السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rabu, 01 Februari 2017

MUSYRIK DAN SYIRIK

Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait tema ini, yakni istilah Musyrik yang merujuk pada pelakunya (subjek) dan Syirik yang terkait pada objek yang dilakukan. Namun yang menjadi menarik, bahwa kedua terma tersebut dapat dan memiliki pengertiannya sendiri menurut al-Qur’an dan Hadis.

Musyrik yang dimaksud dalam al-Qur’an, adalah Yahudi, Narani, ahli kitab, orang-orang kafir atau para kafir Quraisy yang tidak mau bersyahadat dan  masuk Islam, suka menyakiti dan mengolok-ngolok Nabi dan Islam, memerangi umat Islam dan sebagainya. Namun, secara keseluruhan dalam ayat-ayat al-Qur'an bahwa musyrik yang dimaksud adalah kafir Quraisy, hanya ada satu ayat yang menunjukkan kalau Yahudi dan Nasrani juga termasuk musyrik, yaitu terdapat pada surat Ali Imran: 67[1].  firmanNya:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik (al-Maidah: 82)

Adapun yang dimaksud dengan asyrakuu[2] dalam ayat ini, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalamtafsirnya, adalah orang-orang kafir Quraisy. Karena yang sangat memesuhi Nabi pada waktu itu adalah orang-orang Yahudi dan kafir quraisy.

Oleh karenanya, maka Allah melarang menikahkan orang yang beriman dengan orang musyrik sebagaimana firmanNya:

وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ

Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. (al-Baqarah: 221).

Pelarangan oleh ayat ini disebabkan tidak berimannya (kafir) orang-orang musyrik tersebut. Lebih spisifik Allah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik adalah kafir dalam firmanNya:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.
(al-Bayyinah: 1)

Begitupun menurut Hadis, bahwa yang dimaksud Musyrik adalah orang-orang kafir. Bahwa pernah pada suatu ketika, menjelang perang badar Rasulullah didatangi seorang musyrik menawarkin diri untuk membantu dan bergabung dengan beliau. ' Lalu Rasulullah bertanya kepadanya, 'Apakah kamu sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? ' Lelaki tersebut menjawab, 'Belum (kafir) ya Rasulullah.' Rasulullah berkata, "Kalau begitu, kembalilah ke rumahmu! karena aku tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang musyrik'." Diceritakan lelaki musyrik ini kembali kepada Rasul sampai tiga kali dan Nabi pun menerimanya, karena kedatangannya yang terahir dia telah Islam (tidak musyrik atau kafir)[3]. Maka tak heran Hadis juga menyebutkan bahwa Madinah pada awalnya adalah negeri syirik.[4]

Dalam Hadis yang lain Nabi bersabda:

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْلَمْتَ قَالَ لَا قَالَ فَإِنِّي نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ

Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, dari Imran Al Qaththan dari Qatadah, dari Yazid bin Abdullah —yaitu Ibnu Asy Sikhkhir—, dari Iyadh bin Himar: Sesungguhnya ia memberikan hadiah —atau unta— kepada Nabi. Nabi SAW kemudian bertanya, "Apakah engkau telah masuk Islam?" Ia menjawab, "Tidak." Nabi bersabda, "Sesungguhnya aku dilarang menerima hadiah orang-orang yang musyrik (kafir)" (H.R Tirmidzi: Hasan Shahih).

Jadi, dari beberapa al-Qur’an dan Hadis di atas, menunjukkan bahwa Musyrik yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi, Nasrani dan kafir Quraisy yang jelas-jelas menolak dan memerangi Islam.

Baca Juga: Musyrik; adalah Kafir Quraisy/Non Muslim Menurut al-Qur'an dan Hadis

Sementara itu, konsepsi Syirik merujuk pada beberapa hal yang telah diesbutkan oleh al-Qur’an, yaitu andaadaa, waliyyan,  dan syuraka’: andaadaa artinya adalah aktifitas lahir maupun batin dengan membuat sesembahan atau Tuhan selain Allah[5], seperti lata-Uzza, anak sapi dan sebagainya. Waliyyan artinya membuat teman sejawat, pemimpin dan pelindung selain Allah SWT.[6]  Dan Syuraka’ adalah membuat sekutu selain Allah, baik itu seorang anak, berhala-berhala. Allah berfiman:

فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ  ,أَيُشْرِكُونَ مَا لَا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ

Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. Maha tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang (Q.S Al-A’raf: 190-191).

Lebih jauh Hadis Nabi menjelaskan tentang syuraka’ atau syirik ini: Pertama, meninggalkan shalat. Beliau bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ بَيْنَ الْعَبْدِ وَالشِّرْكِ إِلَّا تَرْكُ الصَّلَاةِ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ

Dari Anas bin Malik, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak ada perbedaan antara hamba Allah dan kesyirikan kecuali meninggalkan shalat. Apabila ia meninggalkan shalat, maka ia telah syirik." Shahih: Shahih At-Targhib (565, 567). H.R Ibnu Majah.

Kedua, Mantra, jimat dan penolak balak. Beliau bersabda:

يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْك

Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jimat, mantra-mantra, dan penolak bala' adalah perbuatan syirik." (H. R Abu Daud. Syeikh Nasiruddin al-Bani menilai Hadis ini shahih)

Ketiga, besumpah selain Nama Allah. Beliau bersabda:

عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ قَالَ سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلًا يَحْلِفُ لَا وَالْكَعْبَةِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

Dari Sa'ad bin Ubaidah, dia berkata: Ibnu Umar pernah mendengar seseorang bersumpah; tidak demi Ka'bah! Lalu Ibnu Umar berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah maka ia telah berbuat syirik'. " (Shahih: At-Tirmidzi).

Keempat, ingkar dan mengolok-olok atau pendosa. Beliau bersabda:

عَنْ الْحَسَنِ { كَذَلِكَ نَسْلُكُهُ فِي قُلُوبِ الْمُجْرِمِينَ } قَالَ الشِّرْكُ

Dari Al Hasan, tentang firman Allah, "Demikianlah, Kami memasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan itu) ke dalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir)." (Qs. Al Hijr [15]: 12) ia berkata, "Itu adalah syirik." (H.R Abu Daud. Syeikh Nasiruddin al-Bani menilai Hadis ini shahih).

Kelima, adalah yang disebut oleh orang-orang dengan riya’ atau ujub, yaitu melakukan ibadah karena ingin dilihat kemudian dipuji oleh orang lain. Beliau bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

Dari Abu Sa'id RA, ia berkata, "Rasulullah SAW datang menghampiri kami, saat kami saling mengingatkan tentang Al Masih Ad-Dajjal, maka beliau bersabda, 'Maukah kalian aku beritahukan (tentang sesuatu) yang lebih aku takutkan terhadap diri kalian dari Al Masih Ad-Dajjal'?" (Perawi berkata), "Kami menjawab, 'Tentu.' Beliau bersabda, 'Perbuatan syirik yang tersembunyi. Yaitu seseorang mengerjakan shalat dan menghiasi shalatnya dengan harapan agar seseorang melihatnya'." Shahih: Al Misykah (5333), Shahih At-Targhib (27). H.R Ibnu Majah.

Jika demikian, maka berarti syirik tidak hanya terkait dengan hal-hal negatif saja, tapi berhubungan dengan hal-hal yang oleh orang-orang dianggap mulia dan positif, contoh katakanlah shalat, jika itu dilakukan karena ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain.

Syirik bukan soal yang tampak, bukan soal tradisi, bukan soal klenik, bukan soal mistik, bukan soal megic, namun ia adalah lebih pada soal hati yang menjadikan sekutu, sesembahan, menduakan dan membuat tandingan bagi Allah dengan yang lain, serta berbuat dosa. Yang paling ekstrim, adalah tidak mengakui dan memusuhi Islam, tidak shalat, tidak ada Allah dan iman sama sekali dalam hatinya.

Bisa jadi ketika kita berobat kedokter dan kita yakin bahwa yang dapat menyembuhkan penyakit kita adalah dokter tersebut, maka berhati-lah jangan-jangan kita telah menduakannya. Atau ketika handphone telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas keseharian manusia, kemudian saat kita terbangun dari tidur yang langsung kita ingat adalah handphone bukan Allah dulu. Atau ketika kita sedang terburu-buru dengan urusan kita, kemudian kita merasa bersyukur karena ada kendaraan sehingga kita dipercepat sampai tujuan dan menyelesaikan urusan kita, bukan bersyukur karena Allah. Maka sekali lagi wasdalah dengan semua itu, jangan-jangan kita telah menyekutukanNya dengan yang lain.

Berfikirlah, saat orang tua kita memanggil-manggil bahkan mungkin dengan suara keras dan penuh harap tapi kita tidak langsung menggubrisnya dan tetap asyik dengan handphone yang kita pegang, apakah orang tua kita tidak merasa tersinggung atau sakit hati? Atau apakah kita tidak termasuk anak yang tidak patuh?. lalu bagaimana jika yang kita begituin adalah Allah? (tanpa bermaksud menyamakan Allah dengan orang tua kita).

Sementara itu, mantra yang jelas-jelas oleh Hadis termasuk syirik, namun mantra tersebut tidak mengandung kesyirikan maka hal itu tidak dilarang oleh Rasulullah. Beliau bersabda:

قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

Dari Auf bin Malik Al Asyja'i RA, dia berkata, "Kami sering menggunakan mantera pada masa jahiliah. Lalu kami tanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, bagaimana tentang mantera itu menurut engkau?" Beliau berkata, "Tidak mengapa menggunakan mantera selama tidak mengandung syirik" {Muslim 7/19}

Sabda Nabi, bahwa surat al-Kafiruun adalah pembebas dari syirik[7], sebab perkataan “Atas kenedak Allah dan kehendakmu” adalah syirik[8], padahal hal tersebut bukan hal-hal mistik, klenik, tradisional dan sebagainya. Namun adalah sebuah ucapan tayyibah atau perkataan yang bertentangan dengan ketauhidan. Tentunya, surat al-Kafiruun dapat membebaskan kita dari syirik adalah ketika membacanya sekaligus merenungkan isinya serta memasukkannya ke dalam hati terdalam yang kemudian menguatkan ketauhidan. Tentunya, perkataan “Atas kenedak Allah dan kehendakmu” adalah syirik, ketika perkataan itu keluar dari hati yang terdalam dan mengesampingkan ketauhidan, sebab kata-kata kehendakmu, karenamu, untung ada kamu, syukur ada yang menolong dan sebagainya sudah menjadi hal yang biasa dalam keseharian kita.

Jadi, sekali lagi waspadalah, waspadalah dan jagalah hati kita. Wallahu A’lam bi al-Shawaab...............
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1] . مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. (Q.S Ali Imran: 67)

[2]. Lafadz asyraku dalam ayat tersebut disampaikan bersamaan atau bersandingan dengan kata Yahudi yang kita sepakati sebagai orang musyrik karena tidak mau masuk Islam serta menyekutukan Allah. Pertanyaannya, mengapa Allah menyinggung keduanya secara terpisah padahal sama-sama musyrik dan sangat memusuhi Islam, maka tentunya ada penekanan maksud khusus dari pengungkapan keduanya (Yahudi dan Asyraku). Yakni Yahudi sebagai agama dan Asyraku adalah kaum kafir Quraisy yang musyrik saat itu.

 .[3]عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ بَدْرٍ فَلَمَّا كَانَ بِحَرَّةِ الْوَبَرَةِ أَدْرَكَهُ رَجُلٌ قَدْ كَانَ يُذْكَرُ مِنْهُ جُرْأَةٌ وَنَجْدَةٌ فَفَرِحَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ رَأَوْهُ فَلَمَّا أَدْرَكَهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِئْتُ لِأَتَّبِعَكَ وَأُصِيبَ مَعَكَ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ لَا قَالَ فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ قَالَتْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالشَّجَرَةِ أَدْرَكَهُ الرَّجُلُ فَقَالَ لَهُ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ قَالَ فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ قَالَ ثُمَّ رَجَعَ فَأَدْرَكَهُ بِالْبَيْدَاءِ فَقَالَ لَهُ كَمَا قَالَ أَوَّلَ مَرَّةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلِقْ

Dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, dia berkata, "Menjelang pertempuran Badar, Rasulullah SAW keluar dari rumah. Ketika tiba di daerah Harrah Al Wabarah (suatu daerah yang berjarak kurang lebih empat mil dari kota Madinah -penerj.) beliau bertemu dengan seorang lelaki yang kuat dan pemberani. Para sahabat merasa sangat gembira ketika melihat lelaki itu. Terlebih lagi ia menyatakan kepada Rasulullah, 'Ya Rasulullah, saya datang ke sini hanya bermaksud untuk bergabung dengan engkau dan saya pun rela menderita bersama engkau.' Lalu Rasulullah bertanya kepadanya, 'Apakah kamu sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? ' Lelaki tersebut menjawab, 'Belum ya Rasulullah.' Rasulullah berkata, "Kalau begitu, kembalilah ke rumahmu! karena aku tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang musyrik'." Aisyah berkata, "Kemudian lelaki itu berlalu. Ketika kami sampai ke sebuah pohon, Rasulullah SAW bertemu lagi dengan lelaki itu. Lalu lelaki tersebut berkata bahwa ia ingin bergabung dan membantu pasukan kaum muslimin. Tetapi Rasulullah SAW tetap menanyakan keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian lelaki itu menjawab bahwa ia belum beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah berkata, "Kembalilah ke rumahmu, karena aku tidak membutuhkan pertolongan orang musyrik' Ketika kami sampai di daerah Baida' kami bertemu lagi dengan lelaki itu. Ternyata ia tetap bersikeras untuk ikut bergabung bersama pasukan kaum muslimin. Rasulullah bertanya, "Apakah kamu telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.". Jawabnya, ' Ya, saya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah pun berkata kepadanya, 'Sekarang berangkat dan bergabunglah dengan mereka." {Muslim 5/201}

.[4] قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانُوا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ لِأَنَّهُمْ هَجَرُوا الْمُشْرِكِينَ وَكَانَ مِنْ الْأَنْصَارِ مُهَاجِرُونَ لِأَنَّ الْمَدِينَةَ كَانَتْ دَارَ شِرْكٍ فَجَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ الْعَقَبَةِ

Telah mengabarkan kepada kami Al Husain bin Manshur, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Mubasysyir bin Abdullah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Husain dari Ya'la bin Muslim dari Jabir bin Zaid, ia berkata; Ibnu Abbas berkata; sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar adalah termasuk kaum Muhajirin karena mereka meninggalkan kaum musyrikin, dan diantara kaum Anshar ada kaum Muhajirin karena Madinah dahulu adalah wilayah syirik, lalu mereka menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika malam Aqobah. (H.R al-Nasa’i)
 .[5] أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِنَ الأرْضِ هُمْ يُنْشِرُونَ

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)?. (Q.S al-Anbiya: 21)

 .[6]قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?” Katakanlah, "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.” (Q.S al-An’am: 14)

 .[7] أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ لَهُ قَالَ وَرُكْبَتِي تُصِيبُ أَوْ تَمَسُّ رُكْبَتَهُ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ قَالَ بَرِئَ مِنْ الشِّرْكِ وَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ قَالَ غُفِرَ لَهُ

Telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Sa'id bin Ar Rabi' telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Al Hasan Muhajir ia berkata; Ada seorang laki-l
aku datang ke Kufah pada masa pemerintahan Ziyad. Lalu aku mendengar orang itu menceritakan bahwa ia pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada sebuah perjalanan. Ia berkata; Lututku mengenai atau menyentuh lutut beliau, lalu beliau mendengar seseorang membaca; QUL YA AYYUHAL KAFIRUN (surat Al Kafirun). Beliau bersabda: "Ia bebas dari syirik." Dan beliau mendengar seseorang membaca; QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas). Beliau bersabda: "Ia telah diampuni." (H.R al-Darimi)

 .[8]فَقَالَ إِنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ وَإِنَّكُمْ تُشْرِكُونَ تَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ وَتَقُولُونَ وَالْكَعْبَةِ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادُوا أَنْ يَحْلِفُوا أَنْ يَقُولُوا وَرَبِّ الْكَعْبَةِ وَيَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شِئْتَ

Telah mengabarkan kepada kami Yusuf bin Isa berkata; telah menceritakan kepada kami Al Fadll bin Musa berkata; telah menceritakan kepada kami Mis'ar dari Ma'bad bin Khalid dari Abdullah bin Yasar dari Qutailah seorang wanita dari Juhainah, bahwa seorang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian membuat tandingan, dan sungguh kalian telah berbuat syirik. Kalian mengatakan, 'Atas kehendak Allah dan kehendak kamu'. Dan kalian katakan, 'Demi Ka'bah'." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah untuk mengucapkan, 'Demi Tuhan Pemilik Ka'bah', dan mengucapkan, 'Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendak kamu'." (H.R al-Nasa’i)
Share:

0 comments:

Posting Komentar

TERIMA KASIH