Persoalan perbedaan di negeri ini sudah maklum, NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, LDII (lembaga dakwah Islam Indonesia) dan yang lain-lain mempunyai persepsi masing-masing tentang Islam. Tentu juga kita tidak boleh menafikan peran positif mereka. Namun, disamping itu kita juga harus berfikir tengah-tengah agar tidak terjenak pada sikap fanatsme golongan tertentu serta menganggap paling benar. Salah seorang teman berkata: “bahwa segala sesuatu yang dianggap tidak boleh dalam Islam, maka ketika dilihat dari sisi lain bisa jadi hal itu menjadi boleh.” Katanya.
Bagi mereka yang anti tradisi dan kebudayaan, mereka akan mengakatan bahwa tradisi dan budaya non Islam dapat mengotori kemurnian Islam itu sendiri. Dan pelakunya dianggap telah berbuat syirik, karena telah mencampur-adukkan antara yang hak dengan yang batil. Kemudian juga berarti telah berbuat dengan tidak mencontoh sebagaimana Nabi laksanakan. Artnya, semua itu tidak sesuai tuntunan Islam.
Namun, dilain pihak ada saja yang meng-Islamisasikan tradisi dan budaya tersebut. Karena Nabi pernah mencontohkan hal tersebut. Bahwa Nabi, mengadopsi tradisi atau budaya orang-orang jahiliyah kemudian unsur-unsurnya diganti dengan unsur Islami, seperti ziarah kubur. Dari yang semula ziarah kubur dijadikan media untuk menyembah dan bersujud kepad Tuhan, maka oleh Nabi diganti dengan hanya mendoakan ahli kubur dan untuk tujuan agar lebih ingat mati. Nabi bersabda:
Bagi mereka yang anti tradisi dan kebudayaan, mereka akan mengakatan bahwa tradisi dan budaya non Islam dapat mengotori kemurnian Islam itu sendiri. Dan pelakunya dianggap telah berbuat syirik, karena telah mencampur-adukkan antara yang hak dengan yang batil. Kemudian juga berarti telah berbuat dengan tidak mencontoh sebagaimana Nabi laksanakan. Artnya, semua itu tidak sesuai tuntunan Islam.
Namun, dilain pihak ada saja yang meng-Islamisasikan tradisi dan budaya tersebut. Karena Nabi pernah mencontohkan hal tersebut. Bahwa Nabi, mengadopsi tradisi atau budaya orang-orang jahiliyah kemudian unsur-unsurnya diganti dengan unsur Islami, seperti ziarah kubur. Dari yang semula ziarah kubur dijadikan media untuk menyembah dan bersujud kepad Tuhan, maka oleh Nabi diganti dengan hanya mendoakan ahli kubur dan untuk tujuan agar lebih ingat mati. Nabi bersabda:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Dari Buraidah RA, dia berkata, "Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, namun sekarang berziarahlah. (HR. Muslim 3/65)
Kemudian, bagi mereka yang terpaku hanya pada perintah teks, maka pasti bekerja mencari nafkah, kekayaan dan sebaganya merupakan hal yang diperintahkan oelh Islam. Mengingat hadis-hadis yang seolah menunjukkan hal demikian. Seperti himbauan Nabi agar bersegera dan pagi-pagilah dalam mencari rejeki, nafkahilah keluarga, tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang dibawah, Nabi lebih suka pekerja keras daripada pemalas, dengan catatan tujuan awalnya adalah Allah (baca: Ustadz Syafiq Basalamah). Sehingga tak ayal, seakan sah-sah saja banyak orang Islam yang berlomba-lomba mencari kekeyaan sebanyak-banyaknya sekrang ini.
Tapi, disisi lain juga ada yang memahami tindak-tanduk Nabi dari sisi keseharian beliau. Bahwa beliau adalah panutan yang sangat sederhana. Ibnu Abbas pernah bercerta; Nabi pernah berbagi sedikit-demi sedikit makanan dengan keluarganya, beliau sering berbuka puasa hanya dengan susu saja, beliau tidak memiliki kekayaan padahal dengan kekuasaan yang dimiliki bisa saja dimanfaatkan untuk menjadi kaya. Nabi tidur hanya beralaskan tikar dari pelepah kurma hingga tak jarang terlihat membekas ditubuh beliau. Beliau juga memakai bantal kayu dengan alasan tidur beliau agar tidak terlalu lelap. Kemudian gaya hidup Nabi ini, juga diteladani oleh beberapa sahabat beliau, salah satunya sepeti Abu Zar al-Ghifari yang sangat sederhana dan meninggalkan hartanya karena ingin fokus dalam ibadah.
Kemudian, bagi mereka yang hanya terpaku pada sebuah pendapat. Bisa jadi aktivitas zikir yang dilaksanakan oleh Ustadz Arifin Ilham beserta jamaahnya itu dibilang bid’ah. Karena dianggap tidak ada tuntunannya. Adapun yang dimaksud dengan majlis zikir adalah majelis yang didalamnya diajarkan ilmu bukan berzikir bersama. Sebagaimana pendapat ulama terdahlu seperti Imam Ibnu Taimiyah, Syeikh Nasaruddin al-Bani, Imam al-Qurthuby dan sebagainya. (lihat kitab Darus Salaf: judul, Bid’ahnya dzikir jam’ah ala Arifin Ilham 7).
Tapi, bagi Ustadz Arifin Ilham beserta jamaahnya tidak demikian. Bahwa zikir dan doa bersama yang dikenal dengan istighasah ada tutunan al-Qur’annya.[1] Bahwa barang siapa dalam suatu majlis kemudian di dalamnya Allah diagungkan, Allah disucikan, Allah dipuji-puji, maka Allah akan mengampuni orang-orang yang berada dimajlis tersebut, seluruhnya tanpa terkecuali. Nabi bersabda:
Kemudian, bagi mereka yang terpaku hanya pada perintah teks, maka pasti bekerja mencari nafkah, kekayaan dan sebaganya merupakan hal yang diperintahkan oelh Islam. Mengingat hadis-hadis yang seolah menunjukkan hal demikian. Seperti himbauan Nabi agar bersegera dan pagi-pagilah dalam mencari rejeki, nafkahilah keluarga, tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang dibawah, Nabi lebih suka pekerja keras daripada pemalas, dengan catatan tujuan awalnya adalah Allah (baca: Ustadz Syafiq Basalamah). Sehingga tak ayal, seakan sah-sah saja banyak orang Islam yang berlomba-lomba mencari kekeyaan sebanyak-banyaknya sekrang ini.
Tapi, disisi lain juga ada yang memahami tindak-tanduk Nabi dari sisi keseharian beliau. Bahwa beliau adalah panutan yang sangat sederhana. Ibnu Abbas pernah bercerta; Nabi pernah berbagi sedikit-demi sedikit makanan dengan keluarganya, beliau sering berbuka puasa hanya dengan susu saja, beliau tidak memiliki kekayaan padahal dengan kekuasaan yang dimiliki bisa saja dimanfaatkan untuk menjadi kaya. Nabi tidur hanya beralaskan tikar dari pelepah kurma hingga tak jarang terlihat membekas ditubuh beliau. Beliau juga memakai bantal kayu dengan alasan tidur beliau agar tidak terlalu lelap. Kemudian gaya hidup Nabi ini, juga diteladani oleh beberapa sahabat beliau, salah satunya sepeti Abu Zar al-Ghifari yang sangat sederhana dan meninggalkan hartanya karena ingin fokus dalam ibadah.
Kemudian, bagi mereka yang hanya terpaku pada sebuah pendapat. Bisa jadi aktivitas zikir yang dilaksanakan oleh Ustadz Arifin Ilham beserta jamaahnya itu dibilang bid’ah. Karena dianggap tidak ada tuntunannya. Adapun yang dimaksud dengan majlis zikir adalah majelis yang didalamnya diajarkan ilmu bukan berzikir bersama. Sebagaimana pendapat ulama terdahlu seperti Imam Ibnu Taimiyah, Syeikh Nasaruddin al-Bani, Imam al-Qurthuby dan sebagainya. (lihat kitab Darus Salaf: judul, Bid’ahnya dzikir jam’ah ala Arifin Ilham 7).
Tapi, bagi Ustadz Arifin Ilham beserta jamaahnya tidak demikian. Bahwa zikir dan doa bersama yang dikenal dengan istighasah ada tutunan al-Qur’annya.[1] Bahwa barang siapa dalam suatu majlis kemudian di dalamnya Allah diagungkan, Allah disucikan, Allah dipuji-puji, maka Allah akan mengampuni orang-orang yang berada dimajlis tersebut, seluruhnya tanpa terkecuali. Nabi bersabda:
قَالَ: فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ: يَقُولُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ: فِيهِمْ فُلاَنٌ، لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ: هُمُ الْجُلَسَاءُ، لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُم
Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya ada Malaikat yang keliling di jalan-jalan untuk mencari majlis ahli dzikir, maka bila bertemu dengan kaum yang sedang berdzikir, mereka masing-masing berseru: Mari ke sini, inilah hajatmu, lalu para Malaikat itu mengerumuni dan menaungi majlis itu dengan sayap mereka sehingga langit dunia, maka ditanya oleh Tuhan, padahal Tuhan lebih mengetahui: Apakah yang dibaca oleh hamba-Ku? Dijawab: Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid dan mengagungkan Tuhan. Ditanya: Apakah mereka melihat Aku? Jawabnya: Tidak, demi Allah mereka belum melihat-Mu. Lalu bagaimana sekiranya mereka melihat-Ku? Jawabnya: Andaikan mereka melihat pada-Mu niscaya lebih giat ibadat mereka, dan lebih banyak tasbih mereka. Lalu ditanya: Apakah yang mereka minta? Dijawab minta sorga. Ditanya: Apakah mereka telah melihatnya? Dijawab: Demi Allah, mereka belum melihatnya. Ditanya, maka bagaimana andaikan mereka dapat melihatnya? Dijawab: Pasti akan lebih giat usaha perjuangannya dan keinginannya. Dan apakah yang mereka takutkan dan minta perlindungan? Dijawab: Mereka berlindung kepada-Mu dari api neraka. Ditanya: Apakah mereka telah melihatnya? Dijawab: Belum, demi Allah mereka belum melihatnya. Ditanya: Maka bagaimana andaikan mereka telah melihatnya? Dijawab: Andaikan mereka dapat melihat pasti akan lebih jauh larinya dan rasa takutnya. Maka Allah berfirman: Aku persaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampun kan mereka. Seorang Malaikat berkata: Di majlis itu ada Fulan dan bukan golongan majlis itu, hanya datang karena ada hajat (kepentingan). Maka firman Allah: Merekalah rombongan majlis yang tiada yang kecewa yang duduk bersama mereka. (HR. Bukhari, Muslim).
Jadi, sekali lagi semua kita-kita bisa saja merasa benar bahkan paling benar. Akan tetapi, yang maha benar adalah Allah semata. Wallahu a'lam bi al-shawaab.
[1] إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ
(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang berturut-turut. (QS. Al-Anfal: 9)
0 comments:
Posting Komentar