السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Senin, 12 Februari 2018

JOGJA DAN BERBAGAI INSIDEN INTOLERAN

Buya Hamka pernah berkata, bahwa semakin kuatnya keyakinan (iman) yang dimiliki seseorang, seharunsnya akan membuatnya lebih menghormati keyakinan (iman) yang dimiliki orang lain. Seandainya sebaliknya? Ketika kekuatan keyakinan kita, justru malah membuat kita merasa semakin takut dan terganggu oleh keyakinan orang lain. Maka hal ini, seharusnya menjadi media introspeksi tersendiri bagi kehidupan sosial kita.

Seperti peristiwa penolakan terhadap bakti sosial gereja santo Paulus, pringgolayan, banguntapan Yogyakarta, Pada 28 januari 2018 lalu, oleh pemuda setempat dan ormas Front Jihad Islam (FJI), Forum Umat Islam (FUI) dan Majelis Mujahidin Indonesia, dengan alasan ada tendensi kristenisasi.

Seandainya anggapan kristenisasi ini benar, saya tidak tahu apakah konstitusi negri kita ini melarang? Sebagaimana misalkan umat islam mendakwahkan islam pada non muslim. Namun, seandainya anggapan tersebut salah? karena bisa jadi bakti sosial tersebut adalah untuk semakin mempererat hubungan antar warga terutama yang berbeda agama. Sebab, di Pringgolayan saling berbaur begitu sudah biasa terjadi.

Namun tidak itu saja, melihat kebelakang kasus diskriminasi-intoleran seperti ini sudah beberapa kali terjadi di Yogyakarta, kota istimewa yang kultur warganya tersohor karena keramah-santunnya. Sebagaimana dicatat Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, terjadi 13 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Yogyakarta sepanjang 2011 sampai 2015.

Pada Desember 2016, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta, menurunkan semua baliho iklan kampus yang menggambarkan beberapa mahasiswi, termasuk seorang mahasiswi berjilbab, setelah didatangi sejumlah orang dari Forum Umat Islam (FUI).

Lalu, pada Februari 2016, pesantren waria Al-Fatah di Bantul yang berdiri sejak 2008 ditutup setelah diancam akan disegel oleh ormas Front Jihad Islam (FJI).

Dan yang terbaru, insiden penyerangan Gereja Santa Lidwina, Bedog (Minggu, 11/2/2018) oleh Suliyono, warga Banyuwangi, yang mengakibatkan lima orang terluka. Walau belum diketahui motifnya, namun sebagaimana disampaikan oleh orang tua suliyono, bahwa suliyono merupakan anak pondok di yogya yang telah dua tahun meninggalkan kampung halamannya, banyuwangi.

Meski insiden-insiden tersebut, nyatanya tidak begitu mempengaruhi interaksi kerukunan antar umat beragama, terutama di Yogyakarta. Tetapi, hal itu tetap tidak bisa dibiarkan terus terulang kembali. Agar sama-sama terjaga hak-hak dan keadilan bagi seluruh warga.
Share:

0 comments:

Posting Komentar

TERIMA KASIH