السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kamis, 11 Januari 2018

SEPUTAR SALAM YANG PENUH RAHMAT

Marilah kita bersama-sama merenungkan ungkapan rahmat Allah yang terdapat dalam salam;

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Adapun keselamatan, rahmat Allah dan barokah-barokahnya senantiasa atas kamu (kalian).

Pertama-tama, mengucapkan salam merupakan amalan muslim paling baik[1]. Selain, ia memberikan pahala, secara keseluruhanan kalimatnya ketika diucapkan pada sesama, juga memiliki kandungan hikmah pada tiap-tiap lafadz, memasuki aspek-aspek terluas dalam kaedah kebahasaannya.

Bahwa dalam salam ada dua kata menarik yang entah disengaja atau tidak disebutkan berdampingan, yakni وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُه. Kata barokah di sini diungkapkan dengan jama’ (artinya dalam kaidah bahasa arab, adalah menunjukkan banyak, minimal lebih dari dua), menunjukkan kalau barokah Allah yang dianugrahkan terhadap hamba-hamabanya adalah memang banyak bertebaran di muka bumi.

Kemudian, rahmah disitu dinyatakan dengan lafadz mufrad atau masdar artinya, menunjukkan satu. Menariknya, bahwa pengungkapan ini pasti sangatlah disengaja dan teliti, bahkan pasti diidealisasi oleh seseorang yang menguasai kaidah-kaidah kebahasaan yang tinggi. Apakah mungkin semata-semata disampaikan oleh Nabi Muhammad yang dikatakan ummi (tidak bisa baca-tulis)? Wallahu a’lam.

Apakah benar di dunia ini, rahmat Allah hanya ada satu? Jawabannya terdapat di hadits berikut ini;


حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً فَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ بِكُلِّ الَّذِي عِنْدَ اللَّهِ مِنْ الرَّحْمَةِ لَمْ يَيْئَسْ مِنْ الْجَنَّةِ وَلَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ بِكُلِّ الَّذِي عِنْدَ اللَّهِ مِنْ الْعَذَابِ لَمْ يَأْمَنْ مِنْ النَّارِ

Sesungguhnya Allah Swt mencipatakan rahmat, pada hari penciptaannya Allah Swt menciptakan 100 rahmat, kemudian Dia menahan disisi-Nya 99 rahmat, dan melepeskan untuk seluruh ciptaannya satu rahmat. Jadi, jika orang kafir mengetahui seluruh rahmat yang ada pada sisi Allah Swt, maka dia tidak akan putus asa dari (mendapatkan) surga, dan Jika seorang yang beriman mengetahui seluruh bentuk azab yang ada pada sisi Allah Swt, maka dia tidak akan merasa aman dari neraka. (H.R Bukhari).

Begitulah mengapa penulis katakan pengungkapan “rahmat” dalam “salam” dengan lafadz mufrad atau mashdar tersebut pasti disengaja dan penuh perhitungan. Sebab, setelah di al-jam’u wa al-taufiq dengan hadits-hadits yang se tema ternyata memang tidak ada pertentangan. Bahwa cukup dengan satu rahmat saja, betapa keteladanan kasih sayang Rasulullah terhadap sahabat-sahabatnya, terhadap tetangganya, terhadap yang memusuhinya bahkan terhadap umatnya, kita hanya bisa terkagum-kagum terhadap beliau. Dan beliau membuktikannya, bisa. Jadi jangan kuwatir dengan satu rahmat tersebut, sebab ia meliputi segalanya kecuali jika kita dikalahkan oleh angkara-murka dan amarah kita.

Masih tentang salam, maka melafadzkannya harus dengan benar sesuai kaidah kebahasaan, kaidah bahasa arab tentunya. Seperti kata “wabarokaatuh” yang kadang masih ditemukan dalam kebiasaan masyarakat umum, membacanya “wabarkatuh.” Penulis tidak tahu, apakah hal tersebut dapat merubah makna? Hanya saja, jika dilakukan dalam shalat, maka dikawatirkan dapat membatalkan shalat tersebut. Karena, semestinya ia diucapkan dengan jama' (wabarokatuh) bukan mufrad (wabarkatuh).
 
Jumhur ulama sepakat jika dalam shalat lima fardlu, maka yang lebih afdlol cukup mengucapkan السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ . Namun, ketika dalam shalat janazah, maka lebih afdlol mengucapkan dengan lengkap, yakni السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ . hal ini didasarkan atas pertimbangan jumlah banyaknya hadits yang membahas pada masing-masing kedua persoalan tersebut.

Terakhir, yang pasti dengan salam yang kita ucapkan, kita telah mendoakan orang lain yang pahalanya secara otomatis akan kembali kepada kita, sebab ia adalah sunnah Nabi. Kemudian salam juga merupakan jati diri dari seorang muslim, yang dengannya berarti kita telah menebarkan kedamaian dan rahmat pada sendi-sendi aktifitas kehidupan yang paling sederhana pada manusia maupun alam semesta.

Wallahu a’lam bi al-shawaab…..


[1] Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwasanya ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ « تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ »

“Amalan islam apa yang paling baik?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali. ” (HR. Bukhari no. 6236)
Share:

0 comments:

Posting Komentar

TERIMA KASIH