Manusia dengan segala kekuasaan,
kekuatan dan kesombongan yang dimilikinya suatu ketika pasti akan di lemahkan
dan dimusnahkan oleh kematian, cepat atau lambat. Karena setiap manusia atau jiwa yang lahir ke dunia ini pasti
akan merasakan mati. Sebagaimana firman Allah:
كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. (Q.S Ali Imran: 185)
Manusia dengan segala kecerdasan,
kejeniusan dan segala kecangihan-kecangihan yang dihasilkannya tidak mungkin
mampu menunda kematian, jika telah sampai pada waktu yang ditentukanNya.
firmanNya:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا
جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat
mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S al-A’raf [7]: 34)
Yang pasti segala sesuatu selain
Allah akan menemui akhir dari kejadiannya,
karena ia adalah makhluk. Adapun alam
semesta akan berakhir saat binasa (kiamat),[1]
benda-benda berakhir ketika sudah rusak atau hancur[2]
dan manusia berakhir saat ajal menjemput (mati).
Lalu apa sesungguhnya yang dimiliki dan bisa dibanggakan oleh
manusia? Atau mungkin, manusia terlalu naïf hingga merasa paling berhak atas
dunia seisinya, bahkan termasuk kesanggupan mengaturnya? Atau sebegitu hebatkah
kematian, hingga mampu merengkuh segala hal serta kemampuan yang diempunyai
manusia yang diakui al-Qur’an sebagai makhluk terbaik, dapat berbicara dan
memliki akal?
Mati atau kematian tidaklah memiliki
kehebatan apa pun sebagaimana manusia dan lainnya, ia pun fana, akan binasa.
Karena ia juga adalah makhluk sebagai mana dikatakan oleh Ibnu katsir dalam
kitab tafsirnya saat menafsirkan surat al-mulk ayat 2. Kematian juga akan
binasa saat bumi hancur, serta ketika alam ini telah berganti nama menjadi
akhirat, maka manusia akan menemui kehidupannya yang kekal di sana, di surga
atau neraka. Manusia akan kekal di dalamnya, selama-lamanya. Maka saat itu pula
mati atau kematian tersebut telah binasa. Lalu pertanyaan selanjutnya, berarti
hidup atau kehidupan itu bukan makhluk, karena ia kekal sebagaimana kekalnya
kehidupan di surga dan di neraka?
Perlu dicatat, bahwa segala sesuatu
selain Allah adalah makhluk (المخلوق كل موجود سوى الله)
dan pasti menemukan kehancurannya sebagai bukti akan kemakhlukannya. Tidakkah
Imam Al-Ghazali pernah berkata; Manusia tidak akan pernah merasakan nikmatnya
surga sebelum mengalami dua hal, yakni pernah lahir ke dunia dan pernah
merasakan mati. Tidakkah sebelum masuk surga atau neraka, manusia dibangkitkan
terlebih dahulu. Artinya manusia pasti merasakan mati, baik jauh sebelum
sangkakala ditiup maupun saat hancurnya alam semesta oleh tiupan yang ketiga
malaikat Israfil.
Kemudian, jika misalkan
pertanyaanya, bahwa keabadian akhirat (surga dan neraka) tidak ada hubungannya
dengan kehidupan atau kematian manusia, bukankah ia (akhirat) kekal dengan
dirinya sendiri (takdirnya)? Jawabannya; Ir. Agus Mustofa (Penulis Buku Tasawuf Modern)
dalam bukunya “Ternyata Akhirat Tidak Kekal” mengatakan, surga dan neraka itu
tidak kekal.[3]
Dengan demikian, hanya Allah lah
yang maha kuasa dengan sifat ke kekalan yang dimilikiNya. Di mana laknatNya
menjadi kekuatanNya, kesombonganNya menjadi maklum bagiNya, dan musibahNya
menjadi anugrah dan berkah bagi makhluknya. Sedangkan segala sesuatu selanNya
adalah fana, akan binasa dan lemah. Di mana laknatnya menjadi aib baginya,
kesombongannya menjadi cikal bakal kehancurannya, dan keluh kesahnya terhadap
musibah menjadikan hilangnya segala kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Maka dari
itu, syukur, tabah dan ikhlas kesegala-galaan manusia. Mari mhasabah diri.
Wallahu a’lam
bi al-Shawaab.
Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal Zat Tuhanmu
yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Q.S al-Rahman: 26-27).
Tiap-tiap sesuatu pasti rusak, kecuali Allah. (Al-Qashash:
88)
[3] Ayat ini yang
menjadi dasar pemahaman Ir. Agus Mustafa: bahwa ternyata kekekalan surga dan
neraka itu –menurut ayat ini- tergantung pada kondisi lainnya, yaitu keberadaan
langit dan bumi alias alam semesta. Dengan kata lain, akhirat itu akan kekal
jika langit dan bumi atau alam semesta ini juga kekal. Sehingga, kalau suatu
ketika alam semesta ini mengalami kehancuran, maka alam akhirat juga bakal
mengalami hal yang sama, kehancuran.
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ
وَشَهِيقٌ (106) خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا
مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (107) وَأَمَّا الَّذِينَ
سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ
وَالْأَرْضُ مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ
عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (108(
“Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka,
di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka
kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga,
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Huud:
106-108)
0 comments:
Posting Komentar