السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rabu, 01 Februari 2017

JIWA 411, GEMETARKAN KALBU


Pemandangan langka terjadi di 4 November ini, gerombolan umat manusia bersuara lantang dan meyakinkan, dengan seragam putih memenuhi masjid Istiqlal hingga istana kepresidenan di Jakarta. Sebuah aksi damai oleh berbagai elemen umat muslim dari seluruh bangsa ini. Sungguh menggetarkan jiwa-jiwa yang menyaksikannya, polisi bersurban dengan barisan asma’ul husnanya, begitu juga peserta demo dengan shalwat, kalimat tayyibah dan kumandang takbirnya.

Semua berkumpul untuk satu suara, satu hati dan aspirasi. Di situ tidak ada perbedaan, satu sama lain saling bahu mebahu, saling melindungi, saling membantu seolah mereka saudara meski sebetulnya mereka baru berjumpa saat itu. Mereka lupa bahwa awalnya mereka berbeda paham, berbeda kehendak bahkan cara ber-Islam. Mereka juga lupa bahwa sebenarnya dalam internal Islam sendiri belum sepenuhnya “damai” dalam paham.

Majelis Zikir yang dipelopori oleh Ustadz Arifin Ilham, oleh sebagian golongan umat Islam sendiri di cap bid’ah, karena dianggap mengada-ada, tidak ada tuntunannya dan bertentangan dengan pendapat para “’Ulama” bahwa yang di maksud majelis zikir adalah majelis yang di dalamnya diajarkan ilmu-ilmu ke-Islam-an bukan berzikir bersama-sama sebagaimana Ustadz Arifin Ilham beserta jama’ahnya. (lihat kitab Darus-Salaf, bab Bid'ahnya zikir bersama ala Arifin Ilham 7). walaupun mungkin gak benar-benar begitu :)

Kelompok yang biasa mengomandangkan shalawat seperti FPI (Front Pembela Islam), beberapa Habib atau golongan tertentu, dicap syirik atau bid’ah. Selain karena shalawat yang dibaca kadang bukan dari Nabi, juga kegiatan tersebut dipandang terlalu memulyakan dan mengagung-agungkan Nabi Muhammad SAW. (lihat video ini). Meski anggapan ini, agak berlebihan mungkin :)

NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiah juga berbaur di situ. Bahkan dalam status twitternya Dahnil A Simanjuntak selaku ketua pusat pemuda Muhammadiyah mengatakan: “Jadikanlah aksi damai 4 november besok sebagai ajang silaturrahmi antar umat Islam.” Padahal kita tahu keduanya berbeda “paham” dan “realisasi” ke-Islam-an.

Di situ, perbedaan sudah tidak penting lagi. Ketika ada Ulama, siapa pun Ulamanya, maka yang akan membela dan tidak terima pasti Umat Islam seluruh Indonesia, dari latar belakang mana pun. Penulis membaca disebuah group whatsapp, ada yang berkata: “Salah apa Ulama, ya Allah,” ucapan ini keluar karena mendengar dari sebuah medsos bahwa Ustadz Arifin Ilham tertembak. Padahal dari segi paham ke-Islam-an, penulis tahu kalau beliau tidak sepaham dengan Ustadz Arifin Ilham.

 Sekali lagi aksi atau demonstrasi ini, harus membuat hati kita semakin tergetar. Sebab, umat Islam ternyata memiliki tanggung-jawab yang sangat dan jauh lebih besar, yaitu menjaga ke-“benar”-an dan kesucian al-Qur’an. Dari sekedar hanya berusaha memperjuangkan silang pendapat dan tafsir antar golongan kemudian berselisih karenanya. Yang justru malah dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu dengan mengatakan: “Sebagian pendapat itu adalah tidak murni,” atau contoh kongkritnya: “Jangan mau dibohongin oleh surat al-Ma’idah: 51,” dan sebagainya.

Maka marilah kita saling menghargai dan teruslah bersatu. Tidak hanya di 4 November ini. Bahwa semua pendapat golongan adalah benar, kecuali golongan yang tidak ada Ulamanya. Semua golongan punya tujuan yang sama, yakni sama-sama ingin meluruskan umatnya terhadap Islam, iman dan ridhaNya, kecuali golongan yang hendak merusak kebineka-tunggal-ikhaan dan menghancurkan umat Islam yang lain. Tentu hal ini, demi konteks kebangsaan kita.

Kemudian yang terakhir, Jujurlah dalam hati, pikiran dan tindakan. Kita juga harus berterima kasih kepada Pak Ahok, karena telah mengingatkan kita bahwa surat al-Ma’idah: 51 itu ada, dan kita mulai membukanya kembali. Juga berkat ulahnya setuasi dan kondisi ini, rasa kebersamaan ini kembali terjalin. Di sini. Di aksi damai 4 November 2016 ini.
Share:

0 comments:

Posting Komentar

TERIMA KASIH