Maksud pembahasan ini adalah Khauf dalam perspektif al-Qur’an. Hal ini berkaitan dengan penggunaan kata takut dalam al-Qur’an dengan menggunakan sekurang-kurangnya tiga kata, yakni taqwa, khauf dan khasyyah. Di mana ketiganya mengandung arti yang sama tapi dengan pengertian berbeda.
Khauf kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “takut”. Pada dasarnya khauf hampir sama dengan taqwa dan khasyysah, yakni perasaan takut kepada Allah saw. yang dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan ibadiyah untuk mendapatkan ridhaNya. Hanya saja, khauf sifatnya cendrung tendensius, manusiawi dan awam.
Tendensius; artinya melakukan rutinitas ibadah tetapi dibalik itu tersimpan harapan terselubung. Semisal melaksanakan shalat, pada dasarnya hukum shalat itu wajib dilakukan dengan ikhlas karena Allah, akan tetapi boleh saja melaksanakan shalat karena takut akan siksa Allah[1]. Menikah adalah ibadah dan merupakan sunnah Nabi, namun boleh saja menikah karena hawa nafsu yang sedang membara dan karena kecantikan. Tersenyum adalah bagian dari shadaqah (ibadah), namun boleh saja kita tersenyum karena kita ingin orang-orang sekitar kita senang bergaul dengan kita. Menolong tetangga juga bagian dari shadaqah, namun kita juga diperbolehkan menolong karena ingin agar suatu saat kita juga ditolong oleh tetangga kita (al-Syu’ara: 12) dan sebagainya. Dan inilah ruang lingkup khauf.
Manusiawi; bahwa konsep khauf ini bersinggungan langsung dengan segala aktifitas kehidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana diketahui di era globalisasi seperti sekarang, di mana masyarakatnya lebih cendrung pragmatis-realistik serta hedonis-kapitalistik. Maka tak ayal, bermunculanlah trend-trend modern sekalipun hal itu brhubungan dengan unsur-unsur agama. Seperti, massifnya mode-mode jilbob’s, Miss muslimah, Ustadz gaul dan hal-hal lain yang berbau syari’ah, semisal Bank syari’ah, Hotel syari’ah dll, walaupun kadang-kadang itu dilakukan karena tujuan branding dan pasar. Nah, dalam konteks inilah khauf itu digambarkan dalam al-Qur’an. Tidak berarti penulis ingin mengatakan bahwa kasus-kasus di atas tertera di dalam al-Qur’an, namun yang hendak ditegaskan oleh penulis adalah bahwa konsep khauf oleh al-Qur’an adalah hal-hal yang berkaitan dengan segala aktivitas manusia:
a. Poligami.
Khauf kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “takut”. Pada dasarnya khauf hampir sama dengan taqwa dan khasyysah, yakni perasaan takut kepada Allah saw. yang dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan ibadiyah untuk mendapatkan ridhaNya. Hanya saja, khauf sifatnya cendrung tendensius, manusiawi dan awam.
Tendensius; artinya melakukan rutinitas ibadah tetapi dibalik itu tersimpan harapan terselubung. Semisal melaksanakan shalat, pada dasarnya hukum shalat itu wajib dilakukan dengan ikhlas karena Allah, akan tetapi boleh saja melaksanakan shalat karena takut akan siksa Allah[1]. Menikah adalah ibadah dan merupakan sunnah Nabi, namun boleh saja menikah karena hawa nafsu yang sedang membara dan karena kecantikan. Tersenyum adalah bagian dari shadaqah (ibadah), namun boleh saja kita tersenyum karena kita ingin orang-orang sekitar kita senang bergaul dengan kita. Menolong tetangga juga bagian dari shadaqah, namun kita juga diperbolehkan menolong karena ingin agar suatu saat kita juga ditolong oleh tetangga kita (al-Syu’ara: 12) dan sebagainya. Dan inilah ruang lingkup khauf.
Manusiawi; bahwa konsep khauf ini bersinggungan langsung dengan segala aktifitas kehidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana diketahui di era globalisasi seperti sekarang, di mana masyarakatnya lebih cendrung pragmatis-realistik serta hedonis-kapitalistik. Maka tak ayal, bermunculanlah trend-trend modern sekalipun hal itu brhubungan dengan unsur-unsur agama. Seperti, massifnya mode-mode jilbob’s, Miss muslimah, Ustadz gaul dan hal-hal lain yang berbau syari’ah, semisal Bank syari’ah, Hotel syari’ah dll, walaupun kadang-kadang itu dilakukan karena tujuan branding dan pasar. Nah, dalam konteks inilah khauf itu digambarkan dalam al-Qur’an. Tidak berarti penulis ingin mengatakan bahwa kasus-kasus di atas tertera di dalam al-Qur’an, namun yang hendak ditegaskan oleh penulis adalah bahwa konsep khauf oleh al-Qur’an adalah hal-hal yang berkaitan dengan segala aktivitas manusia:
a. Poligami.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى
Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua. (An-Nisa: 3)
b. Memukulkan Tongkat.
وَأَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى لَا تَخَفْ إِنِّي لَا يَخَافُ لَدَيَّ الْمُرْسَلُونَ
dan lemparkanlah tongkatmu.” Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh.” Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan, rasul, tidak takut di hadapan-Ku; (Al-Naml: )
c. Melihat Tangan.
فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوطٍ
Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata, "Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Lut. (Hud: 70)
d. Menempatkan di sebuah Negeri.
وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الأرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ
dan Kami pasti akan menempatkan kalian di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (Ibrahim: 14)
e. Mengucap Salam.
فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, "Salaman.” Ibrahim menjawab, "Salamun, " (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, "Silakan kamu makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). Kemudian istrinya datang memekik (tercengang), lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata, "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” Mereka menjawab, "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan. Sesungguhnya Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-Dzirayat: 26-30).
f. Berdoa.
وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (al-A’raf: 56)
g. Berdzikir.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Dan berzikirlah dengan menyebut (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf: 205)
h. Dan sebagainya..................................................................................................................
Awam; dalam artian jika dibandingkan dengan term taqwa dan khasyyah, Sifat khauf ini termasuk pada bagian terendah dalam tingkatan ketakutan dan kehambaan kepada Allah. Sebab, hanya orang yang tingkat keislamannya rendah yang kemudian berfikir untung-rugi. Sebab, hanya orang-orang yang intelektualnya di bawah, yang selalu merasa kuwatir. Sebab, karena orang-orang itu sering merasa kurang hingga kadang mengabaikan masa lalu, masa sekarng dan masa depan.
Namun demikian, tidak berarti dengan sikap khauf tersebut kemudian segala yang dilakukan manusia akan sia-sia. Selama hal itu dilaksanakan karena takut kepada Allah yang agung, tidak bertentangan dengan apa yang diperintahkanNya (al-Nahl: 50) dan menahan hawa nafsu (al-Nahl: 40), maka insyaallah Allah akan membalasinya dengan pahala dan tempat yang layak di akhirat kelak. Allah berfirman;
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (al-Rahman: 46)
Menurut tafsir para Ulama sebagaimana terdapat dalam footnot al-Qur’an terjemahan DEPAG dijelaskan, bahwa ada dua pendapat dari ahli tafsir. Yang pertama: yang dimaksud dengan dua Surga pada ayat tersebut, bahwa disurga nanti akan ada beberapa tingkatan dan orang yang takut akan kedudukan TuhanNya akan mendapat dua tingkatan Surga sekaligus. Pendapat kedua: mengatakan bahwa orang yang takut akan kedudukan TuhanNya akan mendapat Surga dunia dan Surga Akhirat.
karena ketakutan orang-orang khauf adalah ketakutan yang pertimbangannya adalah al-Qur’an (Qof: 45). Sebab, ketakutan orang-orang khauf adalah ketakutan di mana dalam hatinya yang paling dalam termaktup pengakuan bahwa Tuhannya hanyalah Allah semata (al-Fusilat: 30). Jadi, ketika kita hendak melaksanakan sesuatu atau beribadah jangan dilihat hal itu kecil atau besar bagimu, tapi lakukanlah karena Allah. WAALLAHU A’LAM BI AL-SHAWAAB
[1] قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Katakanlah, "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat) Jika aku mendurhakai Tuhanku. (al-An’am: 15)
0 comments:
Posting Komentar