Berdasarkan wawancara dengan duta digital Kampar, Rahmat menyampaikan bahwa kecenderungan umum lima desa dampingannya (Desa Koto Mesjid, Pulau Gadang, Tanjung, Gunungsari dan Ridan Permai), di awal-awal masa pendampingannya 2021 silam, adalah desa-desa yang belum memiliki dukungan infastruktur digital, sehingga sistem informasi desa masih lemah. Salah satunya adalah belum memiliki kanal atau platform khusus bagi desa untuk publikasi informasi desa dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Padahal, banyak sekali desa di Indonesia yang telah difasilitasi pengembangan situsnya oleh kementerian ini.
Mencermati kondisi ini duta digital mengintensifkan komunikasi dengan pemerintah desa untuk mengetahui lebih seksama kebutuhan desa terkait dengan website. Salah satu kebutuhan utama dari desa adalah untuk mengoptimalkan layanan pengurusan surat-menyurat, pemasaran produk ekonomi lokal dan menguatkan database desa. Menindaklanjuti hasil pemetaan kebutuhan desa terkait dengan transformasi digital tersebut, duta digital yang memang memiliki kemampuan telematika (pemrogaman dan pengembambangan website) segera membuatkan prototype. Dengan prototype, pihak desa dapat mengetahui gambaran umum atas website yang akan diterimanya kelak.
Proses komunikasi dengan pihak Kominfo menghasilkan kesepakatan. Pihak Kominfo membuatkan desa website dengan hosting resmi “desa.id”. Kelima desa dampingan Rahmat, akhirnya memiliki website. Desa Pulau Gadang adalah desa yang paling awal menerima dan berhasil mengembangkan portal resminya dengan alamat hosting https://pulaugadang.desa.id/. Namun, karena pihak Kominfo tidak memberikan akun atau hak otonomi kepada desa untuk mengelola sendiri website yang telah dibuatkan dengan alasan akun milik negara, akhirnya dengan bantuan pihak ketiga, Pemerintah Desa Koto Mesjid membangun website desa berbasis hosting “.com”, https://kotomesjid.com/. Karenanya saat ini desa ini memiliki dua alamat website.
Desa Koto Mesjid, Kec. Kecamatan XIII Koto Kampar, Kab. Kampar
Desa Koto Masjid dulunya adalah sebuah satuan komunitas masyarakat adat Melayu yang mendiami sebuah kawasan di pinggiran Sungai Kampar. Setelah bertahun-tahun hidup di lokasi tersebut, pada tahun 1992, harus pindah karena pemerintah menetapkan area desa tersebut akan dibangun menjadi waduk. Waduk tersebut digunakan sebagai pusat pembangkit tenaga air (PLTA). Secara wilayah administratif, Desa Koto Mesjid sebelumnya adalah bagian dari Desa Koto Panjang, pada tahun 1999, Koto Mesjid kemudian memisahkan diri dan berdiri menjadi desa mandiri dengan nama Desa Koto Mesjid.
Sebagai masyarakat pinggiran sungai, kehidupan dan penghidupan masyarakat Desa Koto Mesjid lekat dengan tradisi hidup masyarakat aliran sungai. Misalnya mereka terbiasa mencari ikan di sungai untuk menjamin ketersediaan lauk-pauk dan makanan bergizi. Di awal-awal kehidupan barunya, mayarakat sempat mengalami kebimbangan karena harus beradaptasi dengan ruang alam desa yang praktis sangat berbeda dengan wilayah sebelumnya. Kalau di lokasi sebelumnya, mereka mudah berjumpa dengan sungai ataupun kolam-kolam ikan, sehingga masyarakat dengan mudah mencari ikan ataupun membudidayakan ikan air tawar disela-sela pemukiman penduduk. Di lokasi yang baru, masyarakat mendapati kondisi geografis alam yang tidak bersungai. Karenanya, mereka khawatir tidak dapat berbudi daya ikan. Jika ini terjadi, secara otomatis, maka sumber gizi dan pendapatan keluarga tidak terjamin.
Ternyata, setelah hidup sekian waktu dan proses pembelajaran yang terus berjalan masyarakat dapat memahami struktur geografis dan tanah desa. Desa Koto Mesjid yang masih berada di sekitaran waduk PLTA Koto Panjang, ternyata sifat tanahnya dapat menyimpan air yang meresap dari waduk. Akhirnya, perlahan, hari ke hari, bulan ke bulan masyarakat berhasil mengembangkan budi daya ikan patin dengan membangun kolam-kolam ikan di sekitar rumah dan pemukiman penduduk. Dapat dipastikan, setipa rumah di Desa Koto Mesjid memiliki empang atau kolam ikan. Dalam perkebangannya, desa Koto Mesjid berhasil mengembangkan budidaya ikan patin ini menjadi core business masyarakat. Artinya, patin dan produk turunannya yang saat ini mencapai 20an produk turunan, telah menjadi produk unggulan desa yang pemasarannya mampu menembus pasar internasional misalnya ke Malaysia dan Singapura.
Di samping karena adanya modalitas alamiah dari masyarakat terkait dengan kemampuan budidaya ikan tawar, keberhasilan Desa Koto Mesjid di bidang bisnis perikanan patin ini tidak lepas dari beberapa faktor lain seperti pertama, leadership pemerintahan lokal dalam meloby dan berkomunikasi dengan pemerintah sehingga berhasil mendatangkan stakeholder lain seperti pertamina, perguruan tinggi, dan perusahaan-perusahaan swasta lainnya dalam rangka membantu desa dalam pengembangan potensi ekonomi lokal berbasis ikan patin tersebut. Alhasil, saat ini Desa Koto Mesjid berhasil membranding diri sebagai kampung pating dan desa edukasi yang banyak diminati masyarakat sebagai lokasi studi banding. Kedua, tanggung sosial pemerintah untuk mengembangkan Desa Koto Mesjid, karena keberadaannya yang dilalui jalan Tol. Ketiga, adanya inisiatif pengembangan ekonomi lokal ini ke dalam kerangka kebijaan perencanaan dan penganggaran desa.
Menurut penuturan sekretaris desa, pelaksanaan Smart Village di Koto Masjid sangat membawa dampak positif. Masyarakat desa dan pemerintah desa terbantu. Skema program yang melibatkan warga masyarakat sebagai kader digital, lalu mendapatkan pelatihan desa cerdas telah memberikan wawasan lebih luas, sehingga desa memiliki investasi SDM. Dibentuknya RKDD sebagai wadah kader desa dan stakeholder desa telah menguatkan visi pemerintah desa sebagai pelayan masyarakat. Salah satu kontribusinya adalah mendorong pemerintah desa melakukan transformasi digital dengan membangun website desa pada tahun 2021. Sumber dana untuk membangun website tersebut berasal dari dana desa, tahun anggaran APBDesa 2021.
Dengan website, pemerintah desa dapat mempublikasikan informasi-informasi terkait dengan kegiatan pemerintah desa mulai dari kegiatan sosial kemasyarakatan sampai dengan pelaporan keuangan desa. Dengan website tersebut, masyarakat desa dapat menitipkan informasi (baik dalam bentuk narasi maupun gambar) tentang produk-produk ekonominya, terutama produk turunan patin. Branding Koto Mesjid sebagai desa wisata berbasis edukasi dan bisnis perikanan secara tidak langsung berhasil terangkat karena peran media tersebut.
Sebagaimana disinggung di bagian sebelumnya, keberhasilan pemerintah desa Koto Mesjid mengembangkan website desa, tidak bisa dilepaskan dari peran duta digital. Sebelum ditetapkan sebagai lokus desa cerdas tahun 2021, Desa Koto Mesjid tidak memiliki website resmi dikarenakan pihak Kominfo Kabupaten Kampar tidak melaksanakan pengembangan website desa sebagaimana banyak dilakukan di daerah lain. Akhirnya, berbekal hasil rembug dengan RKDD dan pemdes, akhirnya duta digital menjembatani komunikasi dengan pihak Kominfo hingga dicapai kesepakatan, pihak Kominfo akan membuatkan desa Koto Mesjid sebuah website dengan alamat hostingnya “https://kotomesjid.desa.id”. Setelah terbangun, tapi pihak Kominfo tidak memberikan hak kelola kepada desa, sehingga menyulitkan bagi pemerintah desa untuk mengupdate konten informasi di dalamnya. Dengan kata lain, pihak Komoinfo tidak mau melepas domain tersebut dengan alasan milik negara, sehingga website tidak diserahkan kepada desa. Akhirnya pihak Pemdes Koto Mesjid membuat website sendiri dengan alamat hosting berbayar “https://kotomesjid.com”.
Dengan membuat website secara mandiri, pemerintah desa Koto Mesjid memiliki keleluasaan untuk mengupdate baik dari segi tampilan maupun muatan isi informasinya. Melalui website yang dibuat secara mandiri, desa dapat menambah fitur layanan surat-menyurat untuk mengoptimalkan layanan jarak jauh dan promosi produk lokal. Untuk mengurus surat menyurat seperti SKU, surat keterangan domisili maupun SKM, masyarakat tak perlu datang langsung atau mengutus orang datang ke kantor desa, tapi dapat mengunduh maupun mengisi blanko yang tersedia secara online. SKU dan surat keterangan domisili menjadi surat yang paling banyak diakses. Rata-rata 30-an surat per bulan. Disaat menjelang ujian masuk sekolah, surat yang paling banyak siminta oleh masyarakat adalah surat keterangan penghasilan orang tua dan SKM untuk pengajuan beasiswa. Mahasiswa yang di luar daerah bisa mengurus kebutuhan surat-menyurat dan administrasi lainnya tanpa harus pulang kampung.
Desa Gunung Sari, Kec. Gunung Sahilan, Kab. Kampar
Desa Gunung Sari, awalnya satuan pemukiman (SP) yang terbentuk dari sebuah program transmigrasi di tahun 1983. Penduduk awal dari SP ini kebanyakan berasal dari Blitar, Gunungkidul, Grobogan. Dalam perkembanganya, SP ini menjadi desa definitif dengan nama Gunung Sari. Wilayah administratifnya terdiri dari tiga dusun. Kalau karakter kesukuan masyarakat Desa koto Mesjid adalah Melayu, kesukuan Desa Gunung Sari adalah Jawa.
Sebelum ditetapkan sebagai desa lokus P3PD untuk desa cerdas, Desa Gunung Sari sudah memiliki program unggulan poskesdes, yaitu pemeriksaan gratis untuk lansia. Program medical check up untuk masyarakat ini hasil kerjasama dengan rumah sakit daerah Kampar. Program ini berlatar belakang pengalaman kualitas kesehatan di era wabah Covid 19. Saat itu, banyak orang lansia paling terkena dampak. Seiring berjalannya waktu, minat masyarakat untuk memeriksakan kesehatan menurun.
Setelah dilakukan penggalian masalah mengapa masyarakat enggan periksa kesehatan, pemerintah desa mendapatkan fakta masyarakat menghindarinya karena biayanya mahal dan akses ke fasilitas kesehatan yang jauh. Desa kemudian meresponya dengan membuat program pemeriksaan kesehatan gratis, setiap tanggal 8 di Poskesdes yang bekerjasama dengan RSUD setempat. Di samping itu, untuk mengikat solidaritas sosial yang kuat, secara rutin poskesdes mengadakan kegiatan komunitas seperti senam bersama.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan lansia tersebut dilaksanakan oleh ibu-ibu PKK yang sekaligus juga kader posyandu. Meski telah dilakukan secara berulang dari tahun ke tahun, pengelola poskesdes tidak memiliki datanya. Tak terkecuali data anak, yang jelas secara rutin diperiksakan ke posyandu. Jadi, setiap kali ada kegiatan posyandu, pihak pengurus atau pelaksana layanan posyandu melakukan penginputan data secara berulang dan secara manual. Kondisi ini menyulitkan bagi pengurus posyandu dan pemerintah untuk mengetahui informasi kesehatan masyarakatnya, misalnya dari aspek jumlah balita yang melakukan imunisasi.
Merespon kondisi tersebut, duta digital bersama perangkat desa dan RKDD kemudian menggagas pengembangan aplikasi yang mana dengan piranti tersebut pengurus posyandu dapat memiliki data masyarakat yang memeriksakan bayinya. Setelah disepakati, Duta digital bersama kader dan pemdes membuat prototype dan mengembangkan aplikasinya. Dengan teknologi open source atau hosting gratisan, aplikasi kemudian dikembangkan secara mandiri. Anggaran yang diterima oleh RKDD dari program desa cerdas P3PD, kemudian dibelanjakan untuk membuat aplikasi tersebut. Hasilnya, kini sudah terbangun aplikasi “posyanduku.online”.
Kini, setiap kali kegiatan pemeriksaan balita di posyandu, masyarakat yang datang akan dilayani seperti layaknya sebuah layanan di mini market yang sudah menggunakan teknologi digital. Pengguna layanan posyandu yang datang akan disambut oleh pengurus posyandu. Lalu, petugas posyandu akan menginput data diri pengguna hingga pengguna layanan mendapatkan kartu yang sudah memiliki “barcode”. Jadi, pada pemeriksaan kesehatan berikutnya, masyarakat pengguna layanan posyandu cukup menunjukan kartu tersebut. Data-data pengguna layanan posyandu, kemudian akan terekam secara otomatis di dalam direktori komputer.
Kebaruan aplikasi
Aplikasi “posyanduku.online” ini adalah sebuah aplikasi yang murni muncul dari inisiasi masyarakat sebagai hasil dari proses dialektika pemberdayaan masyarakat desa melalui program cerdas P3PD. Namun, harus diakui, di Desa Gunung Sari sebenarnya sudah beberapa aplikasi bidang kesehatan yang beroperasi di desa yang diperankan oleh lembaga posyandu sebagai enumeratornya. Aplikasi-aplikasi tersebut diantaranya eHDW dan e-PPGBM.
e-HDW merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Kementerian Desa PDTT bekerjasama dengan World Bank. Aplikasi ini dibuat untuk membantu desa melakukan perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian yang melingkupi monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program penanganan stunting di desa. Dengan kata lain, e-HDW dipakai untuk menginput data stunting desa yang nantinya menjadi dasar membuat rencana kegiatan pembangunan desa dan syarat pencairan Dana Desa. e-PPGBM adalah sebuah aplikasi yang dirilis oleh BKKBN untuk pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat. Dengan aplikasi ini, pihak posyandu dapat merekam data individu dan hasil penimbangan, lalu mengolahnya menjadi status gizi.
Secara fungsi, aplikasi posyanduku.online memiliki kemiripan dengan aplikasi e-PPGBM yaitu sama-sama memiliki fungsi untuk merekam data individu (data balita) dan hasil penimbangan. Namun yang menjadi catatan, mengapa pemerintah desa memilih untuk membuat dan memakai aplikasi sendiri, tidak lain karena desa tidak diberikan kewenangan izin untuk menggunakan data yang hasilkan dari aplikasi ePPGBM. Dengan kata lain, pihak BKKBN hanya menjadikan desa (dalam hal ini posyandu) sebagai enumerator data, tapi tidak diizinkan untuk memiliki dan menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan di level desa ataupun dalam hal pembuatan perencanaan pembangunan desa. Jadi, aplikasi pendataan elektronik yang endorse oleh Kementerian/Lembaga kepada desa bersifat eksklusif. Dengan demikian, hadirnya aplikasi “posyanduku.online” yang dibuat secara mandiri oleh pemdes Gunung Sari menjadi prakarsa baru yang menerobos sifat eksklusif dari aplikasi-aplikasi sebelumnya yang masuk ke desa tapi tidak menjadikan desa sebagai subyek data desa sendiri.