak lagi contoh-contoh dan prilaku-prilaku menyimpang
yang tidak dapat dipaparkan semua dalam tulisan ini. Penyimpangan, kemaksiatan,
kejahatan dan sebagainya bahkan bisa kita lihat serta dapat kita jumpai tiap
detik, menit, maupun jam, dengan berbagai macam bentuknya. Lagi-lagi hal
tersebut terjadi karena faktor pontensitas shyaithaniyah yang ada dalam diri
Jin dan Manusia.
D.
Antara Setan, Iblis, Jin dan Manusia Dalam Al-Qur’an
Sebuah kejahatan pertama kali
dimulai oleh Iblis,[84] ia merupakan gambaran dari sebuah kesombongan,
kecongkakan dan kedengkian pertama kali.[85] Bentuk kecongkakan Iblis adalah
pembangkangannya terhadap perintah Allah, dan salah satu bentuk kedengkiannya
adalah argumentasinya tentang keengganannya bersujud kepada Nabi Adam a.s. ia
berasumsi bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam. Ia menganggap Nabi Adam hanyalah
Manusia yang diciptakan dari tanah liat kering sedangkan ia diciptakan dari
api.[86]
Kisah Iblis terbilang spesial dan
unik, karena al-Qur’an mengkhususkan sekenario ceritanya pada konteks tertentu,
yakni pada proses awal mula penciptaan Nabi Adam a.s sebagai khalifah di muka
bumi.[87] Al-Qur’an seakan-akan ingin menunjukkan sesuatu dibalik cerita
tentangnya, entah apa?. Iblis hanya digambarkan sebagai entitas congkak,
sombong dan dengki. Ia bukan penggoda, bukan pembuat kerusakan, bukan makhluk
yang menyesatkan dan lain-lain. Karena yang demikian adalah perbuatan Setan.
Hal ini, dapat dibuktikan dengan salah satu surat al-Baqarah ayat 36 berikut:
Lalu keduanya digelincirkan oleh
syaitan dari surga itu[89] dan dikeluarkan dari Keadaan semula. (QS.
Al-Baqarah: 36)
Padahal ayat ini masih berkaitan dengan
kisah Iblis, hanya saja ayat ini menceritakan keadaan Nabi Adam dan Siti Hawa
yang telah tergoda oleh bujuk rayu Setan. Namun demikian, bukan berarti
keduanya adalah makhluk yang berbeda. Iblis adalah nenek moyang Setan.[90]
Iblis dan Setan adalah sejenis, yang membedakan adalah apakah Iblis mengganggu
Manusia atau tidak?, kalau mengganggu Manusia maka ia disebut Setan, tetapi
kalau diam maka ia dinamakan Iblis.[91] Sedangkan Jin sendiri adalah nenek
moyang Iblis.[92] Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Iblis adalah
dari Jin, firman Allah:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,[93] Maka sujudlah mereka
kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan Jin, Maka ia mendurhakai perintah
Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin
selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu
sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-Kahfi: 50)
Sementara itu, kaitan antara Manusia
dengan Jin adalah lebih pada eksistensitas kemakhlukannya, bahwa keduanya
diciptakan oleh Allah dengan tanggung-jawab dan beban yang sama, yaitu agar
menghambakan diri dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala.[94] konsekuensi
logis dari realitas kemakhlukan secara otomatis akan mengarahkan pada dua
potensitas yang kontradiktif, jika tidak positif maka berarti negatif. Maka
dari itu, ada Jin yang baik, ada Jin yang jahat. Begitupun dengan Manusia, ada
Manusia yang baik dan ada Manusia yang jahat. Sebagian mereka ketika
diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an, maka ada di antara mereka yang
menjadikannya sebagai petunjuk.[95] Tetapi, sebagaian dari mereka juga ada yang
mempunyai hati, namun tidak dipergunakannya untuk memahami, mempunyai mata tapi
tidak dipergunakan untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tidak dipergunakan
untuk mendengarkan.[96]
Al-Qur’an juga menggambarkan
hubungan keduanya dalam kondisi timbal-balik dan seperti harmonis. Dalam sebuah
ayat dijelaskan, bahwa sebagian dari Jin ada yang menjadi pekerja Nabi Sulaiman
dengan izin Allah.[97] begitu pun dalam ayat lain, Allah berfirman: bahwa ada
beberapa orang laki-laki di antara Manusia yang meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara Jin.[98] Namun, yang paling intens dari keduanya
adalah mereka sama-sama berpotensi menjadi Setan dalam arti makhluk yang
berbeda dengan sejenisnya karena kejahatannya.[99] Sebuah ilustrasi implisit
yang mengesankan digambarkan oleh Allah dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Pertama: tentang Iblis (merupakan
makhluk dari jenis Jin) yang disimbolkan sebagai karakter sombong, congkak,
dengki dan tidak mahu terima seandainya Nabi Adam beserta keturunannya
menikmati gemerlapnya surga atau dunia begitu saja. Sehingga Iblis sempat
pernah memohon kepada Allah untuk menangguhkan siksa-Nya hingga terjadi kiamat
kelak. Sikap ini juga ditunjukkan oleh orang-orang yahudi dan nasrani (makhluk
dari golongan Manusia), bahwa mereka sekali-kali tidak terima seandainya
orang-orang islam tidak ikut jejak mereka atau Imam Nawawi mengatakan tidak
ikut agama dan qiblat mereka,[100] sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan
Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS.
Al-Baqarah: 120)
Kedua: Iblis (makhluk dari jenis
Jin) yang pada awalnya merupakan makhluk yang istimewa, dia sangat pandai,
mirip malaikat, bahkan malaikat sebelumnya menyampaikan hasil catatannya kepada
Allah tidak secara langsung tapi memalalui Iblis dan Iblis yang menyampaikan
langsung kepada Allah. akan tetapi, kemudian Iblis berparangai buruk dan tidak
mematuhi perintah Allah.[101] Nabi Adam (bapak seluruh Manusia) juga demikian,
ia awalnya mendapat kedudukan istimewa sampai-sampai para seniornya saja,
seperti Iblis dan para malaikat diperintahkan bersujud kepadanya. Hanya saja, seperti
halnya Iblis ia juga melakukan kesalahan yang fatal, sehingga Allah pun
menghukumnya dengan mengeluarkannya dari surga dan menurunkannya ke bumi.[102]
Namun bedanya dengan sang senior adalah Nabi Adam langsung bertaubat kepada
Allah dan Allah pun menerima taubatnya, sebagaimana firman-Nya:
Kemudian Adam menerima beberapa
kalimat[103] dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 37)
Ketiga: Setan (makhluk dari golongan
Jin dan Manusia) adalah musuh yang nyata bagi Para Nabi Allah, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu, sebagaimana firman Allah ta’ala:
Dan Demikianlah Kami jadikan bagi
tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) Manusia dan (dan
jenis) Jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (Maksudnya Setan-Setan jenis
Jin dan Manusia berupaya menipu agar tidak beriman kepada Nabi). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An’am: 112)[104]
Keempat: Jin dan Manusia sama-sama
mendapatkan utusan dari Allah dalam menyampaikan agama Allah yang luhur kepada
mereka, sebagaimana firman-Nya:
Hai golongan Jin dan Manusia, Apakah
belum datang kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan
kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu
dengan hari ini? mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri Kami
sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi
atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.(QS.
Al-An’am: 130)
Jadi dengan beberapa gambaran
ayat-ayat di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa Manusia dan Jin memiliki
hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan atau merugikan dan berada dalam
posisi yang sama di sisi Allah subhānahū wa ta’ālā. Adapun yang menguntungkan
adalah sebagaimana fakta pada Nabi Sulaiman, di mana kenyataannya Jin tunduk
dan patuh kepada Nabi Sulaiman atas izin Allah.
Selain itu, hal yang berbau mistis
adalah realitas yang terjadi bahkan sampai saat ini, yakni jalan-jalan yang
ditempuh oleh sebagian Manusia untuk memuaskan keinginannya, sehingga tidak
segan-segan menggunakan segala cara termasuk dengan sihir, yakni tipu muslihat
mengalihkan sesuatu dari wujud yang sebenarnya kepada keadaan yang lain,[105]
di mana dalam praktik ini tentu melibatkan Jin.[106] Dan masih banyak lagi
bukti ayat-ayat tentang harmonisasi keduanya yang tidak bisa penulis
ketengahkan seluruhnya, karena alasan subtansi dan ruang penulisan agar tidak
terlau penuh. Tetapi yang pasti hubungan timbal-balik yang terjadi lebih dominan
merujuk pada hal yang negatif, yang paling akbar adalah kesyirikan.[107]
Namun begitu, meskipun dalam aspek
yang sangat sederhana keduanya bisa dikompromikan. Akan tetapi, tetaplah
keduanya berada dalam alam yang berbeda, Jin berada dalam ruang ghaib.[108]
Muhammad Isa Dawud mengatakan, Jin adalah jenis, “yang tertutup”, atau “yang
tersembunyi”, ia adalah makhluk yang berakal, berkehendak, sadar dan punya
keawajiban.[109] sedangkan Manusia hidup
dalam dunia nyata, dunia yang bisa disaksikan dengan panca indra. Jin dengan
keghaibannya, ia dapat dikategorikan pada nenek moyang Iblis atau “Setan”,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Kamudian Manusia
dengan keadaan yang dimikinya, ia merupakan makhluk yang bisa saja
terkontaminasi oleh sifat-sifat “Setan” sebagaimana jin.
kesimpulannya, Setan dalam al-Qur’an
merupakan suatu simbol kejahatan yang terjadi di muka bumi. Jin dan Manusia
sebagai aktor nyata bagi berbagai kehancuran dan kerusakan yang terjadi di muka
bumi ini. Jin dengan term sihirnya,[110] sedangkan Manusia menjadi faktor atas
gejala-gejala alam yang semakin memprihatinkan.[111] Mereka saling mempengaruhi
satu sama lain, saling membantu satu sama lain. Sehingga sebagai balasan yang
setimpal dan paling adil terhadap ulah mereka berdua, maka Allah akan
menjebloskan mereka ke dalam neraka-Nya secara bersama-sama.[112] atau ke
surga-Nya.
----------------------------------------------------------------------------
[1] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang
Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 42
[2] Dari kejahatan (bisikan) syaitan
yang biasa bersembunyi (QS. Al-Nas: 4)
[3]“Aku mencintai bahasa arab karena
tiga hlm: karena aku orang Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa Arab
adalah bahasa penduduk Surga.” (HR: Thabrani, dishahihkan oleh Imam as-Suyuthi
dalam Jamiu Shagir-nya).
[4] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang
Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 3
[5] Shighat Munthah Al-Jumu’ adalah
setiap jama’ yang setelah alif taksirnya terdiri dari dua atau tiga huruf,
seperti contoh “دراهم ودنانير”. Keterangan ini di
ambil dari kitab Al-Duruus Al-Nahwiyah karya Hifni Nasif (Iskandariyah:
Darul-‘aqidah, 2007), hlm. 405
[6] Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu
Kasir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz ke-1, terjemah (Bandung: Sinar Baru
Algensindo,2000) hlm, 257-258
[7]
http://jalan-menuju-hidayah.blogspot.com/2009/05/pengertian-Setan.html - yang
di ambil dalam sebuah Artikel online, pada tanggal 8 Juni 2015
[8] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan
dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an,
(Skripsi, 2014) hlm. 51
[9] Syaikh Ibrahim Abdul Alim,
Rujukan Lengkap Masalah Jin dan Sihir, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,
2005) hlm. 29
[10] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan
dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an,
(Skripsi, 2014) hlm. 50
[11] Muhammad Fu’adi Abdul Baqi,
Al-Mu’jam Al-Mufarras Li Alfādi Al-Qur’ānu Al-Karīm, (Mesir: Madba’ah Dāru
al-Kutūb, 1364 H) hlm. 384
[12] Muhammad Fu’adi Abdul Baqi,
Al-Mu’jam Al-Mufarras Li Alfādi Al-Qur’ānu Al-Karīm, (Mesir: Madba’ah Dāru
al-Kutūb, 1364 H) hlm. 383-384
[13] Dan Kami telah menciptakan Jin
sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS. Al-Hijr: 27)
[14] Maka sujudlah mereka kecuali
Iblis. Dia adalah dari golongan Jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.
(QS. Al-Kahfi: 50)
[15] Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman
kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang Manusia
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
(QS. Al-Hijr: 28)
[15.1] "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Surah An-Nur: 45)
[15.1] "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Surah An-Nur: 45)
[16] Ahmad Fauzan Dwi Cahyo, Setan
dan Kejahatan Menurut Fazlur Rahman, Telaah Atas Teman Pokok Al-Qur’an,
(Skripsi, 2014) hlm. 51
[17] Dan telah memeliharanya
(sebenar-benarnya) dari Setiap syaitan yang sangat durhaka, syaitan syaitan itu
tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) Para Malaikat dan mereka
dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan
yang kekal, akan tetapi Barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi
(pembicaraan); Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (QS. Ash-Shaffat:
7-10)
[18] Sesungguhnya pemboros-pemboros
itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya. (QS. Al-Israa’: 27)
[19]Sesungguhnya kekuasaanNya
(syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas
orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS. Al-Nahl: 100)
[20] Yang mereka sembah selain Allah
itu, tidak lain hanyalah berhlma, dan (dengan menyembah berhlma itu) mereka
tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka (QS. Al-Nisaa’: 117)
[21] Orang-orang yang beriman
berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan
thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena Sesungguhnya tipu
daya syaitan itu adalah lemah. (QS. Al-Nisaa’: 76)
[22] Sesungguhnya Dia telah
menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan
adalah syaitan itu tidak mau menolong Manusia. (QS. Al-Furqan: 29)
[23] Dan Sesungguhnya
syaitan-syaitan itu benar-benar menghlmangi mereka dari jalan yang benar dan
mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. Al-Zukhruf: 37)
[24] Hai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat
mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-A’raaf: 27)
[25] Syaitan itu memberikan
janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka,
Padahlm syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.
(QS. Al-Nisaa’: 120)
[26] Dari kejahatan (bisikan)
syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada
Manusia (QS. Al-Nas: 4-5)
[27] Tidakkah kamu lihat, bahwasanya
Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk
menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (QS. Maryam: 83)
[28] Dan (juga) orang-orang yang
menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada Manusia, dan orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil
syaitan itu menjadi temannya, Maka syaitan itu adalah teman yang
seburuk-buruknya. (QS. Al-Nisaa’: 38)
[29] Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan
itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala (QS. Al-Fathir: 6)
[30] Lihat Surat Al-Ankabut: 11
(Surat Makkiyah)
[31] Lihat Surat Al-Taubah: 101, 67,
73, 79. Al-Ahzab: 60, 73, 48, 24, 17, 12, 1. Al-Hadid: 13, 14. Al-Fath: 6. Ali
Imran: 167. Al-Hasyr: 11, 12, 16. Al-Munafiqun: 1, 7, 8. Al-Nisa’: 88, 142,
140, 61, 145, 138 (Surat-surat Madaniyah).
[32] Di antara orang-orang Arab
Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang Munafik dan (juga) di antara
penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad)
tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka
akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang
besar. (QS. Al-Taubah: 101)
[33] Baca Surat Al-Baqarah Ayat
13-20.
[34] Lihat Surat Al-Taubah: 113, 17,
28. Al-Baqarah: 22, 105, 96, 135. Al-Ma’idah: 82. Ali Imran: 95, 67. Al-Nahl:
35. Al-Bayyinah: 6, 1. Al-A’raf: 37. Al-Hajj: 17. Al-Fath: 6 (Madaniyah).
[35] Lihat Surat Al-Syu’ara: 13.
Al-An’am: 161, 105, 14, 137, 106. Al-Hijr: 94. Yunus: 108, 105. Al-Saffat: 9
(Makkiyah).
[36] Dan sungguh kamu akan mendapati
mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih
loba lagi) dari orang-orang Musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi
umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan
menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(QS. Al-Baqarah: 96)
[37] Lihat surat Al-Taubah: 91.
Al-Nisa’: 146, 125 (Madaniyah).
[38] Lihat Surat Yunus: 105
(Makkiyah).
[39] Lihat Surat Al-Ahzab: 14.
Al-Baqarah: 217. Ali Imran: 144. Al-Ma’idah: 54 (Madaniyah).
[40] Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul[234]. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(Murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 144)
[41] Lihat Surat Al-Zumar: 17
(Makkiyah).
[42] Lihat Surat Al-Nisa’: 60, 51,
76. Al-Baqarah: 256. Al-Nahl: 36 (Madaniyah).
[43] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang
Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), 2007) hlm. 124
[44]
Lihat Surat Yusuf: 41 (Makkiyah).
[45] Lihat Surat Al-Baqarah: 219.
Al-Maidah: 90-91. Muhammad: 15 (Madaniyah).
[46] Hai kedua penghuni penjara:
"Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya
dengan khamar; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung
memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua
menanyakannya (kepadaku)." (QS. Yusuf: 41)
[47] Lihat Surat Al-Nahl: 67 (Madaniyah).
[48] Imam Al-Qurthubi, Tafsir
Al-Qurthubi Juz 6, alih bahasa Ahmad Rijali Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008) hlm. 474
[49] Lihat Surat Al-Anfal: 1, 41.
Al-Hasyr: 6 (Madaniyah).
[50] Lihat Surat Al-An’am: 112, 68,
121. Al-A’raf: 27, 20, 201, 200. Al-Syu’ara’: 221. Father: 6, 8. Al-Mujadilah:
10, 19. Al-Isra’: 27, 53, 64. Matyam: 83. Al-Anbiyaa’: 82. Shaad: 37.
Al-Zuhruf: 37. Al-Hajj: 3, 53. L-Kahfi: 63. Al-Nahl: 99-100. Al-Mulk: 5.
Al-Furqan: 29. Luqman: 21. Al-Shaffat: 7. Al-Mu’minun: 97 (Makkiyah).
[51] Peter J. Awn, Tragedi Setan,
Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 66
[52][52] Peter J. Awn, Tragedi Setan,
Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 67
[53] Peter J. Awn, Tragedi Setan,
Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 189
[54] Peter J. Awn, Tragedi Setan,
Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 70
[55] Peter J. Awn, Tragedi Setan,
Iblis Dalam Psikologi Sufi, (Jogjakarta: Optimus, 2007), hlm. 70
[56] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 55
[57] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 54-61
[58] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 70
[59] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 68
[60] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 71
[61] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 74
[62] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 71-72
[63] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 94
[64] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 96
[65] Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 113
[66]Hassan Hanafi dan Muhammad Abid
Al-Jabiri, Membunuh Setan Dunia: Meleburkan Timur dan Barat dalam Cakrawala
Kritik dan Dialog, Terjemah, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) hlm. 114
[67].http://nasional.kompas.com/read/2013/11/07/1237040/Waspadai.Predator.Anak.di.Indonesia
yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015.
[68] Tidakkah kamu lihat, bahwasanya
Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk
menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (QS. Maryam: 83)
[69] Hai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan (QS. Al-A’raf: 27)
[70].http://megapolitan.kompas.com/read/2011/04/01/18065138/Sial.Ternyata.Istriku.Berkelamin.Pria
. yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[71].http://metro.tempo.co/read/news/2012/03/16/064390565/Begini-Cara-Komplotan-Penipu-Beraksi-via-Telpon
. yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[72] Dan apabila kamu melihat
orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan
kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang
yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am: 68)
[73]https://rinaldimunir.wordpress.com/2013/02/01/kecanduan-game-online-bagaikan-narkoba/
- yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[74]http://www.memobee.com/main-game-ol-3-hari-tanpa-henti-seorang-pria-tewas-2051-news.html
- yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[75] Sesungguhnya syaitan itu hanya
menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang
tidak kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 169)
[76] Syaitan telah menguasai mereka
lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan.
ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi. (QS.
Al-Mujaadalah: 19)
[77].http://nasional.kompas.com/read/2013/11/07/1237040/Waspadai.Predator.Anak.di.Indonesia
- yang di ambil dalam sebuah Koran online, pada tanggal 8 Juni 2015
[78]
http://tekno.liputan6.com/read/453922/dampak-buruk-main-game-bagi-kesehatan -
yang di ambil dalam sebuah kabar berita online, pada tanggal 8 Juni 2015
[79] Adami Chazawi, Hukum Pidana
Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang: IKAPI Jatim, 2005) hlm. 1-2
[80]
http://richohandoko.wordpress.com/2011/02/13/analisa-hukum-korupsi-qiyas/ -
yang di ambil dalam sebuah artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[81] Ahmad Wardi Muslich, Hukum
Pidana Islam, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2005), Hlm.82
[82]
http://an-nuur.org/2011/05/korupsi-dalam-tinjauan-fiqih-islam/ - yang di ambil
dalam sebuah Artikel, pada tanggal 8 Juni 2015
[83]
https://twitter.com/gusmusgusmu/status/95669728961499137 - yang di ambil dalam
sebuah media online twitter, pada tanggal 8 Juni 2015
[84] Ibnu Jauzi, Talbisu Iblis:
Perangkap Setan, alih bahasa Kathur Suhardi, cet. 3 (Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2014), hlm. 44
[85] Abdul Hamid Al-Bilali, Dari
Mana Masuknya Setan (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 29
[86] Allah berfirman: "Apakah
yang menghlmangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?"
Menjawab Iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api
sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al-A’raaf: 12)
[87] Lihat: (QS. Al-Kahfi: 50), (QS.
Al-Hijr: 32, 36, 39), (QS. Al-Shaad: 74-75), (QS. Al-A’raaf: 11, 12, 14, 16), (QS.
Al-Isyra: 61-62), (QS. Al-Baqarah: 34)
[88] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang
Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), hlm. 6
[89] Adam dan hawa dengan tipu daya
syaitan memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan keduanya
keluar dari surga, dan Allah menyuruh mereka turun ke dunia. yang dimaksud
dengan syaitan di sini ialah Iblis yang disebut dalam surat Al Baqarah ayat 34
di atas.
[90] Muhammad Isa Dawud, Dialog
dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah,
1995), hlm. 59
[91] Md. Ali Alhamidy, Godaan Setan
cet. Ke 4 (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1976), hlm. 10
[92] Muhammad Isa Dawud, Dialog
dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah,
1995), hlm. 59
[93] Sujud di sini berarti
menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri,
karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
[94] Dan aku tidak menciptakan Jin
dan Manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat: 56)
[95] Dan (ingatlah) ketika Kami
hadapkan serombongan Jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala
mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu
(untuk mendengarkannya)". ketika pembacaan telah selesai mereka kembali
kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (QS. Al-Ahqaaf: 29)
[96] Dan Sesungguhnya Kami jadikan
untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raaf:
179)
[97] Dan Kami (tundukkan) angin bagi
Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan
perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)[ Maksudnya
bila Sulaiman Mengadakan perjalanan dari pagi sampai tengah hari Maka jarak
yang ditempuhnya sama dengan jarak perjalanan unta yang cepat dalam sebulan.
begitu pula bila ia Mengadakan perjalanan dari tengah hari sampai sore, Maka
kecepatannya sama dengan perjalanan sebulan.] dan Kami alirkan cairan tembaga
baginya. dan sebahagian dari Jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah
kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. dan siapa yang menyimpang di antara mereka
dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya
menyala-nyala. (QS. Saba: 12)
[98] Dan bahwasanya ada beberapa
orang laki-laki di antara Manusia meminta perlindungan kepada beberapa
laki-laki di antara Jin, Maka Jin-Jin itu menambah bagi mereka dosa dan
kesalahan. (QS. Al-Jin: 6)
[99]
Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz
ke-8, terjemah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm. 5
[100] Asep Muhammad Iqbal, Yahudi
dan Nasrani: Hubungan Antara Agama Menurut Syeikh Nawawi Banten (Jakarta: PT.
Mizan Publika, 2007), hlm. 98
[101] Muhammad Isa Dawud, Dialog dengan Jin Muslim:
Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 60
[102] Lalu keduanya digelincirkan oleh
syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman:
"Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu
ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan." (QS. Al-Baqarah: 36)
[103] Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari
Tuhan yang diterima oleh Adam sebahagian ahli tafsir mengartikannya dengan
kata-kata untuk bertaubat.
[104] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahannya Al-Jumanatul ‘Ali: Seuntai Mutiara Yang
Maha Luhur (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), 2007) hlm. 142
[105] Wahid Abdussalam Baly, Ilmu
Sihir dan Penangkalnya: Tinjauan Al-Qur’an, Hadis dan Ulama. Dialih bahasakan
oleh Tb. Ade Asnawi Shihabuddin cet. 2 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1996),
hlm. 1
[106] Dan mereka mengikuti apa
[Maksudnya: Kitab-Kitab sihir] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[Syaitan-syaitan
itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan
lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir)] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahlm Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan
sihir). mereka mengajarkan sihir kepada Manusia dan apa yang diturunkan kepada
dua orang malaikat[Para mufassirin berlainan Pendapat tentang yang dimaksud
dengan 2 orang Malaikat itu. ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat
dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang saleh seperti Malaikat dan
ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti
malaikat] di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya
Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[Berbacam-macam sihir yang
dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat
seperti mencerai-beraikan suami isteri]. dan mereka itu (ahli sihir) tidak
memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.
dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di
akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 102)
[107] Dan mereka (orang-orang
musyrik) menjadikan Jin itu sekutu bagi Allah, Padahlm Allah-lah yang
menciptakan Jin-Jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan):
"Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa
(berdasar) ilmu pengetahuan (Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak
seperti orang Yahudi mengatakan Uzair putera Allah dan orang musyrikin
mengatakan Malaikat putra-putra Allah. mereka mengatakan demikian karena
kebodohannya). Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka
berikan. (QS. Al-An’am: 100)
[108] Muhammad Umar Jiau al-Haq,
Mencermati Alisan Sesat (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2009), hlm. 152
[109] Muhammad Isa Dawud, Dialog
dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual cet. Ke 3 (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995),
hlm. 19
[110] Maka setelah mereka lemparkan,
Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, Itulah yang sihir, Sesungguhnya
Allah akan Menampakkan ketidak benarannya" Sesungguhnya Allah tidak akan
membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan. (QS.
Yunus: 81)
[111] Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). (QS. Al-Rum: 41)
[112] Allah berfirman:
"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat Jin dan Manusia
yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka),
Dia mengutuk kawannya (menyesatkannya). (QS. Al-A’raf: 38)