السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kamis, 13 April 2017

MATI ADALAH MAKHLUK, BAGAIMANA DENGAN HIDUP?

Manusia dengan segala kekuasaan, kekuatan dan kesombongan yang dimilikinya suatu ketika pasti akan di lemahkan dan dimusnahkan oleh  kematian, cepat atau lambat. Karena setiap manusia atau jiwa yang lahir ke dunia ini pasti akan merasakan mati. Sebagaimana firman Allah:

كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Q.S Ali Imran: 185)

Manusia dengan segala kecerdasan, kejeniusan dan segala kecangihan-kecangihan yang dihasilkannya tidak mungkin mampu menunda kematian, jika telah sampai pada waktu yang ditentukanNya. firmanNya:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S al-A’raf [7]: 34)

Yang pasti segala sesuatu selain Allah akan menemui  akhir dari kejadiannya, karena ia adalah makhluk.  Adapun alam semesta akan berakhir saat binasa (kiamat),[1] benda-benda berakhir ketika sudah rusak atau hancur[2] dan manusia berakhir saat ajal menjemput (mati). 

Lalu apa sesungguhnya  yang dimiliki dan bisa dibanggakan oleh manusia? Atau mungkin, manusia terlalu naïf hingga merasa paling berhak atas dunia seisinya, bahkan termasuk kesanggupan mengaturnya? Atau sebegitu hebatkah kematian, hingga mampu merengkuh segala hal serta kemampuan yang diempunyai manusia yang diakui al-Qur’an sebagai makhluk terbaik, dapat berbicara dan memliki akal?

Mati atau kematian tidaklah memiliki kehebatan apa pun sebagaimana manusia dan lainnya, ia pun fana, akan binasa. Karena ia juga adalah makhluk sebagai mana dikatakan oleh Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya saat menafsirkan surat al-mulk ayat 2. Kematian juga akan binasa saat bumi hancur, serta ketika alam ini telah berganti nama menjadi akhirat, maka manusia akan menemui kehidupannya yang kekal di sana, di surga atau neraka. Manusia akan kekal di dalamnya, selama-lamanya. Maka saat itu pula mati atau kematian tersebut telah binasa. Lalu pertanyaan selanjutnya, berarti hidup atau kehidupan itu bukan makhluk, karena ia kekal sebagaimana kekalnya kehidupan di surga dan di neraka?

Perlu dicatat, bahwa segala sesuatu selain Allah adalah makhluk (المخلوق كل موجود سوى الله) dan pasti menemukan kehancurannya sebagai bukti akan kemakhlukannya. Tidakkah Imam Al-Ghazali pernah berkata; Manusia tidak akan pernah merasakan nikmatnya surga sebelum mengalami dua hal, yakni pernah lahir ke dunia dan pernah merasakan mati. Tidakkah sebelum masuk surga atau neraka, manusia dibangkitkan terlebih dahulu. Artinya manusia pasti merasakan mati, baik jauh sebelum sangkakala ditiup maupun saat hancurnya alam semesta oleh tiupan yang ketiga malaikat Israfil.

Kemudian, jika misalkan pertanyaanya, bahwa keabadian akhirat (surga dan neraka) tidak ada hubungannya dengan kehidupan atau kematian manusia, bukankah ia (akhirat) kekal dengan dirinya sendiri (takdirnya)? Jawabannya; Ir. Agus Mustofa (Penulis Buku Tasawuf Modern) dalam bukunya “Ternyata Akhirat Tidak Kekal” mengatakan, surga dan neraka itu tidak kekal.[3]

Dengan demikian, hanya Allah lah yang maha kuasa dengan sifat ke kekalan yang dimilikiNya. Di mana laknatNya menjadi kekuatanNya, kesombonganNya menjadi maklum bagiNya, dan musibahNya menjadi anugrah dan berkah bagi makhluknya. Sedangkan segala sesuatu selanNya adalah fana, akan binasa dan lemah. Di mana laknatnya menjadi aib baginya, kesombongannya menjadi cikal bakal kehancurannya, dan keluh kesahnya terhadap musibah menjadikan hilangnya segala kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Maka dari itu, syukur, tabah dan ikhlas kesegala-galaan manusia. Mari mhasabah diri.

Wallahu a’lam bi al-Shawaab.


  [1]كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَان, وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Q.S al-Rahman: 26-27).

  [2]كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ

Tiap-tiap sesuatu pasti rusak, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88)

[3] Ayat ini yang menjadi dasar pemahaman Ir. Agus Mustafa: bahwa ternyata kekekalan surga dan neraka itu –menurut ayat ini- tergantung pada kondisi lainnya, yaitu keberadaan langit dan bumi alias alam semesta. Dengan kata lain, akhirat itu akan kekal jika langit dan bumi atau alam semesta ini juga kekal. Sehingga, kalau suatu ketika alam semesta ini mengalami kehancuran, maka alam akhirat juga bakal mengalami hal yang sama, kehancuran.

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ (106) خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (107) وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (108(

“Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Huud: 106-108)
Share:

0 comments:

Posting Komentar

TERIMA KASIH