تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Sajdah: 16)
Keseluruhan konteks ayat ini menceritan tentang orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah, di mana Ketika mereka disebutkan ayat-ayatNya, mereka akan bersujud, mensucikan dengan memujinya seraya memperbanyak ibadah dan mengurangi tidurnya hingga seolah-olah lambungnya jauh dari tempat tidurnya sebagaimana diiyaskan dalam ayat tersebut. Atau dalam bahasa tafsir: Imam Mujahid dan Imam Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya; Yang dimaksud ialah mengerjakan qiyamul lail. Diriwayatkan dari Anas, Ikrimah, Muhammad ibnul Munkadir, Abu Hazim, dan Qatadah, bahwa yang dimaksud ialah menunggu di antara dua salat Isya (Magrib dan Isya). Selain itu, ketika mereka berdoa maka mereka melakukannya dengan khauf dan thama’ serta dengan apa yang telah dirizkikan Allah kepadanya, mereka nafkahkan.
Hal menarik kaitanya dengan tema doa yang akan kita bahas, bahwa dalam doa sifat tamak tidaklah dilarang, bahwa dalam doa sikap tendensius, ada harap dibalik harap atau dalam pepatah umunya “Ada udang dibalik batu” juga ternyata tidak dilarang, sebagaimana kata thama’ dan khauf dalam doa yang telah disinggung oleh ayat di atas. Bahkan dhahir ayat menunjukkan akan keharusan khauf dan thama’ dalam doa, karena begitulah hakikat doa orang-orang beriman.
Dalam etimologi al-Qur’an, makna khauf adalah rasa takut, namun ketakutan yang dimaksud berbeda dengan lafadz takwa dan khasyah kendati keduanya juga memiliki arti takut. Akan tetapi, khauf diterminologikan secara khusus dalam al-Qur’an (“termasuk juga takwa dan khasyah). Khauf adalah ketakutan kepada Allah, hanya saja dibalik ketakutan tersebut masih ada embel-embel terselubung atau ketakutan karna factor yang lain. Hal ini terbukti dengan penggunaan kata khauf dalam keseluruhan al-Qur’an yang secara kasuistik menunjukkan demikian. Salah satu contoh ayat;
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Katakanlah, "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku. (al-Zumar: 13)
Dari ayat ini, yang pasti menggunakan kata akhaafu atau khauf, kemudian cerita dari ayat tersebut adalah tentang ketakutan akan siksa Allah seandainya melakukan kemaksiatan. Padahal sejatinya ketika kita harus meninggalkan apa-apa yang dilarang atau kemaksiatan haruslah dengan kesadaran bahwa kita memang musti meninggalkannya, karena kemaksiatan bertentangan dengan kewajiban dan hakikat manusia diciptakan dimuka bumi ini. Kemaksiatan juga menjauhkan kita dari rahmat Allah.
Sedangkan arti Tamak dalam kamus popular bahasa Indonesia adalah: “selalu merasa tidak cukup (tak puas) dan tidak bersyukur dengan sesuatu yang didapatkan; serakah; loba. Sementara Ibnu Kasir dalam tafsirnya, mengartikan kata thama’ dalam ayat tersebut dengan “harapan.”
Lebih jauh, selain ibadah, doa juga merupakan medium manusia agar dapat berkomunikasi langsung dengan Tuhanya, tanpa aling-aling, tanpa perantara sehingga siapapun hamba-hambaNya yang berdoa kepadaNya senantiasa akan dikabulkan tanpa perantara, tanpa aling-aling pula. Jadi siapapun mereka mau beriman atau tidak, mau islam atau tidak, mau bertakwa atau tidak, mau butuh atau tidak, mau anak-anak atau dewasa, mau bersyukur atau tidak, mau isi doa tersebut baik atau jelek, doa mereka pasti diijabahi oleh Allah, sebagaimana firmanNya:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (al-Mu’min: 60)
Bahkan Allah akan marah dan dianggap sombong ketika mendapati hambanya tidak mau berdoa kepadaNya. Ibnu Hibban dan Imam Hakim telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing; Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.
قَال الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنِي أَبُو مَلِيحٍ الْمَدَنِيُّ -شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ-سَمِعَهُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ، وَقَالَ مَرَّةً: سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ لَمْ يَدْعُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، غَضِبَ عَلَيْهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepadaku Abu Saleh Al-Madani (seorang syekh dari kalangan penduduk Madinah) yang telah mendengar hadis ini dari Abu Saleh dan sesekali ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Saleh menceritakan hadis berikut dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang tidak pernah berdoa kepada Allah Swt., Allah murka terhadapnya. (H.R Ahmad).
Selain itu, tidak ada tuntunan khusus dalam doa: terkait waktunya sekalipun islam juga menginformasikan akan waktu-waktu yang utama untuk berdoa, terkait bacaanya meskipun ada banyak doa-doa yang dilakukan Nabi yang baik untuk kita ikuti. Namun, tidak dapat kita temukan dalil kat’i dalam al-Qur’an dan Hadis bahwa ketika kita berdoa maka harus mengikuti sebagaimana Nabi berdoa. Atau sebaliknya, bahwa ketika kita tidak berdoa seperti yang dilakukan Nabi, maka doa kita akan ditolak. Allah menegaskan bahwa ketika kita berdoa, maka Allah pasti mengabulkannya. Doa adalah ibadah yang dapat kita lakukan dimana saja, kapan saja, dalam keadaan apa saja, oleh siapa saja, bisa siang-bisa malam. Bahkan ketika kita berdoa untuk orang non muslim pun Allah akan mengabulkan, Nabi bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْيَهُودَ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكَ قَالَ وَعَلَيْكُمْ فَقَالَتْ عَائِشَةُ السَّامُ عَلَيْكُمْ وَلَعَنَكُمْ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْكُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ أَوْ الْفُحْشَ قَالَتْ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ
Dari Aisyah radliallahu 'anha bahwa sekelompok orang Yahudi datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu mereka mengucapkan; "As Saamu 'alaika Kebinasaan atasmu." Beliau menjawab: 'Wa 'alaikum Dan atas kalian juga.' Kemudian Aisyah berkata; 'As Saamu 'alaikum wala'anakumullah wa ghadziba 'alaikum Semoga kebinasaan atas kalian, dan laknat Allah serta murka Allah menimpa kalian.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelan-pelan wahai Aisyah, hendaklah kamu berlemah lembut dan janganlah kamu kasar atau berkata keji.' Aku berkata; 'Apakah anda tidak mendengar apa yang diucapkan mereka? ' Beliau bersabda: 'Apakah kamu tidak mendengar ucapanku, sebenarnya aku tadi telah menjawabnya, maka do'aku atas mereka telah dikabulkan, sementara do'a mereka atasku tidak akan terkabulkan. (H.R Bukhari, No. Hadist: 5922)
Namun demikan, sebagai orang Islam yang taat maka seyogyanya mengikuti adab-adab doa yang telah ditetapkan Islam, diantaranya:
1. Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ إِنَّ اللّهَ حَيِيٌ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
” Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha pemalu lagi Maha pemurah terhadap seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya kembali dengan kosong dan kehampaan (tidak dikabulkan).” (Shahîh Sunan at-Tirmidzi : 2819, Shahîh Sunan Ibnu Mâjah : 3117)
2. Memulai doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Salawat dan Salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawasul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan asma’ dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan selainnya. (Lihat klasifikasi tawasul dalam kitab “At-Tauhid” karya Syaikh Shâlih al-Fauzân, hal: 68-71)
3. Bersangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dalam sebuah hadis qudsi dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَقُولُ اللَّه عَزَّوَجَلَّ : يَقُولُ أَنَّا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيْ
”Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”. (HR. al-Bukhâri 7405, Muslim 6805. Ahmad 13192 dengan sanad shahîh)
4. Menjauhi sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa; karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir dengan sikap putus asa sehingga ia tidak lagi berdoa. Na‘ûdzubillâh.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ لأَِحَدِكُم مَالَم يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَم يُتَجَبْ لِي
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahawa Rasulullah bersabda “ Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara kalian selama dia tidak tergesa-gesa, yaitu dia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan bagiku’ “. (HR. al-Bukhâri 6340, Muslim 6934, Abu Dâwud 1484, Ibnu Mâjah 3853, Ahmad 10312)
5. Membersihkan jiwa raga dari berbagai kotoran dosa. Hati yang kotor dengan berbagai maksiat atau jiwa yang tidak bersih dari perkara haram akan menghalang terkabulnya doa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيًّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَِ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّيسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَاأَيُّهَاالذِنيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَا كُمْ ثُمَّ دَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمََِشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامٌ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dan tidak menerima melainkan yang baik. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya kepada para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai para rasul makanlah kalian dari yang baik dan beramal solehlah, sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (HR. Muslim 2346, at-Tirmizi 2989)
6. Yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa selama tidak ada sesuatu pun yang menghalangnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَاَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِاْللإِجَاَبَةِ وَاعْلَمُواأَنَّ اللَّهَ لاَيَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
”Berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalian yakin (akan) dikabulkan, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa (seorang hamba) yang hatinya alpa serta lalai “. (Shahîh Sunan Tirmidzi 2766, al-Mustadrak 1817 keduanya dari hadits Abu Hurairah , lihat Silsilah Shahîhah no: 594)
0 comments:
Posting Komentar