RAYUAN, bahkan kata ini sama skali tak spesial. Ia laksana isymam dalam ucapan am. Seperti putih dalam pelangi. Manusia tak memiliki konotasi menyenangkan tentangnya, selain ketika harus terucap maka seketika itu tak akan diperlukan bahkan dianggap menjijikkan. Namun demikian, tidak berarti bahwa ia (Rayuan) itu negatif, buruk, apalagi tidak berguna. Manusia terlalu tau diri untuk itu. Manusia adalah makhluk yang paling bertanggung jawab dengan jasa-jasanya. Jasa tentang hubungan, jasa tentang pasangan, jasa tentang kekuasaan dan lain lain. Hanya saja memang kebanyakan manusia tak mempunyai tujuan pasti untuk menghususkannya, tersebut.
Sehingga ketika manusia sedang memohon disebutnyalah berdoa. Ia sebut syukur saat memuji. Menyebut dzikir saat menyebut/mengingat. Bahkan Ibadah hanya dianggap sistem komonikasi efektif dengan sang Tuhan. Untuk semua hal ini, sekali lagi saya tidak ingin mengatakan bahwa konotasi "Rayuan" adalah keburukan bagi manusia. Bukan. Bukan. Bahkan sebenarnya "Rayuan" adalah bagian keikhlasan yang terbuang. Ia disia siakan banyak orang. tidak samakah permohonan, pujian dan ibadah dengan "Rayuan?"
Sebagaimana Tuhan yang Maha pengasih lagi penyayang. dengan sifat al-RahmanNya, Tuhan sebagai zat yang tak pandang bulu. Dengan RahmatNya, tuhan berikan hidayahNya kapada siapapun yang dikehendaki. Dengan al-RahimNya, Dia sediakan istana surga. Jadi dengan begitu, siapakah yang paling sejati cintanya daripada Tuhan? Namun, mungkin tak banyak yang tau jika dalam cinta tak pernah memusnahkan "Rayuan."
Dan bagi para pencinta, "Rayuan" adalah wujud romantisme yang niscaya dan kesejatian, yang sejatinya ada dalam doa. Ada dalam pujian. Ada dalam ibadah. Dan ada dalam dzikir. Seperti Kaum sufi telah merayu dengan kalimat doanya yang begitu dalam. Majnun merayu Tuhanya dengan syair syairnya. Dan ahli surga merayu dengan amal amalnya.
Jadi, jangan takut berdosa dengan merayu, jangan merasa menjadi pembual saat merayu, dan jangan salahkan rayuanmu seandainya kau tersakiti olehNya. Sebab, keniscayaan "Rayuan" akan lebih menjadi keburukan jika ditinggalkan.
Sehingga ketika manusia sedang memohon disebutnyalah berdoa. Ia sebut syukur saat memuji. Menyebut dzikir saat menyebut/mengingat. Bahkan Ibadah hanya dianggap sistem komonikasi efektif dengan sang Tuhan. Untuk semua hal ini, sekali lagi saya tidak ingin mengatakan bahwa konotasi "Rayuan" adalah keburukan bagi manusia. Bukan. Bukan. Bahkan sebenarnya "Rayuan" adalah bagian keikhlasan yang terbuang. Ia disia siakan banyak orang. tidak samakah permohonan, pujian dan ibadah dengan "Rayuan?"
Sebagaimana Tuhan yang Maha pengasih lagi penyayang. dengan sifat al-RahmanNya, Tuhan sebagai zat yang tak pandang bulu. Dengan RahmatNya, tuhan berikan hidayahNya kapada siapapun yang dikehendaki. Dengan al-RahimNya, Dia sediakan istana surga. Jadi dengan begitu, siapakah yang paling sejati cintanya daripada Tuhan? Namun, mungkin tak banyak yang tau jika dalam cinta tak pernah memusnahkan "Rayuan."
Dan bagi para pencinta, "Rayuan" adalah wujud romantisme yang niscaya dan kesejatian, yang sejatinya ada dalam doa. Ada dalam pujian. Ada dalam ibadah. Dan ada dalam dzikir. Seperti Kaum sufi telah merayu dengan kalimat doanya yang begitu dalam. Majnun merayu Tuhanya dengan syair syairnya. Dan ahli surga merayu dengan amal amalnya.
Jadi, jangan takut berdosa dengan merayu, jangan merasa menjadi pembual saat merayu, dan jangan salahkan rayuanmu seandainya kau tersakiti olehNya. Sebab, keniscayaan "Rayuan" akan lebih menjadi keburukan jika ditinggalkan.
0 comments:
Posting Komentar